BJB NOVEMBER 2025

Tingginya SiLPA Hambat Efektivitas Pembangunan Daerah

Tingginya SiLPA Hambat Efektivitas Pembangunan Daerah

Dosen Administrasi Publik Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UNIS) Tangerang Hudaya Latuconsina.(Dok. Pribadi)--

TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Sisa Lebih Pembiyaan Anggaran (SiLPA) merupakan selisih lebih antara realisasi penerimaan daerah dan realisasi belanja daerah dalam satu tahun anggaran. 

Dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah, SiLPA menjadi indikator penting yang menunjukkan bagaimana anggaran direncanakan dan dilaksanakan.

SiLPA muncul akibat belum optimalnya realisasi belanja, terutama pada proyek infrastruktur dan program pelayanan masyarakat. Sejumlah kegiatan diketahui tertunda karena proses pengadaan yang lambat, dokumen perencanaan yang belum matang, hingga kendala teknis di lapangan.

Dampak terbesar dari tingginya SiLPA dirasakan pada tertundanya sejumlah proyek prioritas. Pembangunan fasilitas umum seperti jalan lingkungan, perbaikan sekolah, hingga program pemberdayaan masyarakat harus menunggu hingga tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini membuat masyarakat tidak segera merasakan manfaat pembangunan yang telah direncanakan.

Dosen Administrasi Publik Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UNIS) Tangerang Hudaya Latuconsina mengatakan, bahwa tingginya SiLPA dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Anggaran yang seharusnya berputar di masyarakat justru mengendap di kas daerah. Belanja pemerintah adalah penggerak ekonomi. Jika tidak terserap, dampaknya terasa pada perlambatan aktivitas ekonomi lokal.

”Jika anggaran tidak terserap, artinya program pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini langsung berdampak pada masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari belanja pemerintah,”ujarnya saat di hubungi Tangerang Ekspres, Minggu (7/12).

Hudaya menambahkan, belanja pemerintah merupakan salah satu pendorong utama ekonomi daerah. Ketika anggaran tidak terserap, perputaran uang di masyarakat ikut terhambat. Para pelaku usaha, terutama kontraktor lokal, penyedia jasa, hingga UMKM, menjadi pihak yang terdampak. ”Saat belanja pemerintah tidak berjalan, efek multiplikasi ekonomi melemah. Ini sangat terasa terutama di daerah yang perekonomiannya bergantung pada proyek pemerintah,”paparnya.

Ia menjelaskan, SiLPA yang besar setiap tahun menunjukkan adanya perencanaan yang tidak akurat. Banyak OPD dinilai masih menyusun program secara terburu-buru atau tanpa perhitungan matang terkait kesiapan lahan, perizinan, dan aspek teknis lainnya. Selain itu, proses pengadaan yang lambat juga menjadi penyebab.“Tingginya SiLPA sering berawal dari dokumen perencanaan yang tidak siap, sehingga kegiatan tidak bisa dieksekusi tepat waktu, maka itu pemerintah daerah harus bisa lebih cepat menyusun jadwal agar pelaksanaan bisa sesuai dengan jadwal dan anggaran terserap,”ungkapnya.

Hudaya menuturkan, pemerintah daerah harus melakukan reformasi menyeluruh dalam proses perencanaan dan penganggaran. Dirinya menilai bahwa penggunaan sistem peringatan dini (early warning system), penguatan koordinasi antar OPD, dan percepatan lelang proyek harus menjadi fokus.

“SiLPA tidak bisa dibiarkan menjadi rutinitas. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa anggaran yang disusun benar-benar dapat dilaksanakan. Ini kuncinya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,”tutupnya.(ran)

Sumber: