Larang Siswa Pacaran di Sekolah, SMPN 3 Tigaraksa Terapkan Aturan Baru untuk Siswa
STOP PACARAN DI SEKOLAH: SMPN 3 Tigaraksa, melakukan stop normalisasi pacaran di sekolah karena bisa merusak dan mengganggu fokus siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.(Randy/Tangerang Ekspres)--
TANGERANGEKSPRES.ID, TIGARAKSA — SMP Negeri 3 Tigaraksa, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, memperketat aturan terkait perilaku berpacaran di lingkungan sekolah. Kebijakan ini diambil menyusul kekhawatiran pihak sekolah terhadap meningkatnya kasus pelanggaran tata tertib dan gangguan konsentrasi belajar akibat hubungan antar siswa, yang dianggap sudah dianggap normal.
Meski sebagian siswa mengeluhkan aturan tersebut, banyak pula yang menyambut baik. Ini karena mereka merasa lebih nyaman di sekolah tanpa tekanan sosial dari tren pacaran. Beberapa orang tua yang ikut rapat komite sekolah beberapa waktu lalu, sangat mendukung kebijakan tersebut.
Kepala SMPN 3 Tigaraksa Asep Jaja mengatakan, larangan berpacaran tersebut bukan sekadar penertiban tetapi bagian dari upaya menjaga kualitas pembelajaran dan perkembangan psikologis siswa. Ini karena sekolah tempat siswa mencari ilmu dan meraih prestasi. Para siswa wajib mengikuti aturan di sekolah.
“Kami bukan ingin menjadi polisi cinta, kami hanya ingin memastikan siswa berada di sekolah untuk belajar, bukan untuk terjebak dalam dinamika hubungan yang mereka sendiri belum siap menghadapinya.” ujarnya kepada Tangerang Ekspres di ruang kerjanya, Rabu (10/12).
Asep menambahkan, aturan tersebut muncul setelah guru dan wali kelas melaporkan berbagai kejadian yang mengarah pada penurunan disiplin siswa akibat hubungan pacaran. Hal itu bisa merusak fokus siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah, sehingga stop pacaran di sekolah dianggap perlu untuk diterapkan.
“Ada siswa yang jadi sering izin keluar kelas, siswa yang saling cemburu, bahkan beberapa yang menangis di lingkungan sekolah karena masalah pasangan. Ini jelas mengganggu proses belajar,” paparnya.
Ia menjelaskan, sebelum kebijakan diperketat, pihak sekolah telah mencoba pendekatan persuasif, namun situasi justru semakin kompleks. Aturan baru tersebut, menekankan bahwa segala bentuk interaksi fisik berlebihan, deklarasi hubungan di ruang publik sekolah, serta penggunaan kata-kata mesra selama jam belajar akan dibatasi. Namun pendekatan yang digunakan tetap bersifat pembinaan.
“Kami tidak akan menghukum siswa hanya karena menyukai seseorang. Itu hal wajar, tetapi kami wajib mengarahkan mereka agar fokus pada tugas utama sebagai pelajar. Pendekatan kami tetap humanis.” tutupnya.(ran)
Sumber:

