BJB OKTOBER 2025

Trans Banten Dinilai Masih Program Seremonial, Belum Jadi Solusi Transportasi Publik Massal

Trans Banten Dinilai Masih Program Seremonial, Belum Jadi Solusi Transportasi Publik Massal

BUS TRANS BANTEN: Bus Trans Banten yang diluncurkan oleh Pemprov Banten. (Aldi Alpian Indra/Tangerang Ekspres)--

Program Trans Banten Terburu-buru dan Minim Sosialisasi

Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi Banten menilai peluncuran program Trans Banten oleh Pemerintah Provinsi Banten masih tergesa-gesa dan belum melalui kajian matang. Program yang baru saja diresmikan bertepatan dengan HUT ke-25 Provinsi Banten itu disebut belum siap dari sisi sarana, prasarana, maupun sosialisasi.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua I Organda Provinsi Banten, Edi Faisal Lubis, yang menilai pemerintah seharusnya tidak terburu-buru menjalankan program tanpa melibatkan pihak yang terdampak langsung, terutama pengusaha dan pengemudi angkutan umum.

“Kami dari Organda melihat program ini cenderung terburu-buru. Sarana dan prasarananya belum lengkap, dan sosialisasinya belum berjalan dengan baik. Yang kami maksud sosialisasi bukan hanya kepada dinas, tapi juga kepada pengusaha dan moda angkutan yang terdampak,” ujar Edi saat dihubungi oleh Tangerang Ekspres, Kamis (9/10).

Menurutnya, selama ini pengusaha angkutan belum dilibatkan secara penuh dalam perencanaan Trans Banten. Padahal, merekalah yang paling terdampak atas perubahan rute dan sistem transportasi yang kini mulai diberlakukan oleh pemerintah provinsi.“Pengusaha angkutan di jalur tersebut mestinya dilibatkan. Kami mendukung perbaikan layanan, tapi jangan tergesa-gesa. Misalnya, ada halte di satu sisi jalan tapi tidak di sisi lain, itu kan membingungkan penumpang,” kata Edi.

Edi menjelaskan, Organda sebenarnya sempat diajak berdiskusi melalui forum dengan Pemprov Banten. Namun, pembahasan yang dilakukan masih sebatas koordinasi antar-dinas, belum menyentuh akar persoalan di lapangan.“Sebenarnya pernah diajak bicara, tapi tidak sampai ke akar persoalan. Sosialisasinya hanya rapat koordinasi dengan dinas, bukan sosialisasi yang menyentuh para pengusaha dan pengemudi,” ujarnya.

Menurutnya, bentuk sosialisasi yang ideal adalah melibatkan seluruh pihak terkait, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengusaha, hingga pengemudi angkutan lokal. Hal ini penting agar tidak terjadi salah paham dan benturan kepentingan ketika program mulai dijalankan.

“Kami ini juga produk pemerintah, punya SK trayek yang melalui kajian teknis. Jadi sebelum program berjalan, sebaiknya kami dilibatkan dulu,” kata Edi.

Terkait keterlibatan Perum Damri sebagai operator Trans Banten, Organda tidak menolak kehadiran pihak luar, namun menekankan agar pengusaha lokal diberi kesempatan lebih dahulu untuk berpartisipasi.“Kami tidak menolak pihak luar, tapi seharusnya pengusaha lokal diberi kesempatan lebih dulu. Kalau memang tidak mampu secara teknis, barulah libatkan pengusaha luar daerah,” ujarnya.

Edi mencontohkan Kota Tangerang sebagai daerah yang dinilai berhasil menjalankan program transportasi serupa karena dilakukan melalui proses sosialisasi yang matang dan melibatkan pengusaha lokal sejak awal.“Di Tangerang, pengemudi lokal wajib menjadi bagian dari jaringan koridor. Mereka tahu lokasi halte dan aturan di lapangan. Semua pihak sepakat tidak menaikkan penumpang di luar halte, dan kalau melanggar ada sanksi tegas. Itu yang membuat situasi tetap kondusif,” ungkapnya.

Edi menilai, secara teknis Trans Banten masih jauh dari siap karena hanya memiliki dua unit bus yang beroperasi di satu koridor. Jumlah itu dinilai tidak cukup untuk melayani kebutuhan masyarakat di wilayah Serang dan sekitarnya.“Kalau saya lihat, program ini masih mentah. Minimal satu koridor itu harus punya 10 unit armada, bukan hanya dua. Bagaimana bisa melayani masyarakat dengan jumlah sekecil itu?” katanya.

Selain itu, ia juga menyoroti penggunaan armada lama dalam peluncuran program tersebut. Menurutnya, jika pemerintah ingin menjadikan Trans Banten sebagai kebanggaan daerah, maka seharusnya armada yang digunakan adalah kendaraan baru yang layak dan representatif.

“Kalau mau launching, gunakan armada baru, bukan bekas. Launching seharusnya menunjukkan kesiapan penuh, bukan sekadar uji coba,” tambahnya.

Meski menilai peluncuran Trans Banten terkesan hanya seremonial, Organda tetap mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem transportasi publik di Banten. Namun, Edi menegaskan agar setiap kebijakan dilakukan secara komprehensif dan transparan.“Kami tentu mendukung program pemerintah, tapi kami berharap kebijakannya dibuat lebih matang dan menyeluruh, dikaji dari A sampai Z sebelum dijalankan,” ujarnya.

Organda juga berharap agar ke depan pemerintah memperluas ruang dialog dengan pelaku transportasi lokal, termasuk pengusaha dan sopir angkot yang selama ini menggantungkan hidup dari sektor tersebut.“Kami tidak menolak, hanya berharap ada sosialisasi yang lebih luas dan keterlibatan pengusaha lokal. Kalau semua pihak dilibatkan sejak awal, program ini bisa berjalan baik dan tidak menimbulkan dampak sosial di kemudian hari,” pungkasnya.(Ald)

Sumber: