Larangan Bercadar, Ramai Kritik Didukung Kemenag
JAKARTA-Pelarangan penggunaan cadar bagi mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mendapat banyak kritikan. Mulai dari politisi senayan hingga aktivis pergerakan. Sebaliknya, kendati banyak yang menyela, Kemeterian Agama (Kemenag) mendukung kebijakan itu. Sikap kritis terkait larangan menggunakan cadar salah satunya datang dari Anggota DPR asal DIY, Sukamta. Menurutnya, Perguruan Tinggi sebagai lembaga akademis perlu mengedepankan sikap yang bijak dan dialogis, bukan cara-cara arogan. Apalagi soal keyakinan beragama dijamin oleh UUD 1945 dan menjadi bagian paling dasar dalam Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, politikus PKS ini berharap aturan tersebut tidak menjadi polemik berpanjangan di tahun politik. "Saya kira akan baik jika rektor bisa mencabut segera pelarangan tersebut. Sudah banyak pihak menanggapi dan menganggap pelarangan itu tidak bijak," kata Sukamta kepada jpnn.com, Kamis (8/3). Politikus yang juga sekretaris fraksi PKS DPR ini berharap penggunaan cadar jangan dikaitkan dengan radikalisme, karena ini lebih terkait perbedaan pandangan fiqih dalam berbusana bagi muslimah sesuai syariat Islam. "Saya kira yang terpenting dikembangkan saling menghormati perbedaan, termasuk di dalamnya menjauhi sikap eksklusif. Ini tentu berlaku bagi pemeluk agama apa pun" ujar anggota Komisi I ini. Dia berharap peristiwa pelarangan seperti ini tidak terulang lagi di kampus mana pun. Sebab, orang yang mau taat beragama seharusnya mendapat apresiasi karena hal ini mendukung pengembangan moral agama dan pendidikan yang berkarakter. Kritikan juga datang dari Persaudaraan Alumni 212. Mereka buka suara terkait kebijakan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang melarang mahasiswinya bercadar. Humas Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin mengatakan, apa yang dilakukan UIN itu telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dan Pancasila serta syariat Islam. “Seharusnya UIN bisa memberikan contoh tentang kebebasan beragama yang selama ini menjadi jargonnya,” kata Novel saat dikonfirmasi, Selasa (6/3). Kebebasan beragama kata dia, jangan sampai sepaham dengan sekularisme, pluralisme dan liberalisme (spilis) yang menjadi pembodohan atas agama. Hal itu, kata Novel telah diharamkan oleh MUI pada 2005 dengan ketetapan nomor 7. “Spilis haram dan itulah dampak dari menentang syariat dan Fatwa MUI yang memang ingin mengikis pelan-pelan syariat Islam,” imbuh dia. Langkah selanjutnya, Alumni 212 akan berupaya agar pelarangan ini segera dicabut. “Karena ini sangat bertentangan dengan syariat Islam sendiri dan juga Pancasila dan HAM,” tandas dia. Di lain pihak, kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta Yudian Wahyudi melarang mahasiswi bercadar mendapat dukungan dari Kementerian Agama (Kemenag). "Saya kira bukan karena cadarnya. Sebab, tidak ada alasan syar‘i yang melarang seseorang pakai cadar. Pertimbangannya mungkin sosiologis, ideologis, dan proses belajar mengajar," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin, Selasa (6/3). Dia menambahkan, mahasiswi bercadar dikhawatirkan membuat pergaulan menjadi eksklusif. Demikian juga dengan pikiran dan perilaku keagamaannya. “Mungkin juga dengan bercadar dikhawatirkan berdampak tidak efektif dalam proses belajar mengajar sehingga pihak universitas merasa perlu memberi treatment khusus dengan pembinaan," beber Amin. Dia menegaskan, pihaknya mendukung pembinaan yang dilakukan UIN Sunan Kalijaga. "Kemenag akan mengawasi UIN Sunan Kalijaga dan kampus lain yang barangkali juga memberlakukan pembinaan serupa. Kami minta kampus memberi pembinaan searif mungkin," ucap Amin. Di sisi lain, Amin mengaku akan melihat alasan di balik kemungkinan UIN Sunan Kalijaga mengeluarkan mahasiswi bercadar. Sebelum diambil kebijakan mengeluarkan mahasiswa bercadar akan ditelisik lagi apa alasan mahasiswinya enggak mau ikut aturan kampus," tegas Amin. (jpc/esa)
Sumber: