Polemik Pasar Rau Belum Tuntas

Polemik Pasar Rau Belum Tuntas

Perwakilan Himpas menyampaikan aspirasi penolakan rencana pembongkaran Pasar Induk Rau kepada jajaran pemerintah dalam diskusi publik yang digelar Pokja Wartawan Kota Serang di Gedung Korpri, Senin (15/9). (ALDI ALPIAN INDRA/TANGERANG EKSPRES)--

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Polemik rencana pembongkaran dan pem­ba­ngunan ulang Pasar Induk Rau (PIR) kembali menjadi perbin­cangan hangat. Sejumlah pihak menegaskan bahwa rencana tersebut belum memiliki ke­pas­tian, sementara para peda­gang menginginkan adanya renovasi ketimbang pem­bong­­karan total.

Isu tersebut men­­cuat dalam diskusi publik yang digelar Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS) di Gedung Kor­pri, Kota Serang, Senin (15/9).

Diskusi menghadirkan per­wakilan pedagang yang terga­­bung dalam Himpunan Peda­­gang Pasar Rau (Himpas), ja­jaran Pemerintah Kota Se­rang, serta DPRD Kota Serang. Forum ini menjadi ruang bagi peda­­gang menyuarakan aspirasi mereka sekaligus klarifikasi dari pemerintah terkait kajian teknis pem­bangunan ulang pasar yang hingga kini masih menuai pro dan kontra.

Wakil Ketua I Himpas, Fery Chaniago, menilai isu pem­bong­­­karan Pasar Rau tahun 2026 terlalu tergesa-gesa. Me­nurutnya, kajian teknis yang ada masih bersifat awal dan belum final.

“Belum ada keputusan. Tapi keputusan yang disampaikan di media sosial seakan-akan tahun 2026 itu harus di­bongkar. Padahal dari kajian itu sendiri belum ada hasil finalnya. Baru dinyatakan lewat hammer test, hasilnya 50 persen bisa digu­nakan dan 50 persen tidak. Artinya, kami ingin tahu, yang 50 persen itu yang mana,” ungkapnya.

Fery menjelaskan, secara fisik Pasar Rau sebenarnya dirancang untuk memiliki daya tahan hingga 70 tahun. Hal itu, kata­­nya, sejalan dengan sistem administrasi dan ketentuan hukum terkait hak guna ba­ngunan (HGB).

“Angka itu muncul karena berkaitan dengan sistem pe­­ng­­administrasian. Jadi, 20 tahun pertama pedagang diberikan hak berupa satuan rumah susun sesuai HGB sampai 2023, dan bisa diper­­panjang 30 tahun ke depan. Setelah itu, jika fisiknya masih layak, bisa diperpanjang lagi 20 tahun. Jadi PT Wijaya Karya membangun Rau itu bukan untuk 20 tahun, tapi untuk 70 tahun,” jelasnya.

Ia menambahkan, kondisi fisik pasar masih cukup me­madai. Masalah justru terletak pada aspek pengelolaan sejak beberapa tahun terakhir. 

“Kalau dari pedagang, sebe­narnya keinginan utamanya renovasi, bukan bongkar total. Kenapa renovasi? Karena sejak 2019 pengelolaannya mulai am­­­buradul. Padahal kalau dikelola dengan baik, Rau masih sangat mungkin di­perbaiki,” katanya.

Senada, Bendahara Himpas Aeng Khaeruzaman mene­gaskan bahwa mayoritas peda­gang menolak rencana pem­bongkaran. Menurutnya, kons­­­­truksi pasar masih sangat kokoh.

“Masalah utama ada di pe­ngelolaan. Manajemennya lemah dan tidak transparan. Jadi kalau berdasarkan hasil kesepakatan pedagang, kami menolak total pembongkaran, karena konstruksinya masih kuat,” ujarnya.

Aeng yang berlatar belakang teknik bahkan mencontohkan kekuatan bangunan pasar.

“Saya punya toko, waktu mau pasang paku beton ke din­dingnya, malah pakunya yang patah. Harus pakai bor. Jadi kalau ada bagian yang jebol, itu hanya sebagian kecil. Kalau direnovasi, diperbaiki, hasil­nya akan lebih bagus,” ucap­nya.

Ia berharap pemerintah dapat mencari solusi bersama. 

Sumber: