SMGR Perkokoh Pasar Domestik
Reporter:
Redaksi Tangeks|
Editor:
Redaksi Tangeks|
Selasa 13-06-2017,08:08 WIB
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk berupaya mengukuhkan dominasinya di tengah maraknya pemain asing yang masuk ke tanah air. Upaya itu dilakukan dengan menggenjot kapasitas produksi perseroan hingga 2021 untuk mengamankan pangsa pasar.
Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Agung Wiharto menyatakan, hingga 2021, perseroan berencana meningkatkan kapasitas produksi di angka 41–42 juta ton. Level produksi tersebut dapat tercapai jika pabrik Rembang beroperasi penuh pada tahun depan. Ada pula pabrik Pidi di Aceh yang akan beroperasi pada 2020 dan pabrik di Kupang beroperasi pada 2021.
”Jika kebutuhan semen tumbuh sekitar 5–6 persen per tahun, kami masih bisa bertahan. Tetapi, jika tumbuh cukup agresif hingga 10 persen, kami harus mencari cara lain untuk meningkatkan kapasitas produksi,” tutur Agung dalam diskusi Semen Rakyat Melawan Semen Asing di Surabaya pada Sabtu (10/6).
Saat ini pangsa pasar emiten dengan kode perdagangan SMGR tersebut mencapai 41,7 persen, dengan total penjualan mencapai 27 juta ton pada 2016. Adanya pabrik Rembang dinilai cukup strategis untuk mengamankan pangsa pasar di Pulau Jawa. Di Jawa, SMGR masih memimpin pasar hingga 39 persen. Disusul Indocement dengan raihan 36 persen dan Holcim di angka 25 persen. ”Kami hanya kalah di Jawa Barat dengan pangsa pasar 20 persen. Sedangkan Indocement (Semen Tiga Roda) di sana menang mutlak dengan pangsa pasar mencapai 55 persen,” urai Agung. Adanya pabrik Rembang dengan kapasitas 3 juta ton ditargetkan mampu mendongrak pangsa pasar peseroan di Jabar hingga 30 persen.
Sebab, pabrik yang siap beroperasi pada awal Juli nanti diharapkan dapat menyuplai pasar Jabar 800 ribu ton. ”Meski saat ini kita masih kelebihan produksi, tetapi pada 2021 kapasitas produksi saat ini akan habis,” tuturnya. Apalagi, selama ini perusahaan semen asing cukup gencar untuk masuk ke pasar Indonesia. Total pemain semen di Indonesia 17 perusahaan dengan kapasitas produksi 106 juta ton pada 2017. Dari angka tersebut, kapasitas produksi semen lokal (Semen Indonesia, Semen Bosowa, dan Semen Merah Putih) hanya mencapai 47 juta ton. Sisanya merupakan pemain asing.
Agresivitas pemain asing terdorong oleh besarnya jumlah penduduk Indonesia. ”Tetapi, konsumsi semen per kapita kita masih minim. Dengan demikian, kita memiliki peluang tumbuh yang cukup besar,” tutur Agung. Konsumsi semen di Indonesia baru mencapai 260 kilogram per kapita per tahun. Angka itu jauh tertinggal dibanding Malaysia dengan konsumsi 600 kilogram per kapita per tahun. Sedangkan konsumsi semen di India maupun Tiongkok masing-masing telah mencapai 2 ribu kilogram per kapita per tahun.
”Makanya, pemain semen terbesar di dunia pun berbondong-bondong untuk masuk ke Indonesia,” ungkap Agung. Dia mencontohkan pemain terbesar semen di dunia, yakni Lafarge, yang masuk dengan nama PT Lafarge–Holcim dengan kapasitas produksi 14 juta ton. Kemudian, pemain terbesar ke dunia secara global, yakni Conch, resmi masuk ke Indonesia tahun ini dengan kapasitas produksi mencapai 1,5 juta ton di Manokwari. ”Serta berencana membangun di Manado dan telah memiliki produksi 4 juta ton,” jelasnya.
Sementara itu, pemain semen terbesar ketiga dunia, yakni CNBM (China National Building Material), meski belum memiliki pabrik di Indonesia, telah memiliki izin lokasi di Grobogan dan Wonogiri. Terakhir, pemain terbesar keempat semen global adalah Heidelberg yang cukup lama masuk di Indonesia dengan nama Indocement dengan kapasitas produksi 25,9 juta ton. (vir/c21/sof)
Sumber: