Proyek Simpang Sebidang Titan Arum Disegel Pemilik Lahan

Proyek Simpang Sebidang Titan Arum Disegel Pemilik Lahan

DISEGEL: Papan segel terpasang di lokasi proyek pelebaran jalan Simpang Legok–Titan Arum, Kota Serang, Rabu (10/9). (ALDI ALPIAN INDRA/TANGERANG EKSPRES)--

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Polemik pem­ba­ngunan simpang sebidang Legok–Titan Arum, Kota Serang, kian memanas. Proyek pelebaran jalan yang semula ditujukan untuk me­ngurai kemacetan di kawasan ter­sebut mendadak terhenti setelah disegel oleh pihak pemilik lahan, yakni PT Surya Jaya Graha Pratama.

Penyegelan dilakukan dengan memasang plang besar bertuliskan segel yang turut mencantumkan nama kuasa hukum mereka, An­soor Legal Consultant.

Tindakan itu sontak mengejutkan publik, sebab pembangunan jalan sudah mencapai progres sekitar 80 persen. Sejumlah pekerja pun terpaksa menghentikan aktivitas­nya karena khawatir terjerat per­soalan hukum.

Situasi di lapangan menjadi sorotan, lantaran pe­nyegelan dianggap mengancam keberlangsungan proyek strategis yang dinilai penting bagi kelan­caran lalu lintas Kota Serang.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Serang, Iwan Sunardi, men­jelaskan bahwa pihaknya hanya mengurus persoalan teknis pem­bangunan. Sementara aspek ad­ministrasi, seperti izin, fasus, dan fasum, berada di bawah kewe­nangan instansi lain.

Menurut Iwan, sejak awal komunikasi dengan pemilik lahan sudah dilakukan. Bah­kan, sebelum pembangunan dimulai, telah ada koordinasi di tingkat kecamatan yang dihadiri perwakilan DPRD serta tokoh masyarakat. Ka­rena itu, ia mempertanyakan mengapa penolakan baru muncul ketika proyek hampir selesai.

“Persoalan teknis memang kami tangani, tetapi aspek administrasi ada di kecamatan dan instansi lain. Awalnya komunikasi dengan pemilik berjalan baik, tapi setelah progres mencapai 80 persen, justru muncul penolakan dan penyegelan,” ujar Iwan, saat dikonfirmasi oleh Tangerang Ekspres, Rabu (10/9).

Ia menegaskan, proyek pele­baran simpang sebidang ini bukan bagian dari pem­bebasan lahan melalui APBD. Pembangunan dibiayai oleh perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Karena itu, sejak awal tidak pernah ada pembahasan mengenai ganti rugi kepada pemilik lahan.

“Sejak awal tidak ada komu­nikasi mengenai ganti rugi. Ini murni CSR. Permintaan mereka sekarang adalah mu­syawarah melalui kuasa hu­kum, bukan soal kompen­sasi,” tambahnya.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Serang, Arif Rahman Hakim, menambahkan pihaknya kini tengah menelusuri dokumen-dokumen perizinan terkait proyek tersebut. Beberapa dokumen sudah ditemukan, namun masih ada yang belum lengkap.

“Yang paling penting adalah dokumen site plan (seklen). Itu menjadi dasar apakah pem­bangunan ini sudah sah atau tidak. Kami masih men­cari kelengkapan dokumen ini, dan setelah terkumpul akan dibawa ke rapat koor­dinasi,” jelas Arih.

Ia menegaskan bahwa setiap pembangunan di wilayah Kota Serang wajib memiliki dasar hukum yang jelas melalui do­ku­men resmi. Hal ini pen­ting untuk menghindari seng­keta seperti yang terjadi saat ini.

Menanggapi penyegelan tersebut, Wali Kota Serang Budi Rustandi menegaskan bahwa berdasarkan data dari DPMPTSP, fasus dan fasum proyek simpang Legok–Titan Arum sudah sesuai dan ter­daftar secara resmi. Ia me­nyebutkan, untuk mencari jalan keluar, pemerintah akan menggelar audiensi dengan kuasa hukum pemilik lahan.

“Menurut data yang kami miliki, fasus dan fasumnya sudah terdaftar dengan benar. Karena itu, kami akan duduk bersama dengan pihak pe­ngacara untuk membuktikan data tersebut," singkat Budi.

Sumber: