Zona Merah Pengidap HIV, Penaggulangan Libatkan Ulama

Zona Merah Pengidap HIV, Penaggulangan Libatkan Ulama

TIGARAKSA – Ratusan warga Kabupaten Tangerang ditemukan mengidap Human Imunodeficiency Virus (HIV). Yakni virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Kasus HIV bahkan selalu meningkat setiap tahun. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Hendra Tarmizi mengatakan, dalam kurun Januari – Juni 2018, kasus HIV sebanyak 120. Sementara pada tahun 2017 lalu mencapai 815 kasus. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana 120 kasus pada 2016 dan 89 kasus di tahun 2015. Ironisnya, tiga dari 29 kecamatan di Kabupaten Tangerang masuk dalam zona merah HIV, dengan jumlah pengidap HIV rata-rata 33 sampai 77 orang. Ketiga kecamatan itu Cikupa, Curug, dan Kosambi. Sedangkan kecamatan kategori zona kuning HIV dengan 25 sampai 32 kasus terdiri dari Pasar Kemis, Tigaraksa, dan Kelapa Dua. “Ada juga yang masuk kategori hijau, biru dan biru muda. Kasus HIV di Kabupaten Tangerang semakin memprihatinkan, setiap tahun meningkat. Semua kecamatan sudah ada kasus HIV,” ujar Tarmizi, seusai workshop pelibatan tokoh agama dalam penanggulangan HIV-AIDS di Kabupaten Tangerang, di Ruang Rapat Bola Sundul, Gedung Usaha Daerah Kabupaten Tangerang, Selasa (28/8). Dia menyebutkan, semua orang berisiko terinfeksi HIV, tanpa mengenal batasan usia. HIV belum bisa disembuhkan, tetapi ada pengobatan yang bisa digunakan untuk memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan ini juga akan membuat penderitanya hidup lebih lama, sehingga bisa menjalani hidup dengan normal. Melalui diagnosis HIV dini dan penanganan yang efektif, pengidap HIV tidak akan berubah menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Yakni stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya. Meski masuk zona merah HIV, Tarmizi mengimbau masyarakat Kabupaten Tangerang agar tidak resah. HIV tidak mudah menular ke orang lain, tidak menyebar melalui udara seperti virus batuk dan flu. HIV hidup di dalam darah dan beberapa cairan tubuh. Tetapi cairan seperti air liur, keringat, atau urine tidak bisa menularkan virus ke orang lain. Ini dikarenakan kandungan virus di cairan tersebut tidak cukup banyak. HIV tidak tertular dari ciuman, air ludah, gigitan, bersin, berbagi perlengkapan mandi, handuk, peralatan makan, memakai toilet atau kolam renang yang sama, digigit binatang atau serangga seperti nyamuk. “Jadi tidak perlu resah, untuk itu kita berikan pemahaman kepada masyarakat agar tahu apa itu HIV-AIDS. Cairan yang dapat menularkan HIV ke dalam tubuh orang lain adalah darah, dinding anus, ASI (Air Susu Ibu), sperma, serta cairan vagina, termasuk darah menstruasi,” tandas dia. Tarmizi menambahkan, penyebaran HIV paling utama yaitu melalui hubungan seks, melalui transfusi darah, dari ibu kepada bayi (baik saat kehamilan, melahirkan, atau ketika menyusui), berbagi jarum (baik untuk menindik atau menato), berbagi suntikan terutama bagi para pengguna narkotika suntik, serta berbagi alat bantu seks dengan pengidap HIV. ”Gejala yang paling umum terjadi adalah jika terinfeksi HIV adalah tenggorokan sakit, demam, muncul ruam di tubuh, pembengkakan noda limfa, penurunan berat badan, diare, kelelahan, nyeri persendian, dan nyeri otot,” beber dia. Guna menekan angka penderita HIV, Komisi Penanggulangan HIV-AIDS (KPA) Kabupaten Tangerang menggandeng tokoh agama. Pendekatan agama merupakan strategi yang baik untuk penanggulangan HIV-AIDS, merevitalisasi peran agama sebagai pedoman hidup, termasuk hubungan antar manusia. “Kita melibatkan ulama terutama dalam pencegahan HIV, karena sudah semua kecamatan ada penderita HIV,” tandas Tarmizi. Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang KH Nur Alam Jaelani mengatakan, para ulama sangat prihatin dengan privalensi HIV yang semakin meningkat. Menurut dia, penanggulangan atau pencegahan merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Sebab HIV-AIDS bukan hanya berkaitan dengan dunia medis, tetapi erat kaitannya dengan moralitas, sosial, budaya, dan ekonomi. Dia pun mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Tangerang melalui KPA yang selalu menggandeng para ulama dalam menanggulangi mewabahnya HIV-AIDS. Nur Alam menyebutkan, sebagai masyarakat yang religius maka pendekatan agama merupakan salah satu indikator untuk meminimalisir kasus HIV-AIDS. “Kita para dai, mubalik, kiai sebetulnya terikat oleh KPA ataupun tidak, kita sudah punya tanggung jawab moral tersendiri dalam menanggulangi berkembangnya HIV-AIDS. Faktor utama penyakit ini adalah kurangnya keilmuan dan keimanan,” ucap dia. Selain itu, HIV tidak dapat dipungkiri akibat kemajuan teknologi serta semakin menjamur tempat hiburan. Salah satu upaya tegas MUI yaitu tidak mentolerir tempat-tempat yang terindikasi dijadikan sarana praktik seks bebas. ”Majelis ulama tidak pernah dan tidak akan mentolerir tempat pijat dan sarana hiburan yang disinyalir ada seks bebas di dalamnya,” pungkas Nur Alam. (srh/mas)

Sumber: