Urai Kemacetan, Buka Tol dan Terapkan SSA

Senin 30-04-2018,08:16 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TIGARAKSA – Persoalan kemacetan jalan di Kabupaten Tangerang seolah menjadi konsumsi rutin para pengemudi kendaraan bermotor. Setiap hari selalu diperhadapkan dengan kemacetan, terutama di sepanjang Jalan Raya Serang. Bertahun-tahun kondisi demikian tidak pernah teratasi. Berdasarkan pantauan Tangerang Ekspres, titik kemacetan terparah di waktu tertentu terdiri dari Bitung, Cikupa, dan Balaraja. Banyak faktor penyebab kemacetan disana, seperti maraknya pedagang kaki lima (PKL), badan jalan tidak sesuai dengan volume kendaraan, serta banyak kendaraan yang ngetem bahkan parkir di bahu jalan. Sinergitas berbagai instansi sangat diperlukan dalam penanganan persoalan itu, baik kepolisian, dinas perhubungan (dishub), satuan polisi pamong praja (Satpol PP), maupun badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda). Kepada Tangerang Ekspres Kasat Lantas Polresta Tangerang Kompol Ari Satmoko mengatakan, pihaknya sudah memiliki beberapa kajian sebagai solusi dalam mengurai kemacetan di Jalan Raya Serang, khususnya wilayah hukum Polresta Tangerang. Kajian itu bahkan pernah disampaikan kepada Pemkab Tangerang. “Buka akses tol keluar Cikande, karena rata-rata angkutan barang dan sebagainya berasal dari dan menuju Cikande dan Ciujung (Serang). Jika tol ini terealisasi, maka kemacetan di Balaraja pasti berkurang drastis. Kemudian, tol Cikupa-Merak juga dibuka, karena yang ada saat ini hanya Cikupa-Jakarta,” ujar dia kepada Tangerang Ekspres, belum lama ini. Tidak hanya itu, beberapa geometrik persimpangan jalan yang langsung terhubung ke Jalan Raya Serang harus diperlebar, seperti Jalan Cibadak Tigaraksa. Khusus di Cikupa, kata Ari, salah satu solusi terbaik adalah memperlebar Jalan Otonom Cikupa-Pasar Kemis, persis di depan Pasar Cikupa. Jalan itu juga harus diterapkan sistem satu arah (SSA), serta dibuka jalan baru sebagai akses sebaliknya. “Semua itu kembali pada sarana dan prasarana jalan, seperti melengkapi rambu-rambu, median jalan ditinggikan sehingga pejalan kaki tidak bisa lewat. Harus dibangun JPO (jembatan penyeberangan orang) di beberapa titik,” tandas dia. Dia mengatakan, kemacetan tidak akan teratasi jika hanya mengadalkan polisi dalam melakukan pengaturan lalu lintas. Polisi juga manusia biasa, sehingga dapat lelah apabila terlalu lama berdiri mengurai kemacetan. Menurut Ari, kerja sama semua pihak sangat penting. Dia juga meminta agar instansi terkait dapat melengkapi sarana dan prasarana jalan. Seandainya terminal jadi dibuat, maka gerbangnya jangan terlalu dekat di jalan umum. Demikian juga dalam pengadaan halte, jangan terlalu dekat di bahu jalan dan menyediakan ruang khusus kendaraan yang menaikkan ataupun menurunkan penumpang. “Kesadaran pengemudi juga diperlukan, jangan berhenti atau parkir pada yang bukan tempatnya. Kami memang sering melakukan penindakan, tetapi tidak mungkin setiap saat, petugas juga pasti lelah kalau berdiri terus,” pungkas dia. Sementara itu, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dishub Kabupaten Tangerang Dani Wiradhana mengatakan, mengurai kemacetan bukan tugas utama dishub. Bicara soal kewenangan, lanjut dia, dishub hanya bisa menempatkan personel untuk membantu pihak kepolisian mengurai kemacetan. Kemudian, kajian dishub langsung dikirim ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub), tidak melalui Pemkab Tangerang. Dia menyebutkan, banyak kewenangan Dishub Kabupaten Tangerang yang telah ditarik ke Kemenhub, baik soal perambuan maupun penanganan kemacetan. Jalan nasional merupakan urusan Kemenhub, jalan provinsi kewenangan Dishub Provinsi Banten, sementara Dishub Kabupaten Tangerang hanya difokuskan pada jalan-jalan kabupaten. “Selain membantu mengurai kemacetan, Dishub Kabupaten Tangerang mendata kebutuhan rambu-rambu, setelah semua terdata baru dikirim untuk ditindaklanjuti kementerian. Selama ini kan asumsinya dishub kabupaten tidak maksimal, padahal itu aturan berbeda. Kemudian, kalau semua personel ditarik ke jalan-jalan kabupaten ya habis, tidak cukup,” ucap Dani saat ditemui di ruang kerjanya. Kajian yang sudah disampaikan Dishub Kabupaten Tangerang, lanjut dia, akan dicek ulang bersama Kemenhub. Jika kebutuhan pelebaran jalan karena geometrik simpang kecil misalnya, maka Kemenhub berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dani pun menanggapi usulan Polresta Tangerang untuk menerapkan SSA di Jalan Otonom Cikupa-Pasar Kemis. Menurut dia, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. “Harus dipertimbangkan bahwa disitu banyak perusahaan, ada warga masyarakat. Kita harus berpikir juga untuk itu, walaupun nanti ada uji coba. Akibat satu arah, otomatis pengemudi pada berputar arah, tidak mungkin lewat Cikupa Mas karena ada portal,” tandasnya. Dia menghendaki agar jalan di sepanjang depan eks kantor Kecamatan Cikupa harus ditutup menggunakan pembatas jalan (water barrier), sehingga kendaraan tidak berputar arah di sana. Selain itu, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan agar tetap memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dan tidak merusak pembatas jalan. Dia mencontohkan di Jalan Baru Pemda, banyak water barrier yang dirusak oleh oknum yang memiliki kepentingan di sekitar jalan tersebut. Tidak hanya itu, Kementerian PUPR sebagai pembina jalan di kementerian juga harus bergerak cepat, seperti pasca penertiban PKL di kolong Tol Bitung dan sekitarnya. “(Seharusnya) kosong hajar pasca ditertibkan. Ini malah didiamkan, sehingga PKL kembali lagi. Ini budaya buruk kita,” katanya. Menurut dia, lebar Jalan Raya Serang sudah memadai. Sehingga yang perlu dilakukan adalah pelebaran geometrik persimpangan yang terhubung langsung dengan jalan nasional. Dia menyebutkan, ada sekitar 12 geometrik simpang dari Bitung sampai Jayanti yang bersinggungan langsung dengan Jalan Raya Serang, seperti Cikupa-Pasar Kemis dan Cibadak-Tigaraksa. Persoalan utama di Jalan Cibadak-Tigaraksa, kata dia, adalah jalan rusak, posisi menanjak, dan ruang jalan sempit. Dani juga sependapat jika pemerintah membuka akses tol Cikupa-Merak dan tol keluar Cikande. “Tetapi lebih bagus apabila pelebaran geometrik simpang yang diutamakan. Ada pun kemacetan di Pasar Gembong Balaraja, tinggal bagaimana pemerintah desa, pemerintah kecamatan, dan pemerintah daerah, untuk merelokasi pasar itu,” imbuhnya. (mg-3)

Tags :
Kategori :

Terkait