Jangan Gunakan Isu Agama di Pilpres

Jangan Gunakan Isu Agama di Pilpres

JAKARTA-Pengamat politik Ari Junaedi menilai, isu agama kemungkinan besar masih akan digunakan pihak tertentu dalam menghadapi pemiliha umum, pemilihan presiden (pilpres) 2019. Strategi itu akan muncul terutama dari kontestan yang tidak punya cara lain dalam melawan popularitas petahana. Pasalnya, isu agama masih sangat seksi untuk memengaruhi pilihan masyarakat, meski sangat berbahaya bagi demokrasi dan keutuhan NKRI. "Bagi kontestan yang tidak punya strategi lain dalam melawan popularitas petahana yang sukses dalam masa pemerintahannya, maka tentu saja akan menggunakan segala cara. Termasuk menggunakan isu-isu agama dalam mengalahkan lawan di pilpres," ujar Ari kepada JPNN, Jumat (13/10). Ari mencontohkan seperti pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu, isu agama terbukti cukup efektif meruntuhkan elektabilitas pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. "Bangsa ini mempunyai luka yang dalam akibat dipergunakannya isu-isu agama dan sektarian. Harusnya itu (kasus di Pilkada DKI) menjadi yang terakhir di era Indonesia yang demokratis sekarang ini," ucapnya. Ia mengingatkan, karena memainkan isu-isu agama sangat berbahaya bagi goyahnya sendi-sendi bernegara yang demokratis. Padahal Indonesia kini tengah berbenah untuk terus mematangkan sistem demokrasi yang ada. Popularitas Presiden Jokowi menanjak jelang pilpres. Hasil survei dari berbagai lembaga independen memperlihatkan elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut jauh meninggalkan tokoh-tokoh lain, termasuk Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto. "Kehadiran toko-tokoh alternatif untuk bisa bersaing dengan Jokowi saya rasa akan sulit untuk bisa bersaing melawan kedigdayaan Jokowi," ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi kepada JPNN, Jumat (13/10). Meski sangat sulit, Ari meyakini ada beberapa tokoh alternatif yang kemungkinan didorong tampil menjadi pesaing Jokowi nantinya. Sebut di antaranya Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan, yang sebentar lagi menggantikan Djarot Saiful Hidayat. Kemudian juga terdapat nama Ketua Umum DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Harry Tanoesoedibjo. "Sosok-sosok seperti Anies yang berhasil menang di Pilgub DKI atau raja media HT pun tetap akan sulit melawan elektabilitas dan popularitas Jokowi. Walau setiap saat muncul di seluruh medianya, terbukti juga tidak cukup populer di mata publik," pungkas Ari. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah merespons santai hasil survei Indikator Politik Indonesia pimpinan Burhanudin Muhtadi. Hasil survei itu menempatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok layak menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo. Menurut Fahri, sebaiknya pembahasan tentang Ahok dihentikan. Fahri mengatakan, bagaimanapun Ahok sudah menjadi narapidana. Di sisi lain, Indonesia punya banyak tokoh yang bisa dijagokan. “Orang juga lagi menjalani masa (hukuman, red), mohon maaf ini tidak etis, tidak enak disebut tapi disebutnya kan narapidana. Jadi itu sudahlah, Indonesia ini banyak sekali jagoan-jagoannya,” ujar Fahri di gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/10). Dia menambahkan, menghadirkan banyak tokoh untuk menjadi calon pemimpin merupakan cita-cita reformasi 19 tahun silam. Legslator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meyakini Indonesia memilki banyak orang yang jago dalam bekerja tapi tak berbicara. “Percaya dirilah, kita bahwa sumber kepemimpinan itu banyak, terutama nanti yang akan membebaskan kita dari beban-beban masa lalu,” ungkap Fahri. (jpnn)

Sumber: