Polemik Pasar Rau Belum Tuntas

Polemik Pasar Rau Belum Tuntas

Perwakilan Himpas menyampaikan aspirasi penolakan rencana pembongkaran Pasar Induk Rau kepada jajaran pemerintah dalam diskusi publik yang digelar Pokja Wartawan Kota Serang di Gedung Korpri, Senin (15/9). (ALDI ALPIAN INDRA/TANGERANG EKSPRES)--

“Kami ingin ada win solution. Peme­rintah kota juga harus men­dengar aspirasi pedagang. Un­tuk saat ini, menurut kami renovasi adalah pilihan ter­baik,” katanya menegaskan.

Ketua Satgas Percepatan Pembangunan dan Investasi Kota Serang, Wahyu Nurjamil, menegaskan bahwa pe­me­rintah belum menetapkan keputusan final. Menurutnya, kajian pem­bangunan Pasar Rau masih berjalan dan belum menyentuh detail teknis.

“Gini, dari tahun 2022 se­betul­nya kajian mengenai Pasar Rau sudah ada dari Bap­peda, baik dari sisi eko­nomi maupun lainnya. Yang kami lakukan sekarang adalah menindak­­lanjuti kajian itu. Nah, untuk Rau, kajian yang belum selesai adalah soal detail teknis pemba­ngunan: nilainya berapa, struk­turnya bagaimana, KAK-nya seperti apa, DED-nya seperti apa. Itu masih dalam proses,” jelasnya.

Wahyu juga menyoroti per­soalan legalitas kepemilikan yang menjadi dasar perde­batan. Sertifikat hak atas satuan rumah susun pedagang telah habis sejak Agustus 2023. “Seharusnya diperpanjang bersamaan de­ngan HGB, tapi saat itu per­panjangan HGB tidak diikuti perpanjangan sertifikat pe­­dagang,” ujarnya.

Terkait aspirasi pedagang, Wahyu menyebutkan semua kemungkinan masih terbuka. 

“Kalau memang maunya dike­lola Pemkot, kami tam­pung. Kalau maunya renovasi, nanti kita lihat hasil kajian teknis PUPR. Kalau struktur masih memungkinkan untuk reno­­vasi, ya kenapa tidak? Malah lebih murah. Tapi kalau secara teknis tidak memung­­­kinkan, perta­nyaannya siapa yang mau tanggung jawab kalau sampai terjadi masalah? Itu yang harus dipikirkan,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Kota Serang, Muham­mad Farhan Azis, menilai persoalan Pasar Rau tidak bisa dilihat semata dari sisi teknis. Ia menyebut ada tiga hal penting yang harus diper­hatikan pe­merintah kota.

“Pertama, harus ada komu­nikasi yang proaktif dan deli­­­be­ratif dengan pedagang. Ekse­kutif harus bisa melihat secara psikologis perasaan pedagang, supaya kebijakan yang dibuat lebih berempati,” katanya.

Kedua, lanjut Farhan, aspek legalitas antara pemerintah dengan pihak ketiga juga perlu diperjelas.

“Kami ingin peng­­akhiran perjanzian ini dila­kukan dengan kesepakatan kedua belah pihak, bukan se­pihak, supaya potensi ma­salah hukum bisa dimi­nimalisir,” tegasnya.

Ketiga, ia menyoroti rencana Pemkot yang berencana me­ngajukan pinjaman daerah untuk pembangunan pasar. Karena pihaknya sedang bahas KUA-PPAS, maka pinjaman itu harus masuk ke RPJMD dan turunannya KUA-PPAS. Pemkot wajib menyertakan dokumen pendukung, seperti kerangka acuan kerja. 

“Sampai sekarang surat resminya belum kami terima. Batas waktunya No­vember. Kalau lewat itu tidak masuk, ya aturan tidak bisa dilanggar,” jelas Farhan.

Ia menambahkan, DPRD dalam waktu dekat akan mem­bahas detail anggaran terkait Pasar Rau. Dan besok (hari ini,red) rencananya ada rapat Badan Anggaran DPRD mem­bahas detail anggarannya. OPD terkait sudah diundang, seperti Dinkop, BPKAD, PU, bahkan mungkin perwakilan BPN. 

“Ka­rena masalah Pasar Rau ini historis, hanya pejabat-pejabat senior di BPN yang benar-benar tahu riwayatnya sejak awal 2000-an,” ujarnya. (ald)

Sumber: