Ujicoba Stasiun Pengisian Mobil Listrik (SPBL) di Kota Tangsel, Pakai Tenaga Surya Habiskan Rp 800 Juta

Kamis 03-01-2019,05:21 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Jumlah mobil listrik masih sangat minim. Bahkan, di jalanan utama ibukota pun masih bisa dihitung dengan jari. Sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Listrik (SPBL) berdiri di Kota Tangsel. Dibuat menghabiskan biaya fantastis. Pelanggannya masih sepi. KHANIF LUTFI-Kota Tangsel 'Kita masih suka minyak bumi ketimbang listrik yang ramah lingkungan'. Pernyataan itu masih mengakar hingga sekarang. Ya, semua punya alasan kuat untuk memilih dua tenaga ini. Sekian puluh tahun, industri dan otomotif terus menguras minyak dari perut bumi. Namun, siapa sangka, produksi minyak menjadi momok bagi lingkungan. Teknologi yang kini semakin dilirik salah satunya mobil listrik. Mobilnya mulai dikeluarkan sejumlah merek. Mulai dari Eropa, Jepang sampai Cina. Sebut saja BMW, Mercedes, sampai Mitsusbishi ikut mengeluarkan mobil tersebut. Mobil ramah lingkungan saat ini sedang mengalami perkembangan pesat di beberapa negara. Mobil ini memanfaatkan baterai untuk menyimpan energi yang digunakan untuk memutar motor listrik. Tapi, meski mobil listrik sudah dirilis sejumlah pabrikan, masyarakat masih banyak yang belum tahu, jika ada stasiun pengisian bahan bakar listrik (SPBL) resmi milik pemerintah. Lokasinya ada dua. Satu di Kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta. Satunya di Kawasan Puspiptek Serpong, Kota Tangsel, Banten. Sejak di launching 5 Desember 2018 lalu, stasiun yang saat ini masih digratiskan malah terlihat sepi. Seperti SPBL yang berada di Puspitek, Kota Tangsel. Statusnya memang masih uji coba, tapi bukan berarti cuma pajangan. SPBL berfungsi sebagaimana mestinya. Kepala Layanan Jasa Teknologi Arie Rahmadi kepada wartawan Fajar Indonesia Network membeberkan konsep yang dibangun. Berbeda dengan SPBL di Jakarta yang hanya mengandalkan listrik dari PLN. Di Serpong, Tangsel SPBL dikombinasi dengan tambahan panel surya. Jadi sumber utamanya bukan cuma listrik dari PLN. "Tenaga di sini ditambah dari panel yang kita pasang di atas gedung," kata Arie saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (2/1). Meski daya listrik yang dihasilkan tidak sebesar di Jakarta, tetapi dengan menggunakan panel tambahan yang mengubah tenaga matahari menjadi listrik bisa lebih menghemat. Di Jakarta, output listrik yang dihasilkan lebih besar, yakni 50 kW. Sedangkan di Serpong, hanya 20 kW. Penamaannya pun berbeda. Jika di Jakarta dinamakan fast charging, di Serpong disebut smart charging.Untuk mengisi baterai mobil sampai penuh, dibutuhkan waktu 30 menit. Tentu berbeda jika harus men-charge di rumah, yang rata-rata memakan waktu 6 sampai 8 jam. "Wajar saja, karena daya listrik rumahan hanya 5 kW," lanjutnya. Lebih lanjut Arie bercerita, nantinya, untuk biaya pembuatan SPBL juga tidak memerlukan tempat yang luas seperti hal nya SPBU BBM. SPBL bisa berada di pusat perbelanjaan, parkiran perkantoran, sampai parkiran restoran cepat saji. Arie mulai buka-bukaan, kepada FIN. Ia mengaku menghabiskan dana sekira Rp800 juta untuk membangun satu SPBL di Serpong. "Tetapi ini masih uji coba. Jika nantinya sudah dikomersialkan, harganya bisa turun drastis," ungkapnya. "Paling berkisar Rp200 juta. Kenapa, karena ini kita masih tahap uji coba. Beberapa alatnya pun di datangkan dari luar negeri. Tapi saya yakin, jika nantinya sektor swasta bisa membuatnya tanpa perlu impor. Inilah yang akan memangkas biaya," lanjutnya. Colokan yang digunakan dari sumber ke mobil listrik juga belum dipatenkan. Saat ini, sejumlah pabrikan masih berbeda-beda. Perlu ada paten yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Agar semuanya seragam. Terkait regulasi, Arie juga optimis, jika perizinannya tidak berbelit seperti mendirikan SPBU BBM. Alasannya sangat sederhana, karena SPBL hanya memerlukan listrik dengan daya yang sedikit besar. Dan ini pun tidak berbahaya, karena bersifat kering. Ditanya harga, Arie terlihat kebingungan. Belum ada acuan harga yang ditetapkan. Jika bensin mengunakan acuan liter, listrik menggunakan kilo watt. Hanya saja, butuh acuan lebih spesifik untuk menghitungnya. "Kita masih menghitungnya," tandasnya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait