Setelah OP, Harga Beras Medium Ditarget Rp 8.500/Kg

JAKARTA -- Harga beras medium di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta ditargetkan turun menjadi Rp 8.500 per kilogram (kg). Penurunan harga ini ditargetkan tercapai setelah operasi pasar (OP) beras medium dilakukan mulai hari ini, Kamis (22/11). "Jadi akan ditemukan beras Rp 8.500 di Pasar Induk Beras Cipinang. Dari PIBC akan diturunkan ke pasar dengan harga Rp 9.000," ujar Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi di PIBC, Jakarta, Kamis (22/11). Harga tersebut masih di bawah harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 9.450 per kg sehingga pihaknya yakin operasi pasar tepat sasaran serta akan didistribusikan ke seluruh wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Operasi pasar di PIBC dilakukan mulai November 2018 sampai Maret 2019 dengan menggelontorkan dua ribu ton beras medium per minggunya. Arief menuturkan harga beras medium IR643 pada pekan kedua November mencapai Rp 9.225 per kg dari sebelumnya Rp 8.700 per kg sehingga harus dilakukan operasi pasar. Apalagi menjelang Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, kenaikan harga barang pokok harus dikendalikan agar stabil. Arief mengatakan stabilitas harga beras medium pun tergantung pada stabilnya pasokan dan distribusi beras, baik yang masuk atau keluar dari PIBC. Untuk itu, pihaknya memastikan persediaan beras untuk kebutuhan menjelang dan selama Hari Natal dan Tahun Baru di DKI Jakarta aman. Walaupun pasokan beras dan stok di PIBC masih sangat baik di atas 51.000 ton, tetapi harga beras medium sejak awal Oktober 2018 terus mengalami kenaikan karena hasil panen yang bagus. Untuk itu, Gubernur DKI Jakarta mengirimkan surat kepada Menteri Perdagangan, dan Menteri Perdagangan menugaskan Bulog untuk melakukan OP di PIBC melalui Food Station. Di tempat sama, Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Cipinang Zulkifli Rasyid menjelaskan, setelah OP harga beras medium di PIBC sudah mencapai Rp 9.225 per kilogram. Angka tersebut sudah mendekati harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp 9.450 per kilogram. Kondisi itu dinilai Zulkifli tidak boleh terjadi sebenarnya. Sebab, kalau dijual ke pasar wilayah, pedagang akan sulit mencari keuntungan. "Normalnya, kami jual Rp 9.000 per kilogram, sehingga ada margin Rp 450 per kilogram yang bisa dimiliki pasar kecil," ucapnya ketika ditemui di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, Kamis (22/11). Melalui OP, Zulkifli berharap, harga beras medium optimistis kembali stabil. Sebab, ketika informasi OP baru beredar beberapa hari lalu saja, harga beras mulai perlahan turun seiring dengan keyakinan pedagang. Apalagi, ketika beras dari Bulog itu sudah benar akan turun ke pasar-pasar wilayah. Zulkifli menilai, peningkatan harga beras medium tidak terlepas dari minimnya komunikasi antar lembaga dan kementerian di pemerintahan. Menurutnya, terjadi keterlambatan pemerintah OP dari Kemendag ke Bulog yang menyebabkan stok berad di pasar berkurang. "Saya sudah meminta satu bulan lalu, tapi baru terjadi hari ini," tuturnya. Sementara itu, Direktur Bahan Pokok dan Kebutuhan Penting Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tuti Prahastuti menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan harga beras medium di pasaran naik. Di antaranya, peningkatan permintaan pasca bantuan langsung tunai (BLT) ke masyarakat yang membutuhkan. Tuti menjelaskan, dengan BLT, masyarakat bisa membeli beras di pasaran terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan konsep beras sejahtera (rastra), di mana beras langsung disalurkan ke warga. "Dengan begitu, mereka ke pasar dan memilih beras yang bagus," ujarnya. Tuti menambahkan, rata-rata masyarakat lari ke beras medium karena memiliki kualitas baik dan harganya cenderung terjangkau dibandingkan premium. Dengan tingginya permintaan, ketersediaan di pasaran berkurang dan menyebabkan harga naik di beberapa bulan belakangan. Tapi, Tuti mengatakan, pihaknya tidak bisa menyalahkan siapapun karena semua pemangku kepentingan bertanggung jawab atas kestabilan harga beras medium di pasaran. Menurutnya, kunci utama dalam kestabilan harga adalah supply dan demand. Kalau permintaan banyak, tetapi ketersediaan kurang, pasti akan berdampak. "Di PIBC saja, yang 20 persen konsumsi beras seluruh Indonesia, ternyata beras medium nggak ada. Ini yang harus jadi concern," katanya. (rep)
Sumber: