Batik Butuh Pengakuan

Selasa 03-10-2017,09:13 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGSEL--Hari Batik Nasional menjadi kebanggaan tersendiri bagi para perajin batik. Seperti perajin batik khas Kota Tangsel yang makin eksis di pasaran. Batik dengan motif anggrek dan Situ Gintung ini, menjadi buruan para wisatawan mancanegara. Namun, sayang belum dipatenkan menjadi ikon atau secara resmi sebagai khas Kota Tangsel. Padahal, batik asal Kota Tangsel sudah mendunia di tangan Nelty Friza, salah satu perajin batik di Pondok Aren, Kota Tangsel. Ia menuturkan, motif-motif khas yang punya makna. Batik Tangsel mengenalkan budaya Kota Tangsel sebagai destinasi wisata internasional. “Batik Tangsel dibuat berawal dari kebutuhan ketika ada tamu dari luar negeri yang membutuhkan hadiah. Kemudian kami mempunyai gagasan mengangkat kota sendiri menjadi lebih mendunia dan dikenal keanekaragaman dengan corak batik yang berbeda di Indonesia,” kata pemilik Batik Tangsel ini, Senin (2/10). Melalui bendera usahanya Sekar Purnama, Nelty sudah banyak menerima pesanan batik etnik untuk dipakai para tamu-tamu kehormatan. Diantaranya, ketika pelaksanaan MTQ Nasional ke-22 di Serang, Banten, pada 17-22 Juni 2008, Nelty mendesain dan membuat sendiri batik khusus untuk Presiden RI kala itu, Soesilo Bambang Yudhoyono, pejabat kementerian terkait dan pemerintahan daerah, termasuk Gubernur Banten ketika itu, Ratu Atut Chosiyah. Tak ketinggalan tamu kehormatan dari luar negeri, seperti Duta Besar Negara Sahabat, Anggota DPR, DPD dan lainnya Desain Batik Tangsel berbeda dengan batik pada umumnya. Nelty mengatakan, Batik Tangsel diambil dari potensi dan kultur yang ada di Kota Tangsel. Sebagian besar batik hasil karya Nelty dibandrol dengan harga Rp 1,5 juta hingga Rp 6 juta. Ciri khas Batik Tangsel menggunakan motif kultur daerah seperti budidaya anggrek di Pamulang, budidaya kacang di Kranggan, kampung yang cukup fenomenal yaitu Situ Gintung, motif Sudimara, dan motif Serpong. “Materialnya nyaman dan inovatif, serta tidak meninggalkan unsur dalam negeri karena memakai tenun, bahannya juga alami dari flora di Indonesia. Bahan dari katun atau mori dibandrol dengan harga Rp 2 juta hingga Rp 3 juta,” terang Nelty. Untuk model umum harga berkisar dari Rp 100 ribu hingga Rp 6 juta. Proses Batik Tangsel dibuat dengan berkali-kali sesuai makna dari setiap motif batik itu sendiri. “Banyak diminati warga Jepang. Mungkin karena ada sedikit kesamaan kultur, sehingga mereka tertarik. Pangsa pasar kami sebelum lokal malahan sudah merambah ke Jepang, Cina dan Jerman,” tambahnya,” ujar Nelty. Perempuan bernama lengkap Nelty Fariaz Kusliati itu mengatakan, ketertarikannya menekuni batik bermula karena banyaknya keanekaragaman motif serta corak batik. Apalagi lembaga internasional Unesco telah memberikan pengakuan batik sebagai warisan budaya dunia yang harus dilestarikan. “Kami ingin mengangkat kota Tangsel dan menjadikannya kota yang setara dengan budaya yang sudah maju. Berkat adanya inspirasi itu dan adanya permintaan pasar saya mencoba membuatkan batik khas yang indah,” ujarnya. Tercatat sudah lebih dari 100 motif batik dihasilkannya sejak Kota Tangsel masih menyatu dengan Kabupaten Tangerang dulu kala. Namun dia enggan mematenkan hasil karyanya. Alasannya agar masyarakat dapat menikmati hasil karyanya. “Karena kami yang mengaduk dan yang melahirkannya akhirnya kami tahu cikal bakalnya itu Batik Tangsel,” tambahnya. Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kota Tansel H Kuswanda mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengenalkan Batik Tangsel ke pasar nasional, yaitu dengan melakukan pembinaan dan membantu melakukan promosi. Pembinaan yang dilakukan dengan cara menghubungkan pengusaha dengan Badan Ekonomi Kreatif. Promosi dilakukan dengan cara mengikutkan pengusaha melalui berbagai acara pameran. “Terakhir promosi kami bantu ke Festival Jember dan saya pernah berikan (Batik Tangsel,red) ke Walokita Ulanbatar, Mongolia,” tambahnya. Anggota Komisi II DPRD Tangsel Sri Lintang Rosiyani mengaku bangga akan ciri khas batik yang dimiliki oleh Kota Tangsel yang hampir setiap tahun mengeluarkan motif baru. “Motifnya menarik karena sesuai dengan ikon Tangsel, ada bunga anggreknya,” ujar anggota DPRD dari Fraksi PKS ini. Dia berharap penggunaan Batik Tangsel tidak hanya di ruang lingkup aparatur sipil negara saja, melainkan penggunaannya harus digalakkan hingga ke sekolah-sekolah. Ia memaparkan, agar sesuai keasliasn dan filosofi kota Tangsel yang sebenarnya pihaknya meminta Pemkot Tangsel membuat Perda Batik. "Ini agar batik-batik yang dibuat perajin di Kota Tangsel mendapat pengakuan dari pemkot sebagai batik khas Tangsel," ujarnya. Kota Tangsel juga bisa menyusul daerah lain yang sudah lebih dahulu mempunya ikon. Seperti batik Solo, batik Pekalongan, batik Cirebon dan masih banyak lagi. (mg-6/mg-7/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait