PII: Infrastruktur Sistem Peringatan Dini Sangat Penting, Pencuri Buoy Tsunami akan Ditembak

Rabu 26-12-2018,04:15 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA -- Polri akan turut memberikan pengawasan apabila Indonesia telah kembali memiliki alat pendeteksi tsunami (Bouy). Bahkan Polri juga siap menindak tegas jika ada pencuri alat pendeteksi tsunami tersebut. “Apabila terbukti ada orang yang mengambil dengan melawan hak akan diproses hukum,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo seperti dilansir Republika.co.id, Selasa (25/12). Bahkan, kata Dedi, anggota juga akan menindak tegas apabila ada pelaku yang melakukan perlawanan saat dalam upaya penangkapan. Polisi siap melepaskan timah panasnya. “Apabila tertangkap tangan dan melawan akan diambil tindakan dengan tegas dan terukur, ditembak,” jelasnya. Presiden RI Joko Widodo telah menginstruksikan untuk Indonesia kembali memiliki alat pendeteksi tsunami. Presiden telah mencanangkan bahwa pembelian alat pendeteksi tsunami untuk dianggarkan pada APBN 2019. “Ke depan saya perintahkan BMKG untuk membeli alat-alat deteksi early warning system yang bisa memberikan peringatan-peringatan dini kepada kita semua, kepada masyarakat," kata Joko Widodo dalam jumpa pers saat meninjau fasilitas pariwisata di Hotel Mutiara Carita, Pandeglang, Banten, pada Senin (24/12). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun menegaskan batapa pentingnya alat pendeteksi bencana tsunami bagi Indonesia. Mengingat, peristiwa tsunami yang terjadi di Selat Sunda tanpa ada gempa terlebih dahulu. Sehingga diharapkan dengan adanya alat tersebut dapat meminimalisasi dampak bencana. Hal senada dikatakan Persatuan Insinyur Indonesia (PII). PII menganjurkan soal pembangunan infrastruktur sistem mitigasi bencana dari hulu ke hilir untuk masalah tsunami di Indonesia. PII menyatakan, ada beberapa rekomendasi terkait bencana tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung. Sistem peringatan dini tsunami merupakan Kebutuhan Mutlak Indonesia. Rekomendasi ini bertujuan untuk penanganan bencana serupa di Indonesia di masa depan. Ketua Umum PII Heru Dewanto menjelaskan, Pemerintah perlu membangun sistem Peringatan Dini Tsunami tidak hanya yang disebabkan gempa tektonik (seismik) tapi juga gempa non tektonik seperti gempa vulkanik yang terjadi di selat Sunda. Pembangunan ini meliputi subsistem di hulu (di tengah laut) berupa sistem sensor pemantau perubahan muka laut seperti buoy, kabel bawah laut, dan radar. Saat ini baru ada sistem peringatan dini di pantai, bukan di hulu. “Pembangunan sistem hulu ini harus terintegrasi dengan rantai sistem peringatan dini hingga ke hilir, yaitu masyarakat di daerah yang akan berpotensi terpapar dan para pengelola fasilitas umum yang vital di daerah pesisir,” kata Heru, Selasa (25/12). Di sisi lain, Heru juga menegaskan bahwa semua pihak harus mengkritisi sikap fatalisme yang sudah berakar di negeri ini dalam menyikapi potensi bencana. Dengan sikap pandang untuk menyerahkan urusan bencana ke tangan sang nasib, akibatnya kita ogah berinvestasi agak besar untuk memitigasi bencana. Padahal, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, dengan sistem mitigasi bencana dari hulu ke hilir, korban dan dampak bencana dapat diminimalisir bahkan dihindari. Memang investasinya cukup tinggi tapi kita harus mengalokasikannya. “Sistem peringatan dini adalah kebutuhan mutlak untuk Indonesia, negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia yang berada di Cincin Api Pasifik. Dengan kebijakan yang kompherensif kita dapat mengefisienkan investasi ini, mitigasi bencana dapat diintegrasikan dengan fungsi pertahanan negara, kemaritiman, dan perikanan. Dengan begitu negara bisa mempersiapkan diri menghadapi berbagai kerentanan dan acaman," ujar Heru. Sementara itu, Ahli Tsunami PII yang juga Ketua Bidang Mitigasi Bencana PII Widjo Kongko memaparkan kondisi dan situasi tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung adalah peristiwa fenomenal, memang ini kejadian jarang dan tidak lazim. Tsunami yang terjadi kali ini tidak didahului oleh gempa tektonik sehingga masyarakat di sekitar pantai tidak sadar untuk melakukan evakuasi mandiri. “Sistem Peringatan Dini Tsunami yang dipicu oleh bukan gempa tektonik tidak ada, sehingga pihak otoritas atau Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika tidak dapat mengeluarkan peringatan dini ke masyarakat,” jelasnya. Dia mengungkapkan kelemahan sistem operasional peringatan dini saat ini, yang hanya mengantisipasi tsunami akibat gempa tektonik. “Sistem Peringatan Dini Tsunami BMKG baru akan bekerja jika sumber tsunaminya adalah gempa tektonik. Sistem peringatan dini yang sumbernya bukan dari gempa tektonik seperti saat ini tidak tersedia di BMKG,” ujarnya. Kejadian tsunami kali ini mengingatkan kembali pada hasil penelitian Widjo Kongko yang disampaikan pada seminar tertanggal 3 April 2018 lalu dalam paparannya bertajuk “Potensi Tsunami Jawa Barat” yang merupakan hasil dari sejumlah skenario pemodelan. Widjo mengatakan, PII siap untuk melakukan kajian perihal mitigasi kebencanaan khususnya yang disebabkan tsunami bersama dengan stakeholder lainnya. Menurutnya lagi, pemerintah harus mendorong penegakan hukum atas regulasi terkait dengan kelola tata ruang pemanfaatan daerah pesisir berbasis kebencanaan, terutama penentuan Batas Sempadan Pantai sesuai dengan Perpres No.51 Tahun 2016.(rep/okz)

Tags :
Kategori :

Terkait