KPK Lakukan Penggeledahan Terkait Kasus SPAM Kemen PUPR, Dua Kontraktor Masuk Daftar Hitam

KPK Lakukan Penggeledahan Terkait Kasus SPAM Kemen PUPR, Dua Kontraktor Masuk Daftar Hitam

JAKARTA - Kementrian PUPR tengah mengkaji opsi untuk memutuskan kerjasama dengan dua perusahaan penyuap yakni PT Wijaya Kusuma Emindo dan PT. Tashida Sejahtera Perkasa. Langkah ini dilakukan sebagai tindaklanjut dari desakan sejumlah elemen pasca operasi tangkap tangan di Satker Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis dan Satker Tanggap Darurat Permukiman. Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja meyakinkan langkah-langkah tegas telah ditempuh. "PUPR sedang mengkaji para pejabat pada kedua Satker untuk memastikan penyelesaian tugas-tugas pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di bidang air minum tetap terlaksana. Termasuk mem-blacklist dua kontaktor itu," terang Endra, kemarin (3/1). PUPR, sambung dia, berjanji untuk bersikap kooperatif dengan penegak hukum KPK dengan membantu memberikan data dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi status, proses dan progres kegiatan empat proyek yang dikorupsi, yakni SPAM Umbulan-3 Pasuruan, Toba 1, Lampung, Katulampa, serta Palu, Sigi dan Donggala. "Penggeledahan terus berjalan. Bahkan hari ini juga berlanjut. Kami akan kooperatif, kami sangat menghargai kerja KPK," terangan kemarin (2/1). Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi terkait kasus dugaan suap proyek SPAM Kementerian PUPR. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, penggeledahan dilakukan di tiga lokasi berbeda. Yaitu di kediaman tersangka sekaligus Direktur Utama PT WKE Budi Suharto, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo. Dari penggeledahan tersebut, tim penyidik mengamankan sejumlah dokumen terkait dengan proyek SPAM di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, tim juga menyita uang senilai Rp800 juta dan alat bukti elektronik berupa CCTV di Kantor SPAM. "Jadi cukup banyak proyek air minum yang dikerjakan PT WKE ataupun TSP di berbagai daerah yang kami identifikasi nilai proyeknya totalnya lebih dari Rp400 miliar," ujarnya. Febri menjelaskan, tindakan ini sebagai lanjutan dari proses penggeledahan yang dilakukan di Kantor SPAM dan Kantor PT WKE pada 31 Desember 2018 hingga 1 Januari 2019 kemarin. Dalam penggeledahan itu, KPK berhasil mengamankan sejumlah dokumen, sebuah laptop dan dua buah CPU. "Informasi lebih lanjut belum bisa kami sampaikan karena tim masih di lokasi saat ini," tukas Febri. Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menduga, kasus dugaan suap proyek SPAM Kementerian PUPR terjadi secara sistematis. Kasus tersebut, menurutnya, juga sangat mengganggu kepentingan masyarakat akan air bersih. "Ketersediaan air minum adalah kebutuhan dasar yang semestinya diperhatikan dan diawasi secara maksimal," tuturnya. Dirinya menambahkan, semestinya pemerintah melakukan pengawasan lebih ketat terhadap penbangunan infrastruktur. Apalagi, dalam tahap pengalokasian dananya. "Jangan sampai disalahgnakan oleh pejabat-pejabat di Kementerian PUPR," timpalnya. Seperti diketahui, KPK resmi menetapkan delapan tersangka terkait kasus dugaan suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian PUPR. Penetapan tersangka tersebut merupakan tindakan lanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah lokasi di Jakarta pada 28 Desember 2018. Dalam OTT itu, KPK berhasil mengamankan total 21 orang. Keempat tersangka yang diduga berperan sebagai pemberi suap masing-masing Direktur Utama PT Wijaya Kesuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, serta dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Irene Irma dan Yuliana Enganita Dibyo. Sisanya, tersangka yang diduga berperan sebagai penerima suap yakni Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Naho Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin. Atas perbuatannya, Budi, Lily, Irene, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara, Anggiat, Meina, Teuku dan Donny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(FIN)

Sumber: