MONTEVIDEO – Baru sembilan bulan Tite duduk sebagai nahkoda Brasil. Tapi, cukup dalam waktu sembilan bulan itu Tite menjadikan Selecao –julukan Brasil– susah untuk dikalahkan. Bahkan keangkeran Estadio Centenario, Montevideo, yang lima tahun lebih tidak pernah merasakan kekalahan pun mereka runtuhkan.
Ya, Jumat pagi kemarin WIB (24/3) Joao Miranda dkk menggilas Uruguay dengan skor telak 4-1 (1-1). Beda dari biasanya, bukan cuma Neymar da Silva Santos Jr aktor di balik laju tidak terkalahkan ketujuh Brasil sepanjang kualifikasi Piala Dunia 2018 dalam zona Conmebol. Neymar mencetak satu gol menit ke-74. Sedangkan tiga gol Brasil lainnya dicetak Paulinho masing-masing pada menit ke-18, 51, dan 90+2. Keempat gol itu membalikkan keadaan setelah sempat tertinggal pada menit kedelapan lewat gol tendangan penalti dari Edinson Cavani. "Untuk bermain dan menang di sini (Montevideo) itu hal yang sangat sulit. Di sini Anda harus benar-benar punya atmosfer kuat dan energi. Anda harus mendapatkan fokus tertinggi. Dengan kekuatan fisik, teknik, taktik dan aspek mental," kata Tite sebagaimana dikutip Four Four Two. "Apabila Anda datang ke sini dan malu bertindak maka itu akan berpengaruh pada permainan Anda. Atau, apabila Anda malu untuk bertahan karena tekanan dari fans maka Anda tidak akan bermain bagus. Mental pun harus kuat, terlebih ketika Anda mengawali laga dengan ketinggalan 0-1," lanjutnya. Apa kunci comeback Brasil itu? Kesalahan Uruguay yang terlalu fokus mem-blok pergerakan Neymar di sayap kiri. Dengan taktik seperti itu, Neymar dapat menarik bek-bek Uruguay terpaku padanya sehingga Paulinho bisa bebas berkeliaran. Tidak cuma itu. Oscar Washington Tabarez lupa bahwa Brasil bukan Argentina. Brasil bukan lagi Neymar-dependencia. Neymar ditutup, maka Brasil masih punya Roberto Firmino dan Philippe Coutinho. Ingat, Firmino dan Coutinho bermain satu klub di Liverpool. Sehingga, komunikasi antar keduanya sudah klop. Gol kedua yang menjadi tonggak pembalik kedudukan pun lahir berawal dari kreasi kedua pemain tersebut. Dari sini bisa kelihatan menakutkannya serangan Brasil di tangan Tite. Formasi 4-3-3 dengan tiga trisula yang kreatif jadi alasannya. Tidak ada Gabriel Jesus, Brasil masih punya senjata Firmino. Beda seperti era Dunga yang lebih banyak menggantungkan dari Neymar. Di kualifikasi Piala Dunia 2018 Conmebol ini misalnya. Di era Dunga, agresivitas Brasil hanya 1,83 gol per laganya. Agresivitas itu pun melonjak hampir dua kali lipatnya di era Tite. Per laganya, Brasil bahkan mampu menciptakan tiga gol. Kuat menyerang, di dalam bertahan pun Brasil di tangan Tite makin kokoh. Sebelum dibobol Cavani dari titik putih kemarin, gawang Alisson Becker berhasil lima laga cleansheet beruntun. Dengan Joao Miranda dan Marquinhos yang lebih sering berada di jantung pertahanan, hanya 0,28 gol per laga kebobolannya. Di era Dunga? Gol yang masuk ke gawang Brasil per laganya bisa lebih dari 1gol (1,33 gol per laga). Overall, Brasil di tangan Tite unbeaten delapan laga beruntun. Satu lainnya dalam laga uji coba melawan Kolombia, 26 Januari lalu. Dengan modal itu, tinggal sedikit lagi Brasil menjejak Piala Dunia 2018. Dengan 30 poin, kalau dari histori kualifikasi di zona Conmebol sejak memakai format satu grup 1998, poin 28 sudah lolos ke babak final. Akan tetapi, jika dari hitung-hitungan, Brasil mungkin sudah pasti memastikannya pada 1 September mendatang. Syaratnya, di Arena Corinthians, Sao Paulo, tengah pekan nanti WIB (29/3) Brasil mengalahkan Paraguay. Begitu melawan Ekuador (1/9), menang sudah menjauhkan Brasil dari kejaran tiga negara di bawahnya. Bek tengah sekaligus kapten tim Uruguay Diego Godin mengakui kesalahannya di laga ini terlalu fokus pada Neymar. "Dan memang benar, Neymar tetaplah pembeda. Tak peduli berapa pemain yang harus mengawalnya, dia masih mampu memberi perbedaan," sesal Godin. Bukan hanya gagal dalam bertahan. Uruguay pun gagal dalam menyerang. Brasil yang rapat di belakang memaksa pemain Uruguay banyak buang-buang peluang. Hanya 50 persen efektifitas tembakan Godin dkk. Dari 12 tembakan, enam tepat sasaran. Tanpa Luis Suarez, La Celeste – julukan Uruguay – benar-benar kesulitan. "Tidak ada yang dapat saya katakan lagi, Brasil bertahan jauh lebih bagus, mereka lebih bertenaga," puji Tabarez. Bagi Uruguay, ini kekalahan pertama mereka di kandang sendiri 15 Oktober 2009 silam. Tepatnya ketika mereka dipecundangi Argentina 0-1 saat kualifikasi Piala Dunia 2010. "Ini menyakitkan, sekalipun kami secara profesional mempunyai gairah untuk itu (memenangi laga), tetapi kami tidak mendapatkan apa yang kami inginkan. Sungguh ini menyakitkan. Kadang-kadang perlu pukulan keras untuk member kami gambaran seperti apa kami saat ini," tambah Tabarez. Uruguay berikutnya akan melawat ke kandang Peru. (jpnn/apw)Menang Aspek Mental
Sabtu 25-03-2017,05:07 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :