BJB NOVEMBER 2025

Warga Sekitar TPSA Cilowong Soroti Bau dan Lingkungan

Warga Sekitar TPSA Cilowong Soroti Bau dan Lingkungan

TPSA CILOWONG: Kondisi TPSA Cilowong, Kota Serang dilihat dari atas.(Dok for Tangerang Ekspres)--

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Rencana kerja sama pengelolaan sampah antara Pemerintah Kota Serang dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) turut menjadi perhatian warga yang tinggal di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Cilowong. Bagi warga, persoalan bau hingga dampak lingkungan bukanlah hal baru, bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Salah seorang warga Kampung Pasir Gadung, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, yang rumahnya berdekatan langsung dengan TPSA Cilowong, mengaku sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. Ia menyebut, bau sampah terutama terasa menyengat saat musim hujan tiba.

“Ya kita sudah biasa bau kayak gini, apalagi kampung kita paling dekat sama Cilowong. Kalau hujan deras, baunya makin parah sampai ke rumah-rumah,” ujarnya, Minggu (28/12), sambil meminta namanya tidak disebutkan.

Menurutnya, kondisi itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Bahkan sebelum ada rencana kerja sama dengan Tangsel, warga sudah lebih dulu merasakan dampak keberadaan TPSA, mulai dari bau hingga pencemaran air.

Ia juga menuturkan bahwa sebagian besar warga di wilayah tersebut berprofesi sebagai petani. Namun, aktivitas pertanian kerap terganggu akibat air lindi yang mengalir ke area persawahan.“Di sini kan banyak yang punya sawah. Kadang sampai gagal panen karena air lindinya masuk ke sawah. Padinya jadi hitam, jelek, nggak bisa dijual. Makanya sekarang banyak yang jual lahan,” ungkapnya

Meski demikian, warga mengaku sudah mengetahui rencana kerja sama pengelolaan sampah antara Pemkot Serang dan Pemkot Tangsel. Sosialisasi disebut telah dilakukan beberapa waktu lalu melalui musyawarah warga di musala.“Warga sudah dikumpulin kemarin, dijelasin soal rencana kerja sama sampah dari Tangsel. Ya kita dengar-dengar aja,” katanya.

Menariknya, meski menyadari potensi bertambahnya beban sampah, warga sekitar mengaku cenderung menerima rencana tersebut. Salah satu alasan utamanya adalah adanya harapan pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar TPSA.“Kalau dibilang bau, ya pasti nambah bau. Tapi warga di sini rata-rata setuju, soalnya katanya nanti bakal ada lapangan kerja buat warga sekitar,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, kondisi ekonomi masyarakat di sekitar TPSA cukup memprihatinkan. Tidak sedikit warga yang kesulitan mencari pekerjaan, bahkan ada anak-anak yang terpaksa putus sekolah karena keterbatasan biaya.“Daripada nggak ada kerjaan sama sekali, ya mending ada. Di sini banyak yang susah cari kerja, ada juga anak-anak yang nggak sekolah karena nggak punya biaya,” ucapnya.

Ia berharap, jika kerja sama benar-benar berjalan, pemerintah tidak hanya memikirkan pengelolaan sampah, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.“Kalau memang jadi, ya kami harap pemerintah beneran perhatiin warga sini. Jangan cuma sampahnya aja yang masuk, tapi warga dibiarkan,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Pemkot Serang saat ini tengah menyiapkan kerja sama pengelolaan sampah dengan Pemkot Tangsel. Dalam rencana tersebut, Tangsel akan mengirimkan ratusan ton sampah per

hari ke TPSA Cilowong, dengan sejumlah syarat teknis dan kompensasi yang tengah dibahas bersama DPRD dan pemerintah daerah terkait.

Disisi lain, anggota DPRD Kota Serang Dapil Taktakan, Edi Santoso, yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu tokoh yang menolak keras pembuangan sampah Tangsel pada 2021 lalu. Namun kini, Edi menyatakan sikap lebih terbuka dengan catatan aspirasi masyarakat benar-benar diperhatikan.“Saya ingin memastikan bahwa masyarakat benar-benar dilibatkan. Makanya kemarin kami fasilitasi sosialisasi di kelurahan, melibatkan tokoh masyarakat, ormas, dan lembaga keagamaan,” ujar Edi.

Ia menegaskan, dukungannya saat ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, kerja sama tersebut merupakan bagian dari persiapan kebijakan nasional, termasuk proyek pengolahan sampah menjadi energi. “Ini bagian dari persiapan proyek strategis nasional (PSN) Program sampah jadi listrik (PSEL). Tapi yang utama tetap kepentingan masyarakat sekitar TPSA,” katanya.

Edi juga mengingatkan, penolakan warga di masa lalu terjadi karena tidak adanya manfaat nyata yang diterima masyarakat. Saat itu, warga baru menerima dampak positif setelah adanya pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan tenaga kerja lokal. “Dulu kita menolak karena tidak ada kontribusi. Setelah ada perbaikan jalan, tenaga kerja lokal, dan kompensasi, barulah bisa diterima,” jelasnya.

Sumber: