TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Sebelumnya direncanakan, Sekolah Rakyat (SR) di Kota Serang akan memulai kegiatan belajar dan menuntaskan pendaftaran pada awal Agustus 2025.
Namun hingga kini, sekolah yang digagas Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut masih kekurangan siswa untuk memenuhi kuota, khususnya di jenjang sekolah dasar (SD).
Plt Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Serang, Muhammad Ibra Gholibi mengatakan, hingga saat ini jumlah pendaftar untuk tingkat SMP telah memenuhi kuota sebanyak 55 orang. Sementara untuk tingkat SD baru tercatat 35 pendaftar dari target 50 orang.
“Masih kurang 15 siswa untuk SD. Kalau SMP sudah penuh,” ujar Ibra, Selasa (12/8).
Tingginya angka putus sekolah di Kota Serang menjadi pertanyaan tersendiri mengapa Sekolah Rakyat belum terpenuhi.
Menurut Ibra, salah satu penyebabnya adalah minimnya sosialisasi kepada masyarakat dan masih adanya keraguan orang tua terkait sistem boarding atau asrama.
“Masyarakat belum sepenuhnya paham seperti apa sekolah ini. Ada kekhawatiran soal anak tinggal di asrama, sehingga belum rela melepas anaknya sekolah di SR,” jelasnya.
Pihaknya menegaskan, seluruh kebutuhan siswa di Sekolah Rakyat ditanggung sepenuhnya oleh Kemensos, mulai dari pendidikan, pakaian, makanan, hingga buku.
Selain itu, pihak sekolah juga menyiapkan wali asuh di setiap kelas untuk memastikan siswa mendapatkan perhatian penuh, termasuk pencegahan perundungan.
“Tidak akan ada perbedaan kasta atau perlakuan yang membuat anak minder. Justru sekolah akan memberikan pendidikan karakter dan agama agar mereka bisa tumbuh percaya diri,” tambahnya.
Terkait jadwal dimulainya kegiatan belajar, Ibra menjelaskan bahwa seluruh tahapan mengacu pada arahan Kemensos.
“Tahap pertama untuk SMA akan dimulai 15 Agustus. Sementara SD dan SMP kemungkinan pada September, karena Kemensos masih menyiapkan sarana prasarana dan tenaga pengajar,” terangnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendbud) Kota Serang, Tubagus Suherman, mengungkapkan angka putus sekolah terakhir di Kota Serang mencapai 153 anak.
Mereka telah dikembalikan ke sekolah masing-masing. Tiga faktor utama menjadi penyebab putus sekolah, yakni kemiskinan, perundungan, dan rendahnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan.
“Kemiskinan membuat orang tua tidak mampu memberi uang jajan, sehingga anak sering di-bully di sekolah. Faktor ketiga, ada orang tua yang justru menyuruh anak bekerja di sawah atau membantu pekerjaan lain, padahal mereka masih usia sekolah,” jelasnya.