Problem Sampah, Menanti Solusi Pemprov Banten

Sejumlah pemulung mengais sampah di TPA Bangkonol, Tegalongok, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang. (Miladi Ahmad Cemol/Tangerang Ekspres)--
TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Persoalan sampah di Banten tengah jadi polemik. Penyebabnya karena, volume yang dihasilkan di kab/kota utamanya di Tangerang Raya, tidak sebanding dengan infrastruktur yang ada baik dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA), armada, dan personalia
Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3, dan Pengendalian Pencemaran pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, Ruli Riatno mengatakan, permasalahan sampah di kabupaten/kota memiliki karakteristik yang berbeda seperti Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang TPA Cipeucang sudah kelebihan kapasitas, dan Kabupaten Serang yang belum memiliki TPA.
Namun DLHK Banten fokus dalam penanganan dari hulu atau sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, hingga ke hilir yakni TPA sebagai tempat penimbunan akhir.
"Maka konsep yang ada di Banten adalah mengkombinasikan itu. Nah, pengkombinasan itu ada program pemberdayaan masyarakat melalui Jawara Berkah, atau Jadikan Warga Sejahtera Banten berkolaborasi atas sampah," katanya saat ditemui di kantornya, Selasa (14/10).
Program tersebut mendorong masyarakat untuk membangun komunitas bank sampah. Dimana mereka juga mulai melakukan aktivitas pemilahan sampai kemudian melakukan sirkular ekonomi, bahwa sampah itu ada nilainya dan menghasilkan uang.
"Sehingga pemilahan sampah itu kemudian bisa mengurangi sampah yang masuk ke TPA, dan menghasilkan ekonomi atau uang untuk bisa dikelola oleh masyarakat," ujarnya.
Sementara untuk di TPA, pihaknya mendorong TPA yang ada di kabupaten/kota untuk tidak lagi menggunakan sistem open dumping atau menumpuk sampah. Sebab sistem tersebut hanya akan mencemari lingkungan.
"Nah itulah yang kita dorong ke Kementerian LH, dan kami melakukan pembinaan mendorong agar mereka memperbaiki, memantau, sehingga terpenuhi, terstandarisasi, dan sekaligus mendorong beberapa yang potensial untuk mengelola sampah melalui peningkatan waste to energy atau mengubah sampah menjadi energi, termasuk bahan bakar alternatif yang dibuat dari sampah," terangnya.
Menyoroti TPA Regional, kata Ruli saat ini terdapat perubahan urgensi rencana pembangunan TPA Regional yang awalnya dianggap menjadi solusi penting untuk membantu/kabupaten yang memiliki masalah persampahan.
Hal ini terjadi lantaran pembangunan TPA regional membutuhkan waktu yang lama, diperkirakan 2 hingga 3 tahun meliputi pembebasan lahan, pembangunan struktur, sosialisasi, hingga operasional. Pembangunan ini bisa menghabiskan anggaran mencapai triliunan.
Sementara Kota Tangerang Selatan saat ini sedang membangun fasilitas Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di TPA Cipeucang. Proyek ini ditargetkan beroperasi pada 2028 atau 2029. Dengan beroperasinya PSEL, permasalahan sampah Tangsel dianggap akan terselesaikan secara mandiri, sehingga menghilangkan kebutuhan akan TPA regional.
Selanjutnya Kabupaten Serang juga sedang dalam proses untuk mengidentifikasi dan membangun TPA sendiri, dengan opsi lokasi di daerah Anyer atau Mancak. Jika ini berhasil, maka Kabupaten Serang pun tidak lagi membutuhkan TPA regional.
"Dinamikanya itu, ada keinginan untuk membangun TPA regional, tetapi dengan proses yang ada di kabupaten kota, Jika Tangsel selesai dengan PSEL-nya, dan Kabupaten Serang berhasil membangun TPA sendiri, maka TPA regional bukan lagi menjadi solusi utama, bahkan mungkin kehilangan relevansinya," jelasnya.
Namun jika TPA regional tersebut jadi dibangun, kemungkinan besar akan dibuat semacam BUMD, BLUD atau hal lainnya. Lembaga tersebut dibuat tentunya untuk mengelola sampah agar dapat menghasilkan keuntungan bagi daerah."Mungkin akan ada badan lain yang akan mengelola itu, atau mungkin swasta yang akan mengelola itu, bisa jadi PSEL untuk membangkit listrik, atau RDF, sebenarnya potensinya ada," tuturnya.
Namun sayangnya, DLHK Provinsi Banten tidak bisa berbuat banyak lantaran anggaran yang terbatas, pihaknya hanya bisa memberikan usulan untuk pengelolaan sampah yang lebih baik.
"Kami ingin mendorong kabupaten kota itu diberikan penguatan dalam bentuk misalnya pembangunan IPAL-nya, kemudian penyediaan sarana pemrosesan di sana, seperti alat bulldozernya atau ekstravatornya, termasuk mungkin membangun plan RDF kecil yang kemudian bisa memberikan support sedikit," terangnya.
"Tapi kan kembali lagi, anggaran dan kebutuhan LH mungkin hanya bisa memberikan kajian tenis, tetapi secara finansial atau secara keuangan daerah, kita sendiri sama-sama sedang tahu kondisi keuangan daerah kita," tambahnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Banten, Musa Weliansyah mengatakan, bahwa Pemprov Banten memiliki peran penting dalam penyelesaian permasalahan sampah di daerah. Terlebih sampai saat ini banyak permasalahan sampah yang belum rampung, termasuk permasalah pembuangan sampah dari Kabupaten Serang ke Kabupaten Lebak tanpa izin, dan mendapat respon negatif dari masyarakat sekitar.
"Ingatkanlah, buanglah sampah ke lahan yang memang sesuai dengan tata ruang, sudah mengantongi izin resmi dan segala macam, termasuk izin lingkungan," katanya, kepada Tangerang Ekspres.
"Nah, itulah tugas Pemerintah Provinsi Banten, Gubernur, dan Wakil Gubernur melakukan koordinasi dengan daerah masing-masing. Jangan asal gitu kan. Artinya mereka punya kewajiban melakukan pembinaan juga ke kabupaten/kota, bagaimana tata kelola sampah yang baik, bagaimana menampung sampah supaya masyarakat tidak bergejolak," tambahnya.
Ia mengusulkan kepada Pemprov Banten agar pengelolaan sampah dilakukan oleh BUMD, dengan begitu BUMD dapat memberikan dampak ganda yang lebih positif bagi daerah, bukan hanya keuntungan tapi juga dalam hal penciptaan lapangan kerja.
"Logikanya, swasta ini bisa kok dia untung, bisnis, outcome-nya jelas dari pengelolaan sampah. Kenapa tidak BUMD mengelola sampah?," tuturnya.
Musa menyarankan agar Pemerintah Daerah melalui BUMD dapat melakukan studi tiru atau studi banding ke perusahaan-perusahaan swasta yang sudah berhasil mengelola sampah dan menghasilkan keuntungan.
Manfaat utama dari pengelolaan oleh BUMD, menurut Musa, adalah kemampuan untuk merekrut masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja. Hal ini dinilai efektif untuk mencegah potensi konflik di masyarakat.
"Kalau kita BUMD mengelola sampah, kemudian merekrut tenaga sekitar, masyarakat diberdayakan, saya kira tidak akan terjadi konflik. Masyarakat pun pasti mendukung," jelasnya. (mam)
Sumber: