Polda Buru Gurandil, Ditemukan 100 Lubang Galian Emas

Polda Buru Gurandil, Ditemukan 100 Lubang Galian Emas

SERANG-Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Lebak diduga karena banyaknya penambang emas liar (gurandil). Mereka menggali lubang di hutan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), untuk mencari emas. Presiden Joko Widodo langsung menginstruksikan agar kepolisian untuk mengusut penambangan emas ilegal di kawasan tersebut. Polda Banten menggencarkan operasi pemberantasan penambangan ilegal dengan sandi Operasi Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti) dipimpin langsung Karo Ops Polda Banten Kombes Pol Aminudin Roemtaat. Operasi ini juga melibatkan Korem 064 Maulana Yusuf. Operasi dititikberatkan di Kampung Cidoyong, Kampung Lebak Ditu, dan Kampung Cijulang, Lebak yang disinyalir banyak ativitas penambangan emas lilegal. Aminudin Roemtaat menjelaskan operasi Peti merupakan kegiatan untuk menghentikan penambangan liar. Sekaligus memberikan efek jera terhadap para pelaku penambang liar yang melakukan aktivitas di Kabupaten Lebak. “Adanya penambangan liar diduga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya longsor dan banjir bandang. Maka dari itu kami bersama dengan TNI dan unsur terkait melakukan operasi di beberapa wilayah Kabupaten Lebak,” ujarnya. Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi Priadinata menambahkan dari hasil operasi ini, ditemukan adanya base camp serta alat atau mesin untuk menambang emas. “Kami akan terus melakukan upaya penyelidikan lebih lanjut dengan adanya dugaan penambangan liar yang terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Lebak. Bilamana dugaan penambangan liar tersebut sudah mencukupi bukti permulaan yang cukup, para pelaku akan kami tindak tegas,” katanya. Dinas Energi dan Sumberdaya Meneral (ESDM) Banten menemukan 100 lubang penambangan emas liar di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Temuan tersebut berdasarakn hasil pemetaan terkait aktivitas penambangan liar. Kepala DESDM Banten Eko Palmadi mengatakan, pemetaan tersebut dilakukan jauh sebelum bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi. “Jadi dari 100 lubang itu ada sekitar 5-10 orang penambang liar yang melakukan penggalian di lubangnya,” kata Eko saat ditemui di KP3B, Kota Serang, akhir pekan kemarin. Hanya saja, ia mengaku, untuk menertibkan penambang emas ilegal tidaklah mudah. Banyak kendala yang harus dihadapi untuk melakukan itu. “Dahulu kita bersama sejumlah aparat pernah mencoba menertibkannya. Tapi belum sampai ke lokasi rombongan sudah diadang masyarakat yang membawa senjata tajam dan mengancam akan membakar mobil kami. Jika kami lanjutkan perjalanan sampai lokasi, berbahaya,” katanya. Eko mengaku, sudah sering memberikan imbauan kepada masayarakat agar berhenti melakukan aktivitas penambangan liar. Akan tetapi, setiap imbauan yang diberikan tidak pernah diindahkan. “Walhasil, bencana kemarin bisa jadi merupakan akumulasi dari tindakan perusakan alam yang dilakukan sejak puluhan tahun lalu itu,” ujarnya. Selain itu, lanjut Eko, puluhan truk bermuatan kayu yang setiap harinya lalu-lalang dari wilayah TNGHS juga sering ditemukan. Masyarakat melakukan penambakan kayu secara ilegal demi keuntungan sesaat. Tidak memikirkan efek panjangnya nanti seperti apa. “Kalau bukan dari TNGHS, dari mana asal kayu-kayu yang dikirim ke luar Banten itu,” katanya. Jika dilihat secara teknis, Eko menilai, bencana banjir itu diakibatkan dari kemarau yang berkepanjangan yang kemudian langsung ditimpa oleh hujan dengan intensitas yang tinggi. Pada saat kemarau, pori-pori tanah mengembang, sehingga kondisinya sangat mudah untuk diurai. Dalam kondisi itu, kemudian hujan lebat turun. Karena tidak ada tanaman penyangga, air hujan yang lebat pun akhirnya langsung turun ke bawah bersama dengan lapisan tanah. Sehingga menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor. “Kalau saja pada waktu itu hanya gerimis, pasti kondisinya masih tetap aman,” jelasnya. Eko menambahkan, potensi emas di TNGHS cukup menggiurkan. Bahkan, pada era Bupati Lebak sebelumnya, kawasan ini pernah diusulkan akan dilakukan eksploitasi emas secara legal oleh Pemkab Lebak. “Namun rencana itu mentok pada tahap perizinan. Jika dilakukan eksploitasi, keuntungan yang di dapat pemkab mencapai sekitar Rp50 miliar per tahun,” katanya. Sementara, Kepala Administrasi Utama Perum Perhutani Banten Isnaini Soiban membantah jika di wilayahnya terjadi penambangan liar. Hal itu menanggapi adanya informasi jika sejak 2018 penambangan liar sudah terjadi di wilayah Perhutani Banten, seperti di Desa Cibobos Kecamatan Cihara dan Cibeber. Di Cibobos para penambang menggali potensi batu baranya yang sangat melimpah. Sementara di Cibeber potensi emas menjadi mutiara berharga yang diburu masyarakat secara mandiri. “Yang ada justru banyak masyarakat yang ikut melakukan penanaman di wilayah Perhutani, sehingga menambah ekosistem vegetasi. Saya menilai, masyarakat Banten itu sudah sadar menanam. Namun, karena yang digunakan lahan Perhutani, kami selalu melakukan pendekatan dan sosialisasi peraturan Perhutani kepada masyarakat setempat,” kata Isnaini. Isnaini menambahkan, dirinya tidak menutup mata jika ada aktivitas penambangan liar di Perhutani. Namun juga harus memastikan terlebih dahulu apakah yang dipakai itu lahan Perhutani atau milik warga sendiri. Jika memang lahan Perhutani otomatis akan dilakukan tindakan persuasif. “Pasti itu lahan hak milik. Bisa jadi,” ujarnya. Selanjutnya, di sisi lain Isnaini mengaku ada satu perusahaan yang sedang melakukan proses perizinan penambangan di wilayah Perhutani ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Sebelum menyelesaikan proses perizinan itu, ia memastikan tidak ada aktivitas penambang di Perhutani. “Prosesnya kini sedang ditempuh oleh pemohon. Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya,” katanya. Untuk mengantisipasi bencana alam, Isnaini menyebut selalu melakukan mitigasi bencana. Mitigasinya sejak musim kemarau, berupa penutupan rekahan tanah yang ada. “Hujan lebat lebih dari dua jam saja, kami lakukan evakuasi dan berkordinasi dengan muspida setempat,” ujarnya. (tb/fkr)

Sumber: