Nikah Beda Agama Tak Bisa Urus Akta

Nikah Beda Agama Tak Bisa Urus Akta

SERPONG-Warga non-muslim di Kota Tangsel diajak memahami berbagai berkas ajuan akta perkawinan. Untuk mengajukannya, pernikahan tidak bisa dilakukan dengan pasangan beda agama. Salah satu calon pengantin harus memilih salah satu ajaran agama yang akan dianutnya. Sebab, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menerangkan, pernikahan dengan agama yang berbeda tak dapat dicatatkan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dengan penerbitan akta perkawinan. Hal tersebut mendorong Disdukcapil Kota Tangsel menyosialisasikannya kepada warga non-muslim. Kepala Disdukcapil Kota Tangsel Toto Sudarto menuturkan, kesulitan kerap terjadi bagi pasangan suami-istri non-muslim saat hendak membuat akta perkawinan. “Kesulitan tersebut dikarenakan kurang lengkapnya syarat administrasi dalam mengajukan akta perkawinan,” katanya. Toto mengatakan, syarat administrasi yang harus dilengkapi antara lain surat pemberkatan agama, surat pengantar dari kelurahan, akta kelahiran,ktp, dan catatan saksi dari kedua mempelai, dan foto. "Jika lengkap bisa dicatatkan dan akta perkawinan dapat diterbitkan. Bagi yang Hindu atau Budha pemberkatannya menyesuaikan. Harus satu agama tak boleh beda agama. Karena jelas tertuang di undang-undang perkawinan," katanya usai dialog interaktif pencatatan perkawinan dengan pemuka agama di BSD, Serpong, Kota Tangsel, Rabu (26/4). Menurut Toto, Tidak lengkapnya persyaratan administrasi itu yang kemudian dianggap sebagai kesulitan dalam mengurus akta perkawinan. "Sebetulnya tidak sulit jika berkasnya lengkap. Makanya kita sosialisasikan ini kepada para pemuka agama yang biasa mengurus pernikahan para jemaatnya," tambahnya. Mencatatkan peristiwa perkawinan hal yang penting. Karena, dengan memiliki administrasi kependudukan yang lengkap, warga secara kekuatan hukum mendapat perlindungan dari negara. Kepala Seksi Perkawinan Direktorat Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Endang Retnowati menjelaskan, akta perkawinan sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan negara menjamin hak suami dan istri, serta sebagai akses keterbukaan publik, dan keamanan sosiologis warga. "Esensi dari pencatatan perkawinan dan juga perceraian sebagai hak asasi manusia. Dan itu akan berkorelasi dengan status pribadi atau status hukum seseorang sebagai wujud pengakuan negara kepada warganya," jelasnya. Namun, di sisi lain, Retnowati menyebutkan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam menertibkan warga agar aktif mencatatkan peristiwa perkawinan dan perceraian. Data kepemilikan akta perkawinan secara nasional masih rendah. Penyebabnya karena belum semua Disdukcapil kabupaten/kota menggunakan SIAK dalam mencatatkan perkawinan dan perceraian. "Hal lainya karena warga umumnya merasa jika akta-akta itu belum penting. Terutama di daerah terpencil, dan terisolir," tutupnya. (mg-22)

Sumber: