Penolakan MBG SD IT Al Izzah Kota Serang

Wali Murid SDIT Al Izzah saat menolak program MBG di Pemkot Serang beberapa waktu lalu.-Aldi Alpian Indra-
TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Dari total 130.896 siswa di Kota Serang yang diproyeksikan menjadi penerima Program Makan Bergizi Gratis (MBG), ternyata tidak semuanya menyambut program tersebut dengan antusias.
Di tengah upaya pemerintah pusat mewujudkan pemerataan gizi anak sekolah, justru muncul penolakan dari sejumlah sekolah yang dinilai berada di lingkungan keluarga menengah ke atas.
Data Dinas Pendidikan Kota Serang mencatat, program MBG kini baru menjangkau sekitar 300 sekolah dari total 848 lembaga pendidikan di seluruh kota. Rinciannya, terdapat 270 SD dengan 80.554 siswa, 204 SMP dengan 28.863 siswa, serta 159 TK dengan 6.781 anak.
Namun, dari sekian banyak lembaga pendidikan tersebut, SD Islam Terpadu (SDIT) Al Izzah di Kota Serang justru menjadi salah satu sekolah yang menolak pelaksanaan MBG. Pihak orang tua murid menilai program tersebut tidak tepat sasaran, sebab sebagian besar siswa di sekolah itu berasal dari keluarga yang tergolong mampu.
Selain itu, penolakan juga dipicu oleh rencana pembangunan dapur MBG atau Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di dalam area sekolah. Mereka menganggap keberadaan dapur tersebut bisa mengganggu kenyamanan proses belajar serta menimbulkan risiko keamanan bagi anak-anak.
Penolakan itu mencuat dalam beberapa pekan terakhir, bahkan sempat difasilitasi oleh Pemerintah Kota Serang antara wali murid dengan pihak yayasan Al Izzah Kota Serang.
Perwakilan wali murid, Baim Aji, menegaskan bahwa para orang tua tidak menolak program MBG secara keseluruhan, tetapi keberatan jika pelaksanaannya dilakukan di dalam area sekolah.
“Kami wali murid tidak menolak program MBG, tapi sebaiknya tempatnya jangan di area yayasan. Silakan saja dilakukan di luar sekolah. Kami sudah membayar SPP dan biaya masuk yang cukup besar, sampai belasan juta. Kalau sudah mampu membiayai itu, kenapa harus ada MBG masuk ke dalam sekolah?” ujar Baim kepada wartawan.
Menurutnya, banyak orang tua khawatir dengan risiko yang mungkin timbul akibat aktivitas dapur MBG di sekolah, termasuk masalah keamanan dan kebersihan lingkungan.
“Resikonya, anak-anak harus keluar area sekolah karena kantin dan fasilitas jadi makin sempit. Lalu lalang kendaraan juga menambah risiko kecelakaan. Kalau terjadi sesuatu, siapa yang bertanggung jawab? Itu yang kami khawatirkan. Selain itu, ada juga potensi masalah sampah dan keamanan,” lanjutnya.
Meski pihak yayasan sempat menawarkan potongan SPP sebesar Rp150 ribu per bulan atau setara Rp7.100 per porsi apabila program tetap berjalan, wali murid menilai langkah itu bukan solusi.
“Iya, sempat disebut ada potongan SPP sekitar Rp150 ribu per bulan atau Rp7.100 per porsi. Tapi bagi kami itu bukan solusi. Tetap saja kami menolak,” tegas Baim.
Ia juga menyebutkan bahwa para orang tua merasa mendapat dukungan dari Wali Kota Serang terkait aspirasi mereka. “Ya, dari awal Wali Kota sudah mendukung penolakan ini. Tapi mungkin ada hal lain di belakangnya,” kata Baim.
Salah satu wali murid lainnya, Aya Hayati Nufus, mengaku lebih setuju jika sistem katering yang sudah berjalan sebelumnya tetap dipertahankan. Ia menilai siswa Al Izzah tidak termasuk dalam kategori penerima manfaat MBG karena mayoritas berasal dari keluarga berkecukupan.
Sumber: