BJB NOVEMBER 2025

Larang Siswa Pacaran di Sekolah, SMPN 3 Tigaraksa Terapkan Aturan Baru untuk Siswa

Larang Siswa Pacaran di Sekolah, SMPN 3 Tigaraksa Terapkan Aturan Baru untuk Siswa

STOP PACARAN DI SEKOLAH: SMPN 3 Tigaraksa, melakukan stop normalisasi pacaran di sekolah karena bisa merusak dan mengganggu fokus siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.(Randy/Tangerang Ekspres)--

TANGERANGEKSPRES.ID, TIGARAKSA — SMP Negeri 3 Tigaraksa, Kecamatan Tiga­raksa, Kabupaten Tangerang, memperketat aturan terkait perilaku berpacaran di ling­kung­an sekolah. Kebijakan ini diambil menyusul kekhawatiran pihak sekolah terhadap me­ningkatnya kasus pelanggaran tata tertib dan gangguan kon­sen­trasi belajar akibat hubung­an antar siswa, yang dianggap sudah dianggap normal.

Meski sebagian siswa menge­luhkan aturan tersebut, banyak pula yang menyambut baik. Ini karena mereka merasa lebih nyaman di sekolah tanpa te­kanan sosial dari tren pacaran. Beberapa orang tua yang ikut rapat komite sekolah beberapa waktu lalu, sangat mendukung kebijakan tersebut.

Kepala SMPN 3 Tigaraksa Asep Jaja mengatakan, larangan berpacaran tersebut  bukan sekadar penertiban tetapi ba­gian dari upaya menjaga kuali­tas pembelajaran dan perkem­bangan psikologis siswa. Ini karena  sekolah tempat siswa mencari ilmu dan meraih pres­tasi. Para siswa wajib mengikuti aturan di sekolah.

“Kami bukan ingin menjadi polisi cinta, kami hanya ingin memastikan siswa berada di sekolah untuk belajar, bukan untuk terjebak dalam dinamika hubungan yang mereka sendiri belum siap menghadapinya.” ujarnya kepada Tangerang Eks­pres di ruang kerjanya, Rabu (10/12).

Asep menambahkan, aturan tersebut muncul setelah guru dan wali kelas melaporkan ber­bagai kejadian yang meng­arah pada penurunan disiplin siswa akibat hubungan pacaran. Hal itu bisa merusak fokus siswa dalam mengikuti kegiatan be­lajar mengajar di sekolah, se­hingga stop pacaran di seko­lah dianggap perlu untuk diterap­kan.

“Ada siswa yang jadi sering izin keluar kelas, siswa yang saling cemburu, bahkan bebe­rapa yang menangis di ling­kungan sekolah karena masalah pasangan. Ini jelas mengganggu proses belajar,” paparnya.

Ia menjelaskan, sebelum ke­bijakan diperketat, pihak seko­lah telah mencoba pendekatan persuasif, namun situasi justru semakin kompleks. Aturan baru tersebut, menekankan bahwa segala bentuk interaksi fisik berlebihan, deklarasi hubungan di ruang publik sekolah, serta penggunaan kata-kata mesra selama jam belajar akan di­batasi. Namun pendekatan yang digunakan tetap bersifat pembinaan.

“Kami tidak akan menghukum siswa hanya karena menyukai seseorang. Itu hal wajar, tetapi kami wajib mengarahkan me­reka agar fokus pada tugas uta­ma sebagai pelajar. Pende­katan kami tetap humanis.” tutupnya.(ran)

Sumber: