Nilai Tinggi Tak Bisa Masuk SMP Negeri
TANGERANG—Penerimaan siswa baru tingkat SMP meninggalkan persoalan. Banyaknya lulusan SD yang tidak bisa masuk SMP negeri. Hanya gara-gara rumahnya jauh dari sekolah dan umur kurang beberapa bulan. Padahal nilai hasil ujian nasional (SKHUN) cukup tinggi. Sementara, SMP negeri keberadaannya tidak merata. Tidak semua kecamatan ada SMP negerinya. Orangtua pun protes. Khususnya dari orangtua yang anaknya mengantongi surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN) dengan nilai cukup tinggi. Sebab putra-putri mereka yang memiliki prestasi akademik ini, tidak dapat mengenyam sekolah yang dikelola pemkot. Sistem zonasi dinilai sangat memberatkan pelajar yang di wilayahnya tidak terdapat SMP negeri. Karena sistem zonasi menganut azas nilai kewilayahan. Bagi siswa yang rumahnya berada satu RT dengan sekolah, mendapat point 5. Satu RW poin 4, satu kelurahan nilai 3 dan satu kecamatan mendapat angka 2. Sistem ini, memprioritas siswa yang dekat dengan gedung SMP negeri. Sehingga aturan zonasi memperkecil kesempatan bagi siswa cerdas yang di area kelurahannya tidak terdapat sekolah negeri. Keluhan warga tentang penerimaan siswa yang tidak adil, akhirnya menggugah DPRD Kota Tangerang untuk memanggil para pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Tangerang. Anggota dewan sependapat, penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) belum bisa diterapkan di Kota Tangerang. “Sesuai hasil hearing kami tadi, akhirnya dinas pendidikan dan kebudayaan sepakat untuk merumuskan jalan keluar terkait penerimaan siswa baru SMP negeri tahun ini,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Dedi Candra Wijaya, Senin (10/7), usai rapat dengar pendapat lintas komisi bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang. Ia menjelaskan, minimnya ketersediaan gedung sekolah dan ruang belajar merupakan faktor utama belum siapnya Kota Tangerang menerapkan aturan Permendikbud tentang aturan zonasi untuk siswa baru. Apalagi dalam aturan tersebut disebutkan, bila dalam satu rombongan belajar (rombel) atau satu kelas, hanya boleh diisi oleh 32 murid. Diketahui, tahun ini terdapat lebih dari 32 ribu lulusan SD di Kota Tangerang. Sedangkan 32 gedung SMP negeri yang ada, hanya mampu menampung sekitar 11 ribu siswa. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dari sebelum dikeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penambahan Rombongan Belajar (rombel). Sebelum dikeluarkannya surat edaran, gedung SMP negeri hanya mampu menampung sekitar 9.800 siswa. Isi surat edaran tersebut menyebutkan, bila satu rombel boleh diisi oleh 36 siswa. Jadi terdapat penambahan 4 siswa tiap kelasnya. Namun DPRD menilai, pemkot tidak perlu harus berpatokan pada aturan mendikbud. “Bila memungkinkan, sah-sah saja dalam satu kelas diisi 40 siswa atau bahkan lebih,” tutur Dedi. Itu dimaksudkan supaya bisa mengakomodir kepentingan masyarakat. Terutama bagi siswa berprestasi akademik. “Besok (Rabu-red), kami akan memanggil seluruh kepala sekolah untuk mendata ulang rombel dan kapasitasnya agar bisa menampung siswa yang meraih SKHUN tinggi,” kata Dedi. Menurutnya, DPRD akan mengedepankan kebutuhan masyarakat ketimbang harus berpatokan pada aturan pusat. “Kalau memang belum mampu, untuk apa terlalu memaksakan aturan pusat,” ujarnya. Ia juga menyesalkan, atas keputusan sepihak yang diambil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Yaitu dengan mengikuti Permendikbud tanpa konsultasi dengan anggota DPRD di Komisi II yang membidangi persoalan pendidikan. “Sekarang saat pelaksanaan PPDB kisruh dan banyak menuai kecaman dari warga, kami juga yang repot. Sebab tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan nasib pendidikan anaknya kepada kami,” kata Dedi. Belum siapnya pelaksanaan PPDB sistem zonasi juga disampaikan anggota Komisi IV DPRD Kota Tangerang Anggiat Sitohang. Sebab ada siswa di daerah pemilihannya yang nasib pendidikannya terkatung-katung. “Dia (murid itu-red) bahkan tidak dapat login untuk regsitrasi. Meski sudah memasukkan NIK dan PIN saat daftar online,” ungkap Anggiat. Ia meminta kepada pemkot, untuk menyediakan jumlah gedung sekolah yang memadai sebelum memberlakukan kembali sistem zonasi. “Kasihan nasib ribuan pelajar SMP. Mereka tidak dapat menikmati fasilitas pendidikan yang dibangun pemkot. Meski bangunan sekolah negeri itu berada di dalam satu kecamatan di tempat mereka berdomisili,” ujar Anggiat. Penolakan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru juga datang dari Kabupaten Tangerang. Bupati Tangerang melayangkan surat keberatan terkait aturan Kemendikbud yang membuat sistem zonasi. Zaki mengatakan, dia telah mengirim surat Senin (10/7) dan meminta agar Kemendikbud meninjau ulang aturan PPDB tersebut. “Kami berharap dua sampai tiga hari ini sudah menerima jawabannya," ujarnya. Menurut Zaki, peraturan PPDB melalui zonasi menjadi persoalan dan keluhan warga. Salah satunya dianggap membatasi calon siswa memilih sekolah negeri pilihan mereka. Banyaknya persoalan yang timbul pada aturan PPDB saat ini membuat Pemkab Tangerang tidak berani membuat kebijakan baru yang dikhawatirkan akan menambah persoalan baru. “Untuk itu kami segera minta jawabannya. Karena apabila kita ambil terobosan yang lain pun akan terjadi keributan berikutnya. Karena rasio anak kelulusan SD untuk ditampung di SMP masih sangat jomplang perbedaannya," terangnya. Selain meminta Kemendikbud meninjau ulang aturan zonasi, Pemkab Tangerang juga meminta kejelasan terkait aturan rombongan belajar yang ditetapkan 32 siswa setiap rombelnya. Menurut Zaki, hal tersebut berbenturan dengan penyusunan RPJMD yang telah dibuat Pemkab Tangerang bahwa tiap rombel berjumlah 38 siswa. Kemudian pihaknya meminta untuk dapat membagi proses belajar mengajar menjadi dua shif. "Tidak mungkin kita melayani kebutuhan SMP negeri ini kalau tidak dengan dua shif. Itupun jika memungkinkan," bebernya. Zaki mengaku sampai saat ini pihaknya masih tetap menjalankan Peraturan Kemendikbud dan akan menunggu sampai surat keberatan dijawab oleh Kemendikbud. "Untuk sementara kita tetap mengikuti Permendikbud (melaksanakan PPDB zonasi-red). Tapi kita minta peninjauan kembali," ujarnya. Zaki berharap aturan pembagian zonasi PPDB yang saat ini diterapkan dapat dikembalikan seperti tahun lalu. Di mana pelaksanaan PPDB lebih berjalan fleksibel dan dapat diakses oleh seluruh calon siswa. "Yang terbaik seperti dulu saja. Dari nilai tertinggi, di sana kita bisa lihat dan kita bisa programkan terus ke depan sekolah-sekolah unggulannya," jelasnya. Menurut Zaki, jika surat keberatan diterima oleh Kemendikbud, pihaknya akan memperpanjang waktu penutupan PPDB dan menggunakan kebijakan lama. “Tanggal 12 Juli penutupan. Kalau ada perubahan (surat jawaban diterima-red) tinggal kita perpanjang (waktu pelaksanaan PPDB-red)," jelasnya. (tam/mg-14/bha)
Sumber: