Perdagangan Jawa Timur-Tiongkok di Kota Tianjin

Perdagangan Jawa Timur-Tiongkok di Kota Tianjin

Hubungan perdagangan Tiongkok dengan Jatim kian menggeliat setelah Pemprov Jatim dan Pemerintah Kota Rakyat Tianjin bekerja sama membangun ruang pamer produk unggulan di negara masing-masing. Showroom itu direalisasikan atas kerja sama sister province. Berikut laporan Agus Muttaqin, Koko Kurniawan, dan Agus Dwi Prasetyo yang baru pulang dari sana.

DI Tianjin, showroom produk Jatim selama tiga tahun ini menempati gedung cukup megah di kawasan wisata Italian Village. Showroom tersebut bernama East Java Exchange Center (EJEC). Di sana semua produk asal Jatim dipajang. Mulai produk usaha kecil dan menengah (UKM) hingga produk manufaktur. Sebaliknya, Pemprov Jatim juga menyediakan showroom bagi produk-produk asal Tianjin di kawasan Dharmahusada, Sukolilo, Surabaya. Salah satu produk dari Tianjin yang dikirim ke Jatim adalah sepeda listrik.
Pada Juli mendatang, EJEC berpindah dari kawasan Italian Village ke kawasan Pilot Free Trade Zone di kawasan Bandara Internasional Tianjin. Di sana showroom akan menyatu di pusat perdagangan terkenal, yakni European Trade. Harapannya, dengan kepindahan tersebut, produk Jatim bisa bersaing dengan produk dari Eropa. ’’Rencananya, showroom baru ini pada Juli mendatang diresmikan,’’ kata Wakil Direktur Bagian Asia Dinas Internasional Pemerintah Kota Rakyat Tianjin, Tiongkok, Li Wenjia saat menerima kunjungan jurnalis dari Jatim di Tianjin pada Kamis (18/5). Showroom itu terbilang sangat strategis untuk memperkenalkan produk Jatim di Tiongkok. Sebab, selama ini kerja sama ekspor produk Jatim bersifat business-to-business (B-to-B) tanpa campur tangan pemerintah masing-masing. Akibatnya, pertukaran barang lebih bersifat tertutup. Tentu saja, kondisi tersebut menyulitkan UKM start-up menembus pasar Tiongkok. Di ruang pamer, produk UKM berupa produk kerajinan tangan (handicraft) yang berbahan kayu umumnya mendominasi. Produk itu selama ini dicari banyak pembeli di Tiongkok. Misalnya, kerajinan gelang kayu dan kulit kerang mutiara asal Balung, Jember; aneka furnitur asal Ngawi dan Pasuruan; ukiran kayu jati dan kayu fosil; serta berbagai hiasan dinding. Total, ada 600 jenis produk dari Jatim yang dipamerkan. Sebaliknya, produk olahan makanan tidak banyak dipamerkan. Bisa dibilang masih kalah bersaing dengan mancanegara. Sebab, rata-rata masa kedaluwarsa produk hanya 6 bulan. Produk itu jauh tertinggal dengan olahan makanan luar negeri yang sebagian besar bisa awet (masa expired) hingga 2–3 tahun. Kondisi tersebut menyulitkan pemasaran produk olahan makanan di Tiongkok. Tidak sedikit barang yang diimpor dari berbagai UKM di Jatim itu menumpuk di gudang dan dibuang karena tidak bisa lagi dijual. Executive Director East Java Exchange Center in Tianjin Jasper Ho menyatakan, produk olahan makanan merupakan salah satu kebutuhan paling dicari masyarakat Kota Tianjin saat ini. Kondisi tersebut sejalan dengan pola hidup warga urban di mayoritas negara yang menggemari makanan jadi. ’’Sekarang ini makanan dan kosmetik paling banyak dicari,’’ ujarnya ketika ditemui di gerai EJEC di Tianjin pada Sabtu (20/5). Jasper mengungkapkan, kebanyakan pabrik olahan makanan di beberapa negara saat ini sudah menggunakan mesin frozen-dry atau pengering minyak. Alat itu bisa membuat makanan, terutama yang digoreng, lebih awet meski 2 tahun dikemas. Di Indonesia, belum banyak UKM yang memakai alat tersebut. Maklum, harganya memang cukup mahal. Berkisar Rp 60 miliar. ’’Pemerintah sebenarnya bisa menyediakan alat itu, nanti dibayar dengan sistem koperasi,’’ tuturnya. Selain minimnya produk makanan tahan lama, kendala yang dihadapi tim exchange Jatim di Tianjin adalah kurangnya promosi. Saat ini katalog produk Jatim hanya dipromosikan lewat pergelaran acara konferensi pengusaha dan melalui online store. Jadi, promosi produk Jatim belum efektif menyasar pasar utama, yaitu masyarakat Kota Tianjin. ’’Sekarang promosinya tidak cukup. Stok produk makanan juga kurang,’’ terangnya. Biaya iklan promosi di Tianjin, kata Jasper, tetap menjadi tanggungan Pemprov Jatim. Begitu pula biaya promosi produk Tianjin yang dikeluarkan pemprov bersangkutan. ’’Yang gratis hanya sewa gedung,’’ ungkap pria yang sedang menekuni bahasa Indonesia tersebut. Pemprov Tianjin tidak hanya memfasilitasi gedung pameran, tetapi juga gudang. Ukurannya sekitar 600 meter persegi. Barang yang baru datang atau yang tidak laku terjual karena expired ditampung di gudang tersebut. (*/c14/agm)

Sumber: