Penambak Bandeng Keluhkan Pencemaran Air Laut

Penambak Bandeng Keluhkan Pencemaran Air Laut

  MAUK – Hasil panen tambak ikan bandeng di Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, tidak digunakan oleh etnis Tiong Hoa dalam perayaan Cap Go Meh sebab memiliki bentuk yang kecil atau tidak sesuai permintaan. Toto (58), penggarap tambak mengatakan, dia tidak dapat memberikan ikan bandeng dalam perayaan kebudayaan Cap Go Meh oleh etnis Tiong Hoa. Menurutnya,  ini karena ikan bandeng yang dipanen oleh penambak di Desa Ketapang, berukuran kecil meski sudah masuk masa panen sekitar usia 4 bulan. Misalkan, terangnya, ikan yang digunakan untuk kebudayaan ini biasanya ditimbang sebanyak 3 ikan sudah seberat 1 kilogram (kg), sedangkan ikan bandeng disini perlu sebanyak 6 ikan bandeng hingga mencapai berat 1 kilogram. Artinya, iakn bandeng disini memiliki satu kali lipat lebih kecil. “Dulu, saya bisa menyisihkan hasil panen untuk perayaan Cap Go Meh. Sekarang, saya sudah tidak suplai ikan bandeng untuk perayaan Cap Go Meh, sebab ikan tidak bisa tumbuh besar pada tambak seluas 4,5 hektare yang saya kelola. Padahal, untuk Cap Go Meh bisa dibeli seharga Rp 30.000/kg saat ini,” kata pria yang akrab dipanggil Ato itu. Ato menyebutkan, dia tidak mengetahui jelas sejak kapan pertumbuhan ikan bandeng di tambak yang dikelola tidak bisa tumbuh dengan baik. Namun,  menurutnya, dia menganggap setelah air laut tercemar oleh limbah industri dari saluran air Kali Cirarab ke Muara Rawa Saban diantara Desa Surya Bahari dan Desa Karang Serang (Kecamatan Sukadiri), pertumbuhan ikan makin memburuk. “Saya pernah melihat saluran air Kali Cirarab di Kecamatan Pasar Kemis, sebagai tempat pembuangan air limbah dari salah satu pabrik yang mengeluarkan air limbah berwarna hitam,” tuturnya. Selain dampak air laut yang sudah tercemar, Ato menjelaskan, kendala penambak ikan bandeng adalah hama (ikan payus, ). Jadi, dia mesti memakai obat pemberantas hama. Selain itu, sambungnya, ada hama pakan yang diberikan untuk ikan bandeng seperti siput, burung dan ular. Ato menjelaskan, dia menaruh bibit ikan bandeng sebanyak 10.000 ekor dalam lahan tambak seluas 4,5 hektare. Selanjutnya, bisa menghasilkan panen sekitar 60 persen atau 6000 ekor. Hasil panen tidak bisa 100 persen sebab ada yang mati dan terserang hama. Sekarang, Ato menjelaskan, penambak hanya menjual ikan bandeng kepada tengkulak dengan harga Rp 15.000 kg (sebanyak 6 ekor). Kemudian, tengkulak menjual ikan ke tempat pelelangan ikan (TPI) Ketapang, Kronjo dan Rawa  Saban. Dia meneyebutkan, konsumen menerima harga eceran darin pedagang dengan harga antara Rp 17.000 sampai Rp 19.000/kg. (mg-2)  

Sumber: