Ia mengatakan, pesan utama dalam buku ini adalah tentang kemanusiaan san sebuah cinta. Sebuah perang, sambung Refi, bagaimanapun itu bukanlah sesuatu hal yang baik dan perang menghancurkan peradaban dan selalu menyisakan luka dan yang menjadi korban utama adalah perempuan, anak anak dan juga masyarakat lainnya.
Ia menjelaskan, buku ini ia tulis selama 1,7 bulan (satu tahun tujuh bulan) karena awalnya ini adalah riset untuk film tentang Timor Leste yang berbicara tentang proses rekonsiliasi, kemanusiaan dan hal lain.
"Proses riset film sangat sayang kalau tidak dituangkan dalam narasi atau buku yang melihat pijakan hubungan Indonesia - Timor Leste," ucap Refi
Kedepan, pihaknya akan membuat film tentang Indonsia dan Timor Leste dengan pesan tentang kemanusiaan, perdamaian dan bagaimana proses healing akibat perang kedua negara.
Shooting film akan dimulai Oktober 2025 ini di Timor Leste, Atambua dan Kupang. Proses Shooting diperkirakan memakan waktu 3-4 bulan yang lama itu justru risetnya, karena ini bukan sekedar cerita tapi memang ada base on historicalnya. mungkin publik bisa terguidance dengan buku ini sebelum masuk film meski novel dan film ini berbeda. Namun inspirasinya dari novel ini.
Rencananya film ini akan disutradarai Dedi Mizwar dan seorang Sinematografer Yudi Datau yang kebetulan memiliki visi yang sama dengan didukung beberapa artis ternama.
Tantangan dalam membuat buku ini, lanjut Refi, adalah menerapkan karya sastra, mengingat generasi kita kebanyakan gaya narasinya bertutur dan tugas saya adalah menjaring generasi sekarang untuk peduli terhadap ssjarah, termasuk film. (*)