Menuju Pemilu 5 Kotak, Penyelenggara Harus Hati-hati

Menuju Pemilu 5 Kotak, Penyelenggara Harus Hati-hati

JAKARTA - Biro Humas MPR RI bekerjasama dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen menggelar diskusi 4 Pilar MPR RI. Kali ini tema yang dibahas dalam diskusi adalah "Menuju Pemilu 5 Kotak". Acara tersebut berlangsung di Media Center MPR, DPR, DPD RI, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Senin (27/8). Dua orang narasumber dihadirkan untuk membahas tema tersebut, yaitu Anggota Fraksi Partai Golkar MPR yang juga Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sebagai pembicara pertama, Zainudin Amali mengingatkan, para penyelenggara Pemilu serentak 2019, harus bersikap ekstra hati-hati. Karena pemilihan umum yang akan berlangsung pada 17 April 2019 itu adalah pemilu lima kotak pertama di Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia belum pernah memiliki pengalaman mengelola pemilihan Presiden, DPD, DPR, DPRD I dan DPRD II secara bersamaan. Sikap kehati-hatian itu kata Zainudin sangat penting untuk menghindari ada kegagalan. Karena satu kegagalan dalam pelaksanaan pemilu akan menyebabkan kegagalan-kegagalan lain. Untuk itu penyelenggara pemilu harus menyiapkan segala sesuatunya dengan cermat dan penuh kehatian-hatian. “Dari dua simulasi yang sudah dilakukan di Bogor dan Tangerang, waktu yang disyaratkan oleh UU, yaitu selama satu hari tidak bisa dipenuhi. Ini patut menjadi perhatian, KPU harus segera menemukan jalan keluar soal tafsir pelaksanaan pemilu yang memiliki batas waktu selama satu hari,” kata Zainudin menambahkan. Selain menyoal tentang waktu, KPU juga masih memiliki pekerjaan rumah tentang peraturan turunan dari UU 7/2017. Baik yang berbentuk PKPU maupun Peraturan Bawaslu. Misalnya saja soal putusan MK tentang DPD. Dan PKPU tentang larangan pencalegan koruptor. Pernyataan serupa disampaikan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Menurutnya, peluang munculnya perselisihan soal pemilu akan muncul setelah diketahui siapa pemenangnya. Karena itu, sejak dini KPU meminta kepada Komisi II DPR untuk duduk bersama, membahasa berbagai persoalan yang mungkin akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. “UU mensyaratkan peserta pemilu yang sah itu adalah mereka yang sudah memiliki KTP-el. Tetapi di daerah Papua dan Papua Barat, masih banyak masyarakat yang belum memiliki KTP-el. Jadi saat ini di depan mata sudah ada dua persoalan yang harus segera dipecahkan. Pertama soal waktu bagi pelaksanaan pemilu, dan kedua soal KTP-el,” terang Wahyu. (rmol)

Sumber: