Ombudsman Endus Jual Beli Kursi
SERANG -Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten menemukan praktik pungutan liar (pungli) atau jual beli kursi pada pelaksanaan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK. Hasil investigasi Ombudsman menemukan orangtua ada yang harus membayar Rp4 juta agar anaknya masuk di sekolah favorit. “Ada beberapa yang membayar untuk mendapatkan kursi di situ (sekolah pilihan), tapi nggak berani lapor resmi,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Banten Bambang P Sumo. Menurutnya, para pembeli kursi tersebut dilakukan oleh orang-orang yang berpengaruh maupun pejabat. Bahkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, kecurangan terkait pelaksanaan penerimaan siswa didik baru tersebut bisa saja ada yang bertarif besar. Namun sayangnya, masyarakat di Banten takut untuk menyampaikan ke Ombudsman. “Kalau transaksinya katanya ada yang lebih memang sampai Rp5 sampai 10 juta. Tapi kan kita nggak punya bukti. Indikasi doang akhirnya, karena mereka nggak berani melaporkan,” ujarnya. Selain itu di Kabupaten Serang, SMA Tanara, dilaporkan ada pungutan Rp4 juta, di SMA 1 Kramatwatu yang jalur prestasi, sudah ada penerimaan jalur prestasi di bidang olahraga yang harus membayar Rp2,5 juta. Uang tersebut, kata dia, diperuntukan untuk keperluan pembanguan musala, meja dan kursi siswa, penyediaan ruang prestasi, rehabilitasi ruang OSIS dan perpustakaan. “Hasil temuan, kami sampaikan ke pusat. Nanti dikolektif seluruh Indonesia, nanti diajukan sebagai masukan ke kementerian untuk perbaikan kebijakan,” katanya. Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy menegaskan tidak akan segan-segan memberikan sanksi kepada kepala sekolah SMA/SMK yang terbukti melakukan jual beli kursi. Hal itu disampaikan Andika saat ditemui usai paripurna di DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Rabu (11/7). “Sanksi tegas pecat, sudah jelas itu. Kursi PPDB tidak untuk diperjualbelikan, tapi untuk masyarakat dapat pelayanan pendidikan terbaik di Banten,” ujar Andika. Ia juga meminta masyarakat untuk membantu pemerintah dalam mengumpulkan bukti-bukti jika telah terjadi jual beli kursi PPDB. “Maka dari itu, saya harap bantuan masyarakat. Temukan bukti dan orang yang betul jual kursi PPDB,” katanya. Menurutnya, dia beserta Gubernur Banten Wahidin Halim telah mengingatkan sekolah untuk tidak memperjualbelikan kursi. Bahkan, pihaknya juga sudah koordinasi dengan penegak hukum untuk ikut mengusut dugaan adanya jual beli kursi PPDB. “Masalah PPDB banyak, bukan cuma yang nggak bisa daftar. Tapi ada yang nilainya tinggi tapi kalah dengan nilainya rendah. Ini kita akan telusuri supaya komprehensif,” jelasnya. Ia mengaku, Pemprov Banten terus melakukan investigasi terkait PPDB 2018. Andika mengungkapkan hingga dimulainya proses daftar ulang masih terdapat banyak laporan. “Saya dan pak gubernur meminta bantuan penegak hukum sekaligus untuk melihat kondisi di lapangan. Banyak SMA/SMK negeri di Banten, kita cari biar dapat buktinya, dimana itu terjadi. Dan sekali lagi saya ingatkan kepada aparatur sekolah untuk tidak menawarkan harga kursi PPDB,” katanya. Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan mengatakan, adanya jual beli kursi diakibatkan fenomena terjadinya jarak antara kemampuan pemerintah provinsi dalam memfasilitasi daya tampung siswa di sekolah, dengan keinginan masyarakat bersekolah. “Ini fakta, bahwa kita harus berorientasi membangun akses mutu dan manajemen yang merata di sekolah. Fakta lain, orangtua rela membayar mahal untuk masuk di sekolah yang dekat dengan rumah dan membayar kualitas,” kata Fitron saat dihubungi via whatsapp, kemarin. Menurutnya, sampai kapan pun fenomena jual beli kursi PPDB akan terjadi manakala solusi yang ditawarkan pemerintah adalah sekolah gratis. “Ayo kita perbanyak akses agar data tampung sekolah jadi lebih banyak, lebih dekat. Siswa dekat dengan sekolah, sekolah juga merata kualitasnya. Jual beli (kursi) ini harus kita maknai masyarakat haus akan kualitas dan kondisi itu dimanfaatkan oleh oknum yang pandai bermain situasi,” ujarnya. (tb/ang/bha)
Sumber: