Menteri di Kabinet Kerja Jilid II, Ketum Partai Belum Dapat Kepastian

Menteri di Kabinet Kerja Jilid II, Ketum Partai Belum Dapat Kepastian

Tidak lama lagi Joko Widodo akan dilantik sebagai presiden hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Namun, sampai saat ini, para ketua umum (ketum) partai koalisi belum mendapatkan kepastian jatah menteri di Kabinet Kerja jilid II. Susunan menteri baru akan diumumkan usai pelantikan pada 20 Oktober mendatang. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, sejauh yang dia ketahui, sampai sekarang partainya belum mendapat kepastian berapa jatah menteri yang akan didapatkan partai beringin. “Soal kabinet itu hak prerogratif Pak Jokowi untuk menentukan komposisi dan figur yang dibutuhkan untuk bekerja sesuai dengan visi, misi dan program yang telah dirumuskan dalam nawacita jilid kedua,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (7/10). Menurut dia, Partai Golkar sangat percaya bahwa Jokowi memiliki penilaian yang sangat objektif untuk memilih mana figur yang tepat dalam membantunya dalam mengisi portofolio kabinet yang dibutuhkan. Anggota DPR itu menerangkan, Presiden Jokowi tentu mengetahui mana figur-figur yang memiliki kompetensi, intergritas, kemampuan manajerial dan bertindak cepat dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang perlu diambil keputusannya. Jika Presiden Jokowi meminta kepada Partai Golkar untuk mengisi portofolio kabinet yang dibutuhkan sesuai dengan bidangnya, tentu pihaknya memiliki kader-kader untuk mengisinya. “Nama-nama tersebut sudah ada di kantong Ketua Umum Partai Golkar, Pak Airlangga Hartarto,” terang Ace. Hal serupa juga disampaikan Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya. Menurut dia, partainya masih menunggu siapa saja kader Nasdem yang akan dipilih menjadi pembantu presiden. Apakah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh belum mendapat kepastian dari Jokowi? Willy enggan menjawab. Yang pasti, ucap dia, penentuan menteri merupakan hak penuh presiden. Partainya menyerahkan sepenuhnya kepada sang presiden. Menurut dia, saat ini presiden mungkin masih menyusun nomenklatur kementerian yang dibutuhkan. Setelah itu baru menetapkan sosok menteri. Anggota DPR dari Dapil Jatim XI itu menyatakan, susunan menteri akan diumumkan setelah pelantikan pada 20 Oktober mendatang. “Pelantikan dulu, baru pengumuman menteri,” terang alumunus Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta itu. Wasekjen PPP Achmad Baidowi juga memastikan bahwa partainya belum mendapatkan kepastian dari presiden. “Belum, karena itu hak prerogatif Jokowi selaku presiden terpilih,” terang dia. Sementara itu, PKB enggan berkomentar terkait jatah menteri. Sekjen PKB M Hasanudin Wahid tidak bersedia menjawab soal kepastian menteri. Padahal, sebelumnya PKB adalah partai yang paling aktif meminta posisi di kabinet Jokowi. Partai itu juga sudah menyodorkan banyak nama untuk dipilih Jokowi. Saat ini, para petinggi partai menjaga diri untuk tidak banyak bicara soal jatah menteri, karena mereka khawatir, partainya malah tidak dapat apa-apa. “Salah ngomong, bisa-bisa hanya dapat satu menteri. Repot kita,” tutur salah satu senior partai kepada Jawa Pos kemarin. Dia menegaskan bahwa sampai sekarang belum ada ketum partai yang mendapat kepastian dari Jokowi. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, penyusunan kabinet masih menunggu situasi kondusif. Saat ini, Jokowi sedang pusing. “Maju kena, mundur kena,” terang dia. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bagai makan buah simalakama. Dia bingung apakah akan mengeluarkan Perppu KPK atau tidak. Jika perppu dikeluarkan, maka partai-partai koalisi akan marah. Namun, kalau perppu tidak dikeluarkan, Jokowi akan berhadapan dengan kehendak rakyat. Jadi, lanjut dia, Jokowi sekarang terbelenggu dengan wacana Perppu. Menurut dia, Perppu KPK akan mengancam partai. Jika perppu dikeluarkan, KPK bisa menyasar mereka. “Karena kita tahu, berapa ketum partai yang ditangkap KPK,” terang Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu. Kepala pusat penelitian politik LIPI Syamsuddin Haris menjelaskan, ada beberapa kementerian yang ke depan sebaiknya tidak lagi di pegang oleh kader parpol. Tiga di antaranya adalah Kementerian hukum dan HAM, Kemendagri, dan Jaksa Agung. ’’Jaksa Agung itu pejabat setingkat menteri, sebaiknya tidak diisi orang partai politik,’’ tuturnya. Tiga posisi itu tergolong strategis di kabinet, dan berkaitan dengan bidang polhukam. ’’Kalau dipegang oleh partai, tentu akan muncul loyalitas ganda. Loyalitas pada partai di satu pihak dan kepada presiden di pihak lain,’’ tambahnya. Terpisah, Tenaga Ahli Utama bidang Polhukam Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro membantah presiden banyak tersandera kepentingan politik dalam menyusun kabinet. Menurutnya, presiden memiliki hak prerogatif dalam memilih pembantunya. Baik dari unsur partai maupun profesional. “Presiden punya kebebasan dan hak yang sangat kuat untuk menyusun kabinet,” kata mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu, kemarin (7/10). Namun soal sejauh mana penyusunan sudah dilakukan Jokowi, Juri mengaku belum mengetahui secara detail. Sebab, hanya presiden sendiri yang mengetahui kebutuhannya. Hal yang sama disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Saat dikonfirmasi, politisi PDIP itu hanya menjawab singkat. “Ya itu hak prerogatif presiden,” imbuhnya. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan tidak akan mengumumkan kabinet buru-buru. Dirinya baru akan menyampaikan setelah resmi menjadi presiden periode 2019-2024. “Dilantik aja belum. Nanti kalau sudah pelantikan kita bicara soal kabinet,” ujarnya Rabu (2/10) lalu. Sementara itu, belum lama ini, satu nama yang santer dikabarkan akan mengisi pos menteri yakni Chatib Basri. Namanya diisukan akan mengisi pos Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati yang diisukan mengisi pos Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Jabatan Menteri Keuangan sebenarnya bukan posisi baru bagi Dede (sapaan Chatib Basri). Pria berkepala plontos itu dulunya sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 21 Mei 2013 hingga 20 Oktober 2014. Menanggapi hal itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, perombakan nama memang dianggap perlu dilakukan pada pos menteri-menteri ekonomi. ‘'Kalau menurut saya, semuanya punya kapasitas bagus untuk jadi menteri. Apalagi kalau pak Dede kan sebelumnya sudah punya track record menjadi menteri keuangan. Saya tidak meragukan kapasitasnya,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (7/10). (jpg)

Sumber: