Saksi Kunci Novel Mantan Guru Madrasah

Saksi Kunci Novel Mantan Guru Madrasah

JAKARTA – Langkah Kapolri Jenderal Tito Karnavian merilis sketsa wajah Mr X, terduga pelaku penyiraman asam sulfat terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, memang patut diapresiasi. Sayang, langkah itu sampai kini belum dibarengi keseriusan Polri untuk mengungkap keberadaan Mr X. Sebaliknya, upaya Kapolri merilis sketsa wajah terduga pelaku Novel justru memunculkan kontroversi. Itu menyusul dalam catatan rilis di Kantor Presiden pada Senin (31/7) tertulis nama saksi kunci yang ditengarai memberi keterangan seputar ciri-ciri wajah terduga pelaku penyerangan. Tentu saja, hal itu membuat keamanan saksi yang disebut-sebut melihat kejadian perkara itu terancam. Untuk memastikan kebenaran sketsa wajah yang dirilis kepolisian merupakan hasil keterangan saksi kunci berinisial EJ tersebut, Jawa Pos berupaya mengonfirmasi yang bersangkutan. Berdasar informasi awal, EJ tinggal tidak jauh dari rumah Novel di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Jaraknya 11 rumah dari kediaman Novel. Saat Jawa Pos mendatangi rumah EJ, pihak keluarga enggan banyak berkomentar. Mereka cenderung tertutup. Keluarga EJ yang punya usaha berjualan sosis goreng dan nasi kuning itu hanya mengatakan EJ tidak berada di rumah. Jawa Pos kemudian menyambangi salah seorang rekan EJ yang tinggal tidak jauh dari masjid Al Ihsan, tempat Novel salah Subuh berjamaah sebelum insiden penyiraman air keras terjadi 11 April. Dari situ, diketahui bahwa EJ merupakan seorang pegawai bank swasta nasional. Usianya 26 tahun dan baru saja menikah. Saat ini, EJ tinggal di Serang, Banten bersama sang istri. Sebelum bekerja di bank, EJ sempat mengajar di madrasah yang berlokasi di depan masjid Al Ihsan. “Dulu sempat mengajar di yayasan sama saya,” ujar teman EJ yang juga pengurus masjid Al Ihsan tersebut. Setelah mendapat kontak EJ, Jawa Pos langsung menghubungi pria bertubuh besar itu. Sayang, EJ tidak mau menjelaskan detail soal sketsa wajah terduga pelaku yang dirilis kepolisian. Begitu pula soal kronologi bagaimana dirinya bisa menyimpulkan bahwa wajah yang kini menyebar itu benar-benar terduga pelaku penyiraman. “Saya menyerahkan semuanya ke polisi,” tuturnya singkat. Menyebarnya sketsa wajah terduga pelaku membuat warga sekitar rumah Novel heboh. Mereka bertanya-tanya asal muasal sketsa itu dibuat. Maklum, sebagian besar warga setempat mengaku tidak pernah memberi keterangan seputar ciri-ciri terduga pelaku kepada polisi. “Secara langsung, mereka (warga sekitar rumah Novel, Red), belum ada yang melihat (terduga pelaku, Red),” ujar Wisnu Broto, ketua Rt 3/RW 10 yang juga tetangga sebelah rumah Novel. Wisnu juga mengaku tidak mengenal EJ. Sepengetahuan Wisnu, EJ tidak tercatat sebagai warga di lingkungan RT-nya. “Dia bukan warga saya. Saya sendiri nggak kenal dia (EJ) itu siapa,” paparnya. Sementara itu, Novel menyayangkan “blunder” kapolri yang tidak cermat menjaga nama salah seorang saksi. Blunder itu, kata dia, menunjukan bahwa penyidik Polri tidak profesional. “Saya kecewa dengan penyidik yang mengumbar (nama) saksi keluar (ke publik). Itu adalah bentuk tindakan yang tidak profesional,” ujar Novel yang saat ini masih berada di Singapura. Novel pun kembali mempertanyakan keseriusan institusi yang pernah membesarkan namanya itu berani mengungkap kasus penyerangan biadab yang dialaminya. Ketua wadah pegawai (WP) KPK itu menduga Kapolri sebenarnya sudah mendapat laporan atau bukti bahwa ada oknum Polri yang menerima suap untuk melakukan teror terhadap dirinya. “Karena itu (Kapolri) perlu kerjasama dengan KPK terkait dengan TPK (tindak pidana korupsi, Red). Sebab, awal-awal investigasi, KPK pernah menawarkan akan membantu (Polri), tetapi ditolak karena bukan tupoksi (tugas pokok fungsi) KPK,” terangnya. “Saya khawatir, upaya (Polri) menggandeng KPK hanya untuk pembenaran seolah-olah (kasus penyiraman) ditangani dengan serius,” imbuh dia. Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar menyebut sampai saat ini kepolisian, khususnya Polda Metro Jaya, belum mengajukan permohonan perlidungan untuk EJ. Artinya, potensi ancaman terhadap yang bersangkutan bisa kapan saja terjadi. Apalagi setelah namanya tertulis di rilis kepolisian. “Dia (EJ, Red) akan kami hubungi,” ucap Lili kepada Jawa Pos. Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan pihaknya belum menentukan sikap terkait keinginan Polri membentuk tim gabungan bersama lembaga antirasuah. KPK memilih menunggu koordinasi dengan pihak kepolisian sebelum menentukan sikap. “Kami berharap setelah pertemuan dengan presiden ada langkah signifikan (dari Polri, Red),” terangnya. Hanya, bagi KPK, keinginan Kapolri bekerjasama membentuk tim gabungan justru merupakan sinyal positif. Apalagi, permintaan kerjasama itu diawali dari perintah presiden yang menginginkan kasus penyerangan Novel segera dituntaskan. “Kami pada aspek koordinasi, karena kewenangan melakukan penyelidikan atau investigasi di ranah pidana umum adalah polisi,” ucapnya. Terkait sketsa wajah yang dirilis kepolisian, KPK mengaku belum melihat secara jelas. Namun, Febri menyatakan sebelumnya pihak kepolisian sebenarnya juga pernah menunjukan 3 sketsa wajah yang masih berupa coretan pensil. “Nanti ketika koordinasi, itu (sketsa wajah pelaku, Red) akan disampaikan,” kilah mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. Sementara itu, juru bicara Presiden Johan Budi SP menuturkan, pada dasarnya poin utama yang menjadi fokus presiden adalah perkara Novel harus segera dituntaskan oleh Polri. “Concern presiden adalah kasus ini sudah menjadi perhatian publik,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Karena itu, ke depan juga tidak boleh lagi ada upaya ancaman atau intimidasi kepada penyidik manapun. Tidak hanya KPK. Penyidik di institusi penegak hukum manapun tidak boleh sampai mengalami teror, intimidasi, atau bahkan penyerangan sebagaimana yang dialami Novel. Kemudian, Presiden memerintahkan Kapolri untuk menuntaskan pencarian pelaku secepatnya. Mengenai pesimisme yang disampaikan Novel atas pelaku, menurut Johan pendapat Novel harus dihargai. “Tapi kalau lihat yang disampaikan Kapolri kemarin (31/7) kan ada progres, ada titik terang,” lanjutnya. Yang jelas, presiden terus mencermati perkembangan kasus Novel. Sejak awal penyerangan pun, Presiden sudah meminta agar kasusnya diusut tuntas. (jpg/bha)

Sumber: