Kesaksian Penumpang KRL Jatinegara-Bogor, Terbanting ke Kanan dan Kiri, Lalu Terpental-pental
BOGOR - Astagfirullah al adzim... astagfirullah al adzim teriak ibu-ibu yang berada di dalam gerbong KA 1722 relasi Jatinegara - Bogor. Mendadak kereta api yang ditumpanginya oleng ke kanan dan ke kiri, keluar dari jalur rel kereta. Dalam hitungan menit, guncangan kencang terjadi. Laju kereta terhenti setelah lokomotif tertimpa tiang listrik dan terjatuh dalam posisi miring. Jarak sampai ke stasiun Bogor dari lokasi tinggal 4,7 km. Mendadak, suasana menjadi ramai. Warga setempat yang tinggal di sekitar lokasi langsung berbondong-bondong menuju kereta. Satu persatu penumpang dikeluarkan dari gerbong. Penumpang yang mengalami luka langsung diarahkan ke rumah warga untuk mendapatkan pertolongan. Di sisi lain, teriakan 'astagfirullah' terus terdengar. Seluruh penumpang panik. Hanifah, mahasiswi IPB menjadi saksi insiden anjloknya KA itu. Saat kejadian itu terjadi ia berada di dalam gerbong paling depan, tepat di belakang masinis. Secara sadar ia merasakan bagaimana tubuhnya terombang ambing ke kanan dan kiri sampai kereta itu keluar dari jalur. Kejadian itu begitu cepat. "Saya dari Citayem jam 9.46. Saya nggak punya filling apa-apa. Di Bojong sampai Cilebut aman-aman saja. Pas dari Cilebut mau jalan saya merasa nggak enak. Pas pertengahan Cilebut lewati Warung Jambu ko cepet. Itu rodanya ngga ada di rel," kata Hanifah, kemarin (10/3). Seketika, gerbong depan kereta pindah-pindah jalur dan ngambang. Seluruh penumpang panik. Dalam hitungan detik gerbong kereta miring ke kanan dan banting ke arah kiri. Kondisi penumpang di dalam gerbong pun ikut terpental-pental. Laju kereta terhenti setelah kepala gerbong kereta membentur tanah berbarengan dengan tiang listrik yang ambruk akibat kabel tertarik kereta. "Kita pada panik satu gerbong. Tiba-tiba miring. Miring kanan 30 detik. Itu ngerasa lama. Lalu ke banting balik ke arah kiri. Jadi udah ke banting ke kanan lalu ke kiri. Kepala kejedot. Lihat jendela sudah kena tanah. Udah gitu pintu kebuka. Tapi Kayak nyeret dulu. Tidak lama pintu kebuka dan mesin mati, " tuturnya. Dari keseluruhan gerbong, tiga gerbong itu dikatakan Hanifah paling parah. Hanifah melihat, tiang listrik yang menimpa gerbong patah. Sementara kabel menjalar di depan pintu kereta. Hal itu membuat Hanifah serta penumpang lain takut. Sebab, kabel itu benar-benar ada di depan mata. "Kejadiannya itu sekitar 4 menit. Dari jam 9.57 siang sampai jam 10.01 suang. Saya masih sadar dan lagi dengerin lagu. Ibu ibu teriak 'astagfirullah al adzin'. Teriak teriak. Saya lihat di langit itu mati lampu," ujarnya. Sekitar pukul 10.03 siang, Hanifah berhasil keluar dari gerbong kereta. Ia sempat kesulitan menyelamatkan diri karena terjepit ibu-ibu. "Jadi saya ke pintu bener-bener nggak bisa jalan, itu ngerayap gitu. Karena posisinya di atas saya ada ibu-ibu," tuturnya. Saat itu kondisi gerbong yang dinaiki Hanifah penuh. Ada sekitar 20 orang lebih. Namun, saat kereta jalan seluruh penumpang dalam posisi duduk. Akibat kejadian itu beberapa penumpang mengalami luka-luka. Penumpang mengalami luka di bagian punggung, kaki serta kepala lebab. "Ada korban luka ibu-ibu. Luka di bagian punggung dan kaki," kata Hanifah. Hanifah mengatakan, proses evakuasi masinis paling lama. Butuh waktu sekitar lima menit untuk mengeluarkan masinis dari kemudi kereta. Sebab, posisi gerbong depan tertimpa tiang listrik. Mendapat benturan keras, membuat masinis pingsan tak sadarkan diri. Setelah kereta terhenti, Hanifah melihat, masinis tergeletak di ruang kemudi. "Masinis juga sama kebanting ke kanan dan kiri. Saya lihat posisi ya sudah selonjoran, udah tepar dan jatuh di tempat itu. Bener-bener pingsan. Masinis kepalanya terbentuk juga," ungkapnya. Dua menit waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan semua penumpang kereta. Penumpang saat itu belum ada yang dilarikan ke rumah sakit. Penumpang yang terluka dibawa ke rumah warga. Sementara, penumpang lainnya memilih melanjutkan perjalanan dengan menggunakan transportasi umum. Dengan menggunakan angkutan umum, Hanifah memilih pergi ke Stasiun Bogor bersama seorang bapak-bapak untuk mengurus kartu. "Tidak ada yang dibawa ke rumah sakit saat itu. Yang luka dibawa ke rumah warga. Lainnya sendiri-sendiri aja. Kalau saya sama bapak-bapak ke Stasiun Bogor urus kartu supaya tidak bermasalah," tuturnya. Di stasiun itu, Hanifah menemui Tim Respon. Kemudian petugas itu menyarankan untuk membatalkan perjalanannya. Padahal, Hanifah sudah menyampaikan ke petugas itu bahwa ia korban anjoknya kereta. Namun, petugas itu hanya mengatakan untuk membatalkan perjalanan tanpa ada tindakan lebih lanjut. "Saya bilang ke petugas itu kalau saya korban kecelakaan KRL yang di pertengahan itu. Dia cuman ngebatalin aja. Nggak ada asuransi dan kelanjutan sama sekali," katanya. Akibat kejadian ini, Hanifah mengaku trauma. Bahkan di bagian tubuhnya mengalami luka memar. Untuk mengobati traumanya, ia berencana untuk berobat ke Psikolog. Sebab, kedepan ia masih akan menggunakan kereta api untuk pulang ke rumahnya di Citayem, Depok. "Bagian lengan tangan biru, kaki dan kepala dekat pelipis lebam akibat benturan. Badan berasa sakit karena sudah kebanting dan ketimpa sama ibu ibu. Minggu depan saya diajak bapak saya ke Psikolog buat ngilangin trauma. Karena sampai sekarang masih takut," terangnya. Melihat kejadian ini, Hanifah berharap ketika ada kecelakaan supaya penumpang diarahkan titik kumpul korban dan di evakuasi ke Stasiun. Dengan begitu, para penumpang tidak pergi sendiri-sendiri. "Jadi lebih intens aja. Korban dikumpulin di satu titik. Jadi kita bisa tau respon pihak KRL itu," tutupnya. Sementara VP Komunikasi PT KCI Eva Chairunisa mengatakan, korban telah dievakuasi dari kereta yang berada dalam kondisi luka-luka tercatat sebanyak 19 korban. Namun, jumlah tersebut berkurang lantaran korban sudah diperbolehkan pulang. Kebanyakan korban luka ringan terkena benturan. "Korban luka ringan awal ada 19 korban. Tapi sudah berangsur berukurang, karena sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit," terang Eva saat ditemui dilokasi. Eva mengatakan, untuk masinis dilarikan ke rumah sakit Salak, Bogor. Setelah mendapat perawatan, masinis bernama Yakub Agung sudah pulang ke rumahnya. Dikatakan Eva, sekitar pukul 19.00 WIB, tercatat 2 penumpang KA masih dalam perawatan di RS Salak Bogor dan RS Suyoto Bintaro. "Kedua pengguna itu yakni Lilis Septiani dan Shafa Mutia," katanya. Eva mengungkapkan, pihaknya terus melakukan evakuasi 3 kereta yang mengalami anjlog dengan menggunakan alat berat. Selain evakuasi sarana KRL, proses perbaikan prasarana perkeretaapian seperti jaringan kabel Listrik Aliran Atas (LAA), jalur rel dan penggantian tiang LAA juga terus dilakukan secara paralel oleh tim prasarana. "Proses perbaikan diupayakan selesai pada Minggu malam dan ditargetkan perjalanan KRL dapat kembali normal pada Senin 11 Maret 2019," ungkapnya. Selama perbaikan, perjalanan KRL dari dan menuju Stasiun Bogor belum dapat dilayani. Untuk itu pengguna jasa yang akan menggunakan KRL perjalanan dapat dilakukan melalui Stasiun Bojong Gede. Sedangkan perjalanan KRL dari arah Jakarta Kota atau Jatinegara juga hanya dapat dilakukan sampai dengan Stasiun Bojong Gede dan Depok sebagai Stasiun pemberhentian akhir. Sementara, rumah sakit yang menerima korban KA anjlok nampak sibuk. Salah satunya di rumah sakit Salak, Bogor. Rumah sakit ini menerima sebanyak lima korban. Rumah sakit ini paling dekat jaraknya dari lokasi kejadian. Butuh waktu lima menit untuk menuju ke sana. Terlihat, perawat sibuk memberikan pengobatan kepada korban. Salah satunya bernama Lili Septiani, 23. Hingga malam hari ia masih terbaring lemah di Rumah Sakit Salak, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Saat kejadian Lili berada di gerbong pertama KRL 1722 rute Jatinegara-Bogor. "Kejadiannya cepat, enggak ada peringatan apa-apa. Tiba-tiba kereta langsung terguling saja, pas keguling itu semua orang merosot ke bawah. Waktu itu semuanya panik, susah buat bangun," kata Lili sambil merintih menahan sakit. Perempuan yang berdomisili di Kota Tangerang dan bekerja di Kota Bogor ini menuturkan kepanikan penumpang kian jadi karena pintu tak seketika terbuka usai terguling. Waktu dua menit yang berlalu terasa lama bagi Lili dan penumpang lain yang sudah kalut karena khawatir kereta bakal terbakar sementara mereka masih terkurung di gerbong. "Pintu baru terbuka itu sekira dua menit, terasanya lama banget. Banyak yang takut kalau kereta meledak. Pas pintu terbuka pun enggak barengan, selihat saya gerbong dua pintunya lebih dulu terbuka," ujarnya. Setelah pintu terbuka seluruh penumpang berebut menyelamatkan diri hingga, Lili menyebut dirinya nekat melompat karena yang terpikir hanya cara selamat. Nahas setelah melompat dia harus terinjak-injak penumpang lain hingga pingsan lalu ditolong warga yang bermukim di sekitar lokasi. "Saya lompat dari kereta, habis itu pingsan karena terinjak-injak. Pas bangun sudah di rumah warga, saya pingsan beberapa menit. Di sekitar rumah warga banyak penumpang lain yang ditolong juga," tuturnya. (ygi)
Sumber: