BJB NOVEMBER 2025

Ahli Gizi di SPPG Minim

Ahli Gizi di SPPG Minim

Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti saat diwawancarai awak media belum lama ini.--

 

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Banten masih terkendala dengan minimnya tenaga ahli gizi. Hal ini mengharuskan SPPG untuk merekrut ahli gizi yang berasal dari luar Banten.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, setiap SPPG wajib memiliki ahli gizi. Tenaga ahli ini bertugas krusial dalam mengatur kecukupan kalori, menentukan standar menu, dan memastikan gizi seimbang pada setiap paket makanan yang disajikan kepada penerima manfaat MBG.

Menurutnya, satu ahli gizi per SPPG tidak ideal dengan beban kerja yang berat, mulai dari persiapan menu di pagi hari hingga penyelesaiannya. "Kalau satu kasihan juga mereka, selama ini cukup lelah karena harus menyiapkan bukan hanya dari pagi sampai menyelesaikannya, tapi persiapannya juga harus dilakukan," katanya, Kamis (20/11).

Terlebih dengan adanya aturan yang melarang ahli gizi di Puskesmas untuk tidak bekerja rangkap. Hal ini mengharuskan SPPG untuk merekrut tenaga ahli gizi yang berasal dari luar Banten.

"Karena yang di Puskesmas tidak boleh double kerjanya. Mereka kerja ibaratnya full time di SPPG, karena tidak boleh kerja nyambi. Sedangkan di Puskesmas sendiri mereka harus turun ke lapangan terus-menerus. Jadi karena statusnya ini semua, maka kami harus mengambil dari luar Banten," ujarnya.

Ia mengaku, jumlah total ahli gizi di Banten, yang mencapai lebih dari 1.000 orang dan bahkan diprediksi melebihi 2.000 orang termasuk yang ada di rumah sakit. Namun jumlah tersebut masih belum cukup untuk mengisi di SPPG.

"Iya (masih terbatas ahli gizi-red) tapi saat ini masih mencukupi lah mesikpun terbatas tapi tidak terlalu parah seperti halnya nakes lainnya," ungkapnya.

"Artinya ahli gizi bahkan di satu puskesmas saja ada dua untuk wilayah tangerang raya, dan satu ahli gizi di puskesmas wilayah selatan," tambahnya.

Maka dari itu, kata Ati Pemprov Banten terus melakukan pelatihan secara bertahap yang ditujukan tidak hanya untuk ahli gizi, tetapi juga untuk seluruh penjamah makanan yang ada di 514 SPPG di wilayah Banten. Hal ini dilakukan untuk mengatasi isu kualitas dan mencegah kasus keracunan makanan.

"Namun belum kita selesaikan tuntas semua, baru sekitar 60 persen dari total penjamah makanan yang ada di seluruh SPPG. Jadi kita lakukan bertahap secara terus-menerus," jelasnya.

Pelatihan ini menjadi syarat penting. Untuk mendapatkan sertifikat layak higienis (SLH), minimal 50 persen dari jumlah penjamah makanan di setiap SPPG harus sudah tersertifikasi melalui pelatihan.

Pemprov Banten memastikan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) gizi dan penjamah makanan akan terus dikejar seiring dengan perluasan layanan MBG di Banten.

Sementara itu, Kepala Regional Badan Gizi Nasional (BGN) Regional Banten, Ichsan Rizqiansyah mengatakan,  hingga saat ini terdapat sekitar 400 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Banten, sedangkan 200 atau sekitar setengahnya masih belum memiliki Sertifikat Laik Higienes Sanitasi (SLHS) atau standar kebersihan yang seharusnya diwajibkan.

"Kurang lebih ya setengahnya lah, 50 persen. Dari total kurang lebih 400-an SPPG. Sekitar 200-an yang belum disertifikasi," kata Ichsan.

Ia menjelaskan, setiap SPPG di Banten tengah mengurus sertifikasi SLHS untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal itu menjadi pekerjaan yang harus segera diselesaikan, terlebih dengan masih cukup banyak SPPG yang belum mengantongi sertifikat standar kebersihan. (mam)

Sumber: