Terjadi 30 Kasus Kekerasan Anak Selama Januari April
CIPUTAT-Kasus kekerasan anak di Kota Tangsel masih tinggi. Selama Januari sampai April ini, sudah terjadi 30 kasus kekerasan anak. Itu pun, yang mencuat ke permukaan. Dalam hal ini, yang ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak pada DPMP3AKB Kota Tangsel Irma Safitri mengatakan, selama 2018 ada 30 kasus kekerasan terhadap anak itu yang mendominasi adalah asusila terhadap anak. "Banyaknya kasus ini disebabkan dua alasan, yakni orang tua sadar dan melaporkan, serta kasus-kasus yang terungkap petugas," katanya. Sehingga, kata Irma, tingginya kasus ini tidak selamanya negatif. Melainkan bisa dibilang positif yakni, meningkatnya kesadaran warga dalam melaporkan kekerasan yang dialami anaknya. "Penanganan kasus kekerasan anak perlu ditangani dengan baik," tuturnya. Dalam rangka meminimalisasi tindak kejahatan seksual pada anak, Pemkot Tangsel menargetkan 2021 seluruh kecamatan sudah memiliki aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Namun, sampai saat ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perlindungan Perempuan Perlidungan Anak dan Keluarga Berencana (DPMP3AKB) baru memiliki lima PATBM, yakni di Kelurahan Pondok Ranji Kecamatan Ciputat Timur, Pondok Kacang Barat Aren Kecamatan Pondok Aren, Pamulang Barat, Pamulang Timur, Benda Baru di Kecamatan Pamulang. Tahun ini ditargetkan akan menambah satu lagi PATBM namun, lokasinya belum bisa ditentukan. "Keberadaan PATBM penting karena, ini merupakan strategi dalam mencegah kejatan sesksual dan kekerasan terhadap anak dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat," ujar Irma. Irma menambahkan, renstra DPMP3AKB target pembentukan PATBM adalah di satu kecamatan pada setiap tahunnya, sampai 2021 seluruh kelurahan di Tangsel sudah membentuk dan memiliki aktivis PATBM. Ini merupakan implementasi kebijakan perlindungan anak dengan tujuan mencegah kekerasan terhadap anak dan menanggapi kekerasan pada anak di Indonesia khususnya di provinsi Banten. Kehadiran wadah tersebut diharapkan mampu menanggulangi persoalan kekerasan terhadap anak. Partisipasi masyarakat yang menjadi modal utama pada gerakan ini sudah mulai tumbuh meskipun masih harus diberikan arahan dan stimulus. "Kesadaran dan keiklasan aktivis menjadikan gerakan tersebut dapat berjalan optimal meskipun masih terjadi beberapa kekurangan," tambahnya. Masih menurutnya, PATBM pada hakikatnya menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, masyarakat, dan keluarga oleh karena itu diharapkan semua unsur berperan aktif untuk mewujudkannya. Sehingga perlindungan anak dalam rangka mencegah kekerasan terhadap anak dan terpenuhinya hak-hak anak dapat terwujud dengan nyata. Wanita berkerudung tersebut menjelaskan, untuk menambah aktivis PATBM tidak mudah lantaran dibentuk di tiap kelurahan. Lurah yang memfasilitasi semua biaya yang diperlukan dan dinas hanya suruh membentuk saja. "Kita hanya menyuruh saja tapi, semua biaya dibebankan di kelurahan. Yang jadi maslaah kelurahn tak punya anggaran dan adanya di kecamatan," jelasnya. Sementara itu, Kepala DMP3AKB Kota Tangsel Khairati mengatakan, PATBM ini merupakan inisiatif masyarakat yang dibentuk untuk berupaya melakukan pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman. "Sikap dan perilaku yang memberikan perlindungan kepada anak, pemahaman disini bagaimana tentang kesatuan semua aspek dan komponen dalam semua kegiatan perlindungan anak," ujarnya. Khairati menambahkan, masyarakat tidak boleh lagi berpangku tangan dan bermasa bodoh dalam hal perlindungan terhadap anak. Dalam hal ini organisasi masyarakat, akademisi dan pemerhati anak sudah seharusnya turun langsung ke lapangan melakukan pencegahan dengan melakukan edukasi dalam perlindungab kepada anak. Sehingga kasus-kasuh terhadap kejahatan anak yang belakangan menghantui kita bisa ditekan. "Perlindungan dan penanganan kasus anak, bukan suatu kewajiban pemerintah pusat saja namun, kelurahan dan kecamatan serta peran keluarga dan masyarakat menjadi prioritas," tuturnya. (bud/esa)
Sumber: