Buku Bumi Lorasae, Pesan Kemanusiaan untuk Generasi Muda Agar Peduli Sejarah

Diskusi bedah buku berjudul Bumi Lorosae dibedah di Gerak Gerik Cafe & Bookstore, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (22/7/25).--
CIPUTAT,TANGERANGEKSPRES.ID - Sebuah buku berjudul Bumi Lorosae dibedah di Gerak Gerik Cafe & Bookstore, CIPUTAT, Tangerang Selatan, Selasa (22/7/25).
Buku ini menghadirkan penanggap dari para peserta dari berbagai generasi dengan berbagai tanggapan dan masukan pada setiap bab dan narasi tulisan. Mereka adalah para pembaca novel, Dosen, cerpenis, penyair dan berbagai kalangan
Buku novel setebal 523 halaman ini berjudul "Bumi Lorasae " ditulis Wahyuni Refi.
Ia adalah penulis fiksi yang berbasis di Jakarta. Lulusan Doktor ilmu politik ini memiliki pengalaman organisasi mulai dari kemahasiswaan sampai partai politik.
Tak hanya menulis nonfiksi, Refi-begitu sapaan akrabnya, juga menulis isu isu globalisasi, Hak Asasi Manusia (HAM), keadilan sosial dan pengelolaan sumber daya alam (air). Saat ini, Refi berkhidmat sebagai CEO di WR Film & Entertaiment.
Dikisahkan dalam buku ini, Martino de Costa mendedikasikan segenap stamina mudanya guna menyingkap misteri kematian Olimpia dalam sebuah eksekusi di tahun 1980 dengan berbagai aral dan rintangan yang hampir merenggut nyawanya.
Carlos dos Oliveira bekerja keras menyelesaikan riset doktoralnya tentang prahara Timor Timur demi membuktikan kebenaran atas pilihan ideologis faksi pro integrasi. Widya Iswara menantang bahaya dan membebaskan ayahnya dari tudingan penjahat perang.
Bara Samudera alias Eliti kecil sangat terobsesi untuk menemukan silsilah biologisnya, yang ternyata berujung dalam timbunan bara prahara Bumi Lorosae.
Kompleksitas seteru politis era dekolonisasi Timor-Portugis, pengalaman kelam perang saudara yang menelan ratusan korban, intrik-intrik operasi klandestin, percobaan pembunuhan, benturan-benturan keras antar pihak yang bertikai, keterlibatan asing dalam prahara Timor Timur, hingga romansa-romansa ganjil dalam generasi baru Timor Leste-Indonesia, terhimpun dalam sebuah tenunan pengisahan yang runyam dan berkelindan, tapi terasa menantang. Tajam, tapi tak melukai. Sangar tapi tidak mencolok (subtil). Buas, tapi tidak berbahaya.
Dalam "Kata Pembaca" di buku ini, Wartawan Senior, Rikard Bagun, menyampaikan, Novel Bumi Lorosae, menggambarkan hubungan antarmanusia yang penuh paradoks. di tengah hubungan permusuhan, konflik, perang, bahkan dendam dan perpecahan, justru selalu bisa muncul semangat persahabatan, persaudaraan, saling memaafkan, perdamaian, cinta dan kerinduan untuk bersatu kembali.
Kisah dalam novel ini bertambah menarik karena fiksi berinteraksi dengan non-fiksi. Di balik kisah fiksi dalam novel ini, ada realitas sejarah soal hubungan Timor Lorosae (Timor Leste) dengan Indonesia.
"Tentu tidak gampang dalam menyusun karya yang menggabungkan fiksi dengam non fiksi. Meski mungkin masih tersisa dalam ingatan tentang berbagai kegetiran hubungan di masa lalu, namun kedua negara dan bangsa kini bersahabat, dan menjalin kerjasama untuk masa depan yang lebih baik. Pesan persahabatan ini sangat kuat dalam novel ini," kata Rikard Bagun dalam Kata Pembaca, buku ini.
Penulis buku ini, Wahyuni Refi, ketika ditanya soal motivasinya menulis buku ini, menyampaikan, motivasi terbesarnya adalah ingin berbicara dan memberikan sumbangsih tentang sebuah sejarah yang terjadi antara Indonesia dan Timor Leste, yang ia lihat dan rasakan masih sangat kurang berimbang tentang Indonesia dan Timor Leste.
"Bukan bicara persoalan luka atau apa yang sudah terjadi, tapi apa yang akan kita hadapi bersama kedepan seperti apa? Bukan dalam artian menghapus luka, tapi ada proses healing, ada proses kesadaran bersama antara Indonesia dan Timor Leste bahwa dari luka itu kita sama-sana belajar, sama-sama mencari tentang jatidiri dari kedua bangsa," kata Refi di Gerak Gerik Cafe & Bookstore, Ciputat, Tangerang Selatan.
Sumber: