3 Tahun Tak Ada Formasi, Guru PAI Ngadu ke DPRD Banten

3 Tahun Tak Ada Formasi, Guru PAI Ngadu ke DPRD Banten

SERANG, TANGERANGEKSPRES.CO.ID - Puluhan guru honorer yang tergabung dalam DPW Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Provinsi Banten melakukan audiensi ke Komisi I DPRD Provinsi Banten, pada Rabu 26 Oktober 2023. Puluhan guru honorer tersebut mengadu sekaligus meminta solusi kepada DPRD dan Pemprov Banten agar diadakan formasi dalam pendaftaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Audiensi diterima langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Banten, Jajuli Abdillah, dan perwakilan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Kementerian Agama (Kemenag) Kanwil Banten, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten. Ketua DPW AGPAII Provinsi Banten, Mustahdi mengatakan, ada tiga tuntutan yang dibawa untuk dalam audiensi tersebut. Pertama, menuntut kepada Dinas Pendidikan dan Pemprov Banten untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan guru mata pelajaran (mapel) lain, terutama dalam rekrutmen PPPK, yaitu dibukanya kuota untuk GPAII SMA/SMK/SKh. "Mengapa kami menuntut hal demikian, karena selama tiga kali periode pengangkatan PPPK di Provnsi Banten belum pernah ada kuota untuk GPAI SMA/SMK/SKh. Provinsi Banten, sangat miris kami dianaktirikan di ibu kandung sendiri," katanya. "Hal demikian terjadi juga di provinsi-provinsi lain seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa barat, Jawa tengah, Jawa Timur dan lainnya, dan bisa diselesaikan dengan cara membuka kuota PPPK unruk GPAI, di Banten seharusnya bisa," tambahnya. Kedua, pihaknya meminta Dindikbud dan Pemprov Banten untuk dapat menganggarkan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi GPAII yang sudah lulus pretest. "Banyak yang sudah lulus pretest tapi harus menunggu panggilan dari kemenag untuk antri mengikuti PPG. Informasi antrian katanya lebih lama dari pada antrian haji di Provinsi Banten yang kira-kira 15 sampai 20 tahun, keburu pensiun," jelasnya. Ketiga, pihaknya meminta inpasing atau penyetaraan jabatan, pangkat, dan golongan bagi guru yang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar memiliki jabatan, pangkat, dan golongan yang sebanding dengan guru PNS. "Jadi guru yang sudah sertifikasi bagi guru swasta, tapi karena perbedaan kemenag dan kemendikbud maka kami mempertanyakan siapa yang punya wewenang," ungkapnya. Menurutnya, berdasarkan data yang dimiliki GPAII, saat ini ada sekitar 840 guru honorer PAI di Provinsi Banten. Namun sayangnya belum mendapatkan perhatian lebih dari Pemprov Banten. Maka dari itu, ia meminta kepada DPRD Banten untuk ikut memperjuangkan guru PAI, karena mau bagaimanapun peran guru PAI begitu sentral. "Kami minta dewan menekan Pemda agar bisa membuka rekrutmen itu, karena yang punya wewenang adalah Pemda, kami juga sudah sampaikan ke DPP tapi lagi-lagi daerah yang punya wewenang, dan sudah tiga kali rekrutmen tapi tidak dibuka," ungkapnya. Salah satu honorer guru PAI yang mengajar di SMAN 18 Kabupaten Tangerang, Elis Kholisotul mengatakan, bahwa dirinya telah mengabdi selama belasan tahun menjadi guru PAI, namun hingga saat ini tidak ada sentuhan dari Pemerintah. Bahkan mirisnya tidak ada formasi PPPK dalam tiga tahun terakhir. "Bayangkan saya sudah 12 tahun mengajar tapi belum juga ada perhatian, kami merasa di anak tirikan dengan guru mapel lain," katanya dalam audiensi. Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Banten, Jazuli Abdillah mengatakan, bahwa pihaknya akan mengawal terus perjuangan guru PAI untuk mendapatkan haknya, dan terselenggaranya formasi PPPK guru PAI pada pendaftaran PPPK berikutnya. "Kebijakan tentunya ada pimpinan, tapi kita kawal terus sampai ujung akan kita bantu," katanya. Menurutnya, guru agama harus diperjuangkan, bila tidak maka akan sangat berdampak pada semangat guru yang mengajar wawasan agama, dan moralitas di sekolah akan berkurang. Hal itu juga akan berdampak pada perilaku anak-anak yang seharusnya mendapatkan pengajaran yang baik, dan benar. "Karena tidak jelas statusnya, maka dikhawatirkan semangat guru untuk mengajar ini akan berkurang," paparnya. Maka dari itu kata Jazuli, pihaknya akan mencari di mana kewenangan yang seharusnya menaungi guru agama, apakah di kementerian agama atau kewenangan daerah. "Jangan sampai lepas tanggungjawab, apakah guru agama yang dilahirkan dari departemen agama, kemudian mengabdi di umum yang menjadi anak dinas khawatir ini lepas tanggungjawab," katanya. (*) Reporter: Syirojul Umam Editor : E. Sahroni

Sumber: