Salah Memahami Hasil Rapid Test, Warga Langsung Vonis Korban Covid-19

Salah Memahami Hasil Rapid Test, Warga Langsung Vonis Korban Covid-19

TIGARAKSA -- Rapid test bukan diagnostik, tetapi sebagai seleksi atau pilah antara yang berpotensi maupun yang tidak berpotensi terinfeksi Covid-19 karena ada keluhan klinis, resiko terpapar, sehingga tidak semua orang perlu diperiksa rapid test. Demikian hal tersebut dilontarkan dr Hendra Tarmidzi, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Tangerang, Kamis (28/5). "Dengan begitu, walau bukan diagnostik, pemeriksaan ini membantu dalam memutus mata rantai penularan Covid-19," kata pria yang akrab disapa Hendra ini, kepada Tangerang Ekspres, melalui keterangan tertulisnya. Jadi kata Hendra, pemeriksaan diagnostik untuk Covid19 adalah Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) melalui usapan tenggorok atau biasa disebut swab. Disampaikan Hendra, hasil positif pada rapid test tidak serta-merta memastikan bahwa seseorang sebagai penderita Covid19, karena mesti diikuti dengan pemeriksan RT-PCR. Ini penting untuk menghindari pemikiran buruk ditengah masyarakat kepada orang yang rapid test positif. Kemudian juga, hasil negatif pada rapid test bukan berarti bebas Covid19. Harus diulang kembali setelah 10 hari. Setelah itu, bila negatif, maka bebas Covid19. Sedangkan bila positif, maka harus diikuti pemeriksaan RT-PCR. Penting untuk diketahui kata Hendra, orang yang positif maupun yang negatif rapid test tetap harus mengikuti prosedur isolasi atau karantina diri, karena yang diperiksa adalah hanya mereka yang dianggap ada keterkaitan dengan orang positif Covid-19. Dengan demikian, rapid test hanya dilakukan kepada orang yang beresiko tertular Covid-19. Yakni orang yanf pernah berkontak langsung dengan orang sakit Covid-19, pernah berada di negara, daerah transmisi, penularan lokal, dan memiliki gejala demam atau gangguan sistem pernapasan. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu melakukan tes cepat, jika dalam keadaan sehat dan tidak ada kontak langsung dengan pasien corona covid-19. Jadi, tidak semua orang perlu menjalani rapid test. Untuk mengikuti rapid test ada kriteria. Pria yang juga sebagai Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang ini menjelaskan, ada tiga kategori yang harus menjalani rapid test, yakni Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Status tersebut akan di tentukan oleh petugas kesehatan. Hendra memaparkan, satus OTG diberikan kepada masyarakat yang tidak menunjukan gejala tetapi pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Bisa saja, orang itu tidak mengalami, atau merasakan gejala tertentu dan merasa sehat. Namun, karena orang itu tahu telah melakukan kontak dengan pasien positif covid-19, maka orang itu harus menjalani rapid test. Lanjut Hendra, lalu status ODP diberikan kepada orang yang mengalami demam tinggi diatas 38 derajat celcius tanpa sebab seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk dan pernah berada di daerah dengan penularan lokal ataupun pernah kontak erat dengan penderita positif Covid-19. Terakhir, ada tiga kondisi yang bisa ditetapkan sebagai PDP. Pertama orang yang mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pernah berada dalam daerah penularan lokal. Ke dua adalah orang yang mengalami demam dan pernah berkontak dengan pasien positif. Dan, ke tiga adalah masyarakat yang mengalami ISPA berat atau pneumonia berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. (zky/mas)

Sumber: