Untuk Mempersempit Defisit Anggaran BPJS Kesehatan 2018, Jokowi Pertimbangkan Kenaikan Iuran

Untuk Mempersempit Defisit Anggaran BPJS Kesehatan 2018, Jokowi Pertimbangkan Kenaikan Iuran

Jakarta -- Presiden Joko Widodo mengaku bakal memperhitungkan masukan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menaikan iuran demi mempersempit defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan 2018. "Semuanya masih dikalkulasi. Semua harus dihitung," kata Jokowi di Balai Kartini, Selasa (25/9). Hal ini disampaikan menyikapi pandangan IDI penyesuaian iuran terutama kepada peserta non-Penerima Bantuan Iuran (non-PBI) merupakan solusi jangka panjang defisit BPJS Kesehatan yang mencapai Rp16,5 triliun. Peserta non-PBI, menurut IDI, selama ini dikenakan premi yang sama dengan peserta yang kurang mampu. Jokowi menyambut baik masukan IDI. Namun, ia menegaskan semuanya perlu dihitung matang-matang terlebih dahulu. "Ya masih dihitung. Kalau memungkinkan kenapa tidak. Belum diputuskan," tutur mantan Wali Kota Solo ini. Sebelumnya, IDI berpendapat penanganan defisit melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan solusi jangka pendek. Kesiapan Kementerian Keuangan menalangi defisit sekitar Rp4,99 triliun juga dinilai hanya sebagai solusi sementara. Jika tak ada penyesuaian iuran serta perbaikan sistem keuangan, maka kinerja BPJS Kesehatan akan tetap tak stabil. Sebelumnya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta kepada Presiden Joko Widodo melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan agar defisit keuangan yang melanda pelaksana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut bisa diatasi. Permintaan tersebut langsung mereka sampaikan saat bertemu Jokowi di Istana, Senin (24/9). Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis mengatakan penyesuaian iuran merupakan jalan keluar untuk mengatasi krisis keuangan BPJS Kesehatan. IDI menilai setoran, khususnya untuk peserta dari golongan masyarakat kurang mampu atau penerima bantuan iuran kurang. Pasalnya, setoran mereka hampir sama dengan golongan masyarakat kurang mampu. "Misal, premi aktual seharusnya Rp36 ribu per orang, tapi yang mendapatkan beban pembayaran pemerintah Rp23.600. Itu membuat pembayaran operasional aktual dari pemerintah ada kerugian," katanya di Komplek Istana Negara. Selain menyesuaikan iuran, IDI, kata Ilham, juga meminta Jokowi untuk membenahi transparansi pelaksanaan program tersebut. IDI menilai dari sisi transparansi pelaksanaan program tersebut perlu dibenahi.Salah satu pembenahan yang perlu dilakukan terkait pelayanan jasa medik dan metode pembayaran jasa layanan kesehatan atau kapitasi. Ilham mengatakan perbaikan transparansi bisa dilakukan dengan menerapkan sistem digital. Ia mengatakan dengan digitalisasi tersebut keberadaan dokter, rumah sakit nakal yang ingin mengeruk keuntungan dari pelaksanaan Program JKN bisa dicegah. Kondisi keuangan BPJS Keuangan saat ini memang tengah berdarah. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo beberapa waktu lalu mengatakan berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2018 ini BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit Rp10 triliun lebih. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah menempuh beberapa kebijakan. Salah satunya, memberikan suntikan modal sebesar Rp4,9 triliun yang rencananya dicairkan pekan ini. Namun, upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dinilai IDI hanya akan memberikan dampak sesaat. "Masalah defisit yang jadi jalan keluar, ya iuran," katanya.(cnn)

Sumber: