DLHK: Tidak Ada Zat Pencemar di Udara

DLHK: Tidak Ada Zat Pencemar di Udara

TIGARAKSA – Gejala pusing, mual dan muntah yang menerpa belasan santriwati Pondok Pesantren Nurul Hikmah di Desa Pangadegan, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang masih menyisakan tanda tanya. Sebab, pada hasil uji sampel udara ditemukan tidak adanya zat yang melebihi ambang batas. Padahal, hasil uji sampel air ditemukan bakteri dan zat yang jumlahnya melebihi ambang batas yang ditentukan. Kasus ini menyeruak, gejala pusing, mual dan muntah dialami belasan santriwati hingga dua kali Rabu (28/8) dan Senin (2/9). Serta, warga atas nama Rosidi mengalami hal serupa, hingga akhirnya meninggal dunia usai muntah-muntah. Adapun jarak rumah almarhum dengan pondok pesantren sekira 500 meter. Secara geografis, kawasn padat penduduk tersebut diapit pabrik pengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang, Asep Jatnika mengatakan, belum adanya kesimpulan yang absah. Sebagai jawaban dari kasus pondok pesantren walaupun, hasil uji udara sudah diterima. “Hasil laboratorium sebagai dasar kita melakukan analisa dan menentukan sumber penyebabnya. Namun, kita belum mengetahui penyebab atau sumber yang menyababkan gejala tersebut,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (3/10). Ia mengungkapkan, data hasil uji udara tidak ditemukan adanya zat yang melebihi ambang batas yang ditentukan. Karenanya, hingga kini, pemerintah dearah belum mendapat kesimpulan atas kasus yang menimpa belasan santriwati serta almarhum Rosidi. Asep menegaskan, tidak ada maksud dari Pemkab Tangerang untuk menutupi hasil uji sampel udara dari dua laboratorium. Ia mengungkapkan, sudah melihat hasil uji udaha namun hingga kemarin belum menerima salinannya. “Pastinya kita terbuka atas hasil yang didapat dan tidak ada yang ditutupi. Toh, tidak ada untungnya untuk kita kalau kita menutupi. Hanya saja, berkasnya belum ada di meja saya, kemungkinan masih di bidang. Akan tetapi laporan hasl uji udaranya saya sudah melihat,” tegasnya. Diketahui, uji sampel air dilakukan di laboratorium milik pemerintah daerah, sedangkan, untuk uji sampel udara dilakukan di laboratorium milik perusahaan swasta Kehati Serpong. Lalu, sampel udara dan air turut diuji laboratorium milik Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan (BTKL) milik Kemenkes di Jakarta. “Dari hasil pemeriksaan itu semua dibawah nilai baku mutu, artinya aman atau tidak ada zat beracun. Kita cross check data dari dua laboratorium untuk sampel udara, tidak bergantung pada satu laboratorium,” ungkap Asep. Menurutnya, indikasi pencemaran udara semua dari hasil uji laboratorium masih dibawah baku mutu termasuk nilai kebauan (aroma). Namun, analiasa tetap dilkakukan serta pemantuan ulang ke sekitar pondok pesantren. “Kita harus tahu, dalam kasus ini ada tiga simpul yang harus diperhatikan, pertama, potensi, transmisi, dan tingkat pemaparan ke manusia. Semua simpul sudah kita tempuh. Tinggal nanti biasanya kita melihat faktor lain dari lingkungan yang turut berpengaruh atas gejala pusing, mual dan muntah. Namun, kita tidak menuduh pihak manapun,” imbuhnya. (mg-10/mas)

Sumber: