Remisi Susrama Bisa Dibatalkan

Senin 04-02-2019,04:50 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SURABAYA-- Keputusan presiden (keppres) yang memberikan ampunan kepada I Nyoman Susrama, otak pembunuhan wartawan Jawa Pos Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, bukan keputusan final. Jika ada kekeliruan, keppres tersebut bisa direvisi. Bahkan, hukuman penjara seumur hidup Susrama bisa dikembalikan. Penegasan tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara silaturahmi dan audiensi dengan awak redaksi Jawa Pos di Graha Pena Surabaya kemarin. Jokowi mengaku sudah memerintah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly untuk meneliti ulang remisi Susrama. "Ini masih dalam kajian kembali. Lima hari lalu saya sudah perintahkan Menkum HAM," tegas Jokowi. Dia mengatakan, saat ini Kemenkum HAM bersama pihak lapas tengah mendalami masalah tersebut. Dari hasil kajian ulang itu, kata Jokowi, sangat mungkin hukuman terhadap Susrama dikembalikan. Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga memerintahkan agar remisi segera dibatalkan jika memang memungkinkan. Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan Keppres 29/2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara. Dalam keppres tersebut, nama Susrama termasuk salah seorang yang diampuni. Hukumannya diubah dari penjara seumur hidup menjadi pidana sementara (20 tahun). Keputusan tersebut memancing reaksi keras dari para pegiat pers di tanah air. Mereka mendesak Jokowi membatalkan remisi tersebut. Sementara itu, keputusan Jokowi mengkaji ulang remisi Susrama mendapat respons positif dari Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan. Dia menegaskan, pembunuhan terhadap Prabangsa merupakan ancaman bagi kebebasan pers. Sebab, Prabangsa dibunuh secara sadis karena karya jurnalistiknya. Jokowi sebagai pemegang puncak kekuasaan, kata Abdul, harus melakukan koreksi secara internal. Memang, remisi merupakan hak narapidana. Namun, pemerintah harus memikirkan dampak dari keluarnya remisi. Sebab, hukum harus memberikan rasa adil bagi rakyat. Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kemenkum HAM Sri Puguh Budi Utami, mendatangi Kantor Wilayah Hukum dan HAM Bali. Puguh menyatakan bahwa tuntutan masyarakat agar remisi Susrama dicabut akan dikaji ulang. "Saya datang ke sini (Bali) juga atas perintah Pak Menteri (hukum dan HAM) langsung, agar masalah ini segera diselesaikan," ujar Puguh di hadapan anggota Solidaritas Jurnalis Bali (SJB). Dalam pertemuan 50 menit itu, Puguh menyebut bahwa peluang pencabutan remisi Susrama masih sangat terbuka. Syaratnya, SJB membuat surat keberatan yang ditujukan kepada Jokowi, ditembuskan kepada Kemenkum HAM, Dirjen Pas, serta Kakanwil Hukum dan HAM Bali. Surat keberatan itulah yang akan dijadikan salah satu dasar untuk melakukan kajian ulang. Puguh menambahkan, aturan lain yang bisa dijadikan dasar kajian ulang remisi adalah UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. UU itu memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan atas keputusan pemerintah. Terkait munculnya nama Susrama di antara 115 nama yang men­dapat remisi, Puguh mengakui bahwa Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum HAM tidak melakukan profiling atau melihat profil satu per satu narapidana (napi). Sebab, di Indonesia ada 179 ribu napi yang ingin mendapat remisi. Puguh mengakui, pihaknya kurang cermat melihat profil napi. Yang luput dari perhatian Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), Susrama adalah dalang pembunuh Prabangsa, jurnalis yang sedang melakukan tugasnya. Bahkan, kasus pembunuhan Prabangsa menjadi perhatian publik. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Maklum, dari delapan kasus pembunuhan wartawan di Indonesia, hanya kasus Prabangsa yang terungkap. "Jadi, kealpaan kami di pusat tidak melakukan profiling satu per satu napi (yang mengajukan remisi, Red)," tuturnya. Ditanya soal peluang kajian pencabutan remisi Susrama, Puguh mengaku tidak berani memastikan. Yang terpenting, kata dia, harus ada surat keberatan dari kelompok masyarakat dengan alasan pembatalan remisi yang bisa diterima. Surat keberatan dan masifnya tuntutan masyarakat, terutama insan pers seluruh Indonesia, bisa dijadikan dasar Kemenkum HAM mengusulkan kepada presiden untuk mencabut remisi. Meski demikian, dia mengatakan bahwa secara prosedur, pemberian remisi Susrama sudah benar. Khusus syarat harus ada tanggapan keluarga korban sebelum mengajukan remisi, Puguh menyatakan bahwa syarat itu sudah dicabut. Alasannya, tidak ada keluarga korban yang mau memaafkan pelaku. Jika syarat itu tidak dicabut, remisi tidak akan pernah jalan.(jp)

Tags :
Kategori :

Terkait