Tangkal buzzer Politik, Menjelang Pemilu 2024 Masyarakat Harus Cerdas Menyerap Informasi

Tangkal buzzer Politik, Menjelang Pemilu 2024 Masyarakat Harus Cerdas Menyerap Informasi

TANGERANG, TANGERANGEKSPREA.CO.ID - Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang memberikan catatan penting dalam pelaksanaan pemilu 2019 lalu. Ketua Bawaslu Kota Tangerang, Agus Muslim mengatakan, catatan penting pada pelaksanaan Pemilu 2019 itu di Kota Tangerang ini tidak ada proses pemilu yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Catatan Pemilu 2019 di Kota Tangerang adalah tidak ada yang menggugat ke MK, ini catatan penting," kata Agus dalam Diskusi Fraksi Teras yang digelar di Warung Sweet OC, di Jalan Satria Sudirman, Kota Tangerang, Selasa (21/6/2022). Meski demikian, Agus menyampaikan, pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu terdapat salah pendistribusian logistik surat suara yang akhirnya 56 titik tempat pemungutan suara (TPS) dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) "Pemilu 2019 lalu banyak titik yang salah. Itu kita akui kesalahan dari kita sehingga pada 2019 ada 56 titik yang di PSU karena salah titik," ungkapnya. Kedepan, pada pelaksanaan pemilu mendatang, kata Agus, dirinya memberikan enam catatan yang harus diantisipasi berdasarkan Indeks kerawanan pemilu (IKP), diantaranya, pemuktahiran data pemilih. Dimana KPU harus memastikan data pemilih dan menyesuaikannya. Lalu, politik uang, belum lagi penyebaran isyu hoaks yang rentan dilakukan melalui media sosial. Kemudian salah tafsir regulasi antara KPU dan Bawaslu. Selain itu, evaluasi beban kerja anggota KPPS pada pelaksanaan Pemilu 2019 untuk menghindari kejadian yang menimpa ratusan anggota KPPS yang meninggal dunia. Kata Agus, persoalan penyebaran hoaks termasuk ujaran kebencian hingga konten disinformasi menjadi masalah serius yang harus diantisipasi menghadapi Pemilu mendatang. Pihaknya melakukan langkah-langkah mitigasi terhadap akun media sosial dengan membuat tim khusus untuk melakukan penyisiran dan mengamati akun- akun resmi yang telah masuk data KPU. "Itu sangat penting, karena tidak semua Bawaslu bisa masuk ke ruang-ruang itu," imbuhnya. "Yang ramai itu kan medsos, sampai tatanan arus bawah. Gap ini yang dibangun adanya kerjasama dengan partai politik sebagai peserta pemilu dan organisasi lainnya.," tukasnya. Dia berharap dapat berkolaborasi dengan media massa hingga organisasi kepemudaan untuk membantu menangkal buzzer politik yang melakukan penyebaran hoaks tersebut. "Potensi-potensi yang ada pada pengalaman Pemilu 2019, bisa terjadi, bahkan bisa saja buzzer politik itu lebih masif di pemilu nanti," ungkapnya. Agus menambahkan, dari catatan tersebut pihak penyelenggara pemilu dapat bekerja lebih baik lagi. "Kalau di 2024 nanti ada yang menggugat berarti itu menjadi catatan terburuk kami. Konsekuensinya penyelenggara harus serius, beri rasa aman dan nyaman kepada peserta pemilu," tegasnya. Dilain pihak, pengamat politik, Munadi mengatakan, yang menjadi persoalan adalah polarisasi pemilu. Munadi yang juga seorang akademisi, polarisasi apabila dikembangkan oleh partai politik menjadi hal negatif. Partai politik peserta pemilu seharusnya membangun sebuah kondisi yang kondusif di masyarakat. "Karena sumber itu kalau masyarakat sangat tidak mungkin. Ada informasi dari masyarakat dari media dan media sosial. Nah Ujungnya kan kepentingan ketika dia (partai politik) ingin menang maka dia ngebunuh secara politik calon lain. Maka disana lah terjadi polarisasi," ungkap Munadi. Selain itu, penyebaran berita hoaks dan isu rasis bahkan sara telah terjadi sejak lama. Kata Munadi, pada pelaksanaan pemilu 2024 nanti potensi itu lebih kencang lagi yang diduga dikemas oleh oknum dari golongan partai politik agar dapat mendulang suara dalam pesta demokrasi. "Ini perlu kesadaran juga. Ada juga oknum karena kepentingan politik lebih dominan ada hal tertentu yah kadang karena ingin menang jadi lakukan bermacam cara," tandasnya. Pengawasan di media sosial yang dilakukan oleh Bawaslu, lanjut Munadi, Bawaslu hanya mengawasi media sosial partai peserta pemilu yang telah didaftarkan. "Yang tidak terdaftar siapa yang mengawasi, nah ini perlu regulasi memang harus di kuatkan. Siapa yang bikin itu ? Ya parlemen, parlemen dari mana ? Ya partai politik. Nah ini saling terkait Semuanya. Masyarakat juga jangan terbawa arus, harus cerdas memilah informasi," tegasnya. Menurut dia, peran pemerintah juga sangat penting dalam menciptakan iklim politik yang kondusif. "Ini menjadi tanggung jawab bersama baik partai politik, masyarakat hingga pemerintah," pungkasnya.(raf)

Sumber: