Rawan Sara dan Politik Uang, Isu Potensi Dalam Pilkada Kota Tangsel

Rawan Sara dan Politik Uang, Isu Potensi Dalam Pilkada Kota Tangsel

SERPONG-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangsel memaparkan isu strategis yang kerap terjadi dalam Pilkada. Pemaparan tersebut diperuntukan bagi panwascam agar mencegah tindak pelanggaran baik oleh warga maupun oleh bakal calon walikota dan wakil walikota serta tim suksesnya. Ketua Bawaslu Kota Tangsel, Muhamad Acep menjelaskan, saat ini Bawaslu RI tengah menggodok indeks kerawanan pelanggaran. Rencananya, indeks ini akan dirilis di Bulan April. Sehingga Panwascam Kota Tangsel harus memahaminya. "Nantinya kita juga bisa mengganti dan meneruskannya sebagai indeks potensi pelanggaran," kata Acep, dalam acara Bimtek Penyelesaian Sengketa terhadap Panwascam se-Kota Tangsel. Dia memaparkan, salah satu potensi pelanggaran yang terjadi saat pilkada adalah isu SARA. Menurutnya, di Tangsel dengan hasil pengawasan yang dilakukan pada saat Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, isu ini sangat nyata. "Isu sara ini merupakan intimidasi dan ancaman terhadap masyarakat oleh oknum tertentu," kata Acep. Kemudian, Acep juga menyampaikan bahwa kerawanan yang terjadi dalam pilkada adalah politik uang. Dia mengisahkan di suatu daerah, pada pemilihannya, untuk menjadi kepala desa saja, harus mengeluarkan uang bermiliar-miliar. "Artinya, pengawasan harus diperketat. Sehingga tidak ada lagi politi uang yang terjadi dalam pilkada serentak 2020," kata dia. Hal yang sering diingatkan oleh Acep adalah netralitas ASN. Mengingat ada beberapa ASN yang disinyalir maju dalam pesta demokrasi tahun ini. Sehingga panwascam diharapkan bisa menyentuh lingkungan pemerintah. "Sebagai upaya, kami sudah melakukan koordinasi dengan Komisi ASN. Agar bisa melakukan pengawasan terhadap ASN," kata dia. Kemudian untuk kerawanan sengketa, Acep memaparkan, saat ini calon yang boleh memiliki kewenangan melakukan sengketa adalah total suara yang hanya memiliki selisi 1,5 persen untuk jumlah DPT di bawah 1 juta. "Namun sebagai tugas, Bawaslu akan tetap memberikan keterangan terhadap gugatan tersebut," ujar Acep. Selanjutnya dia juga menyampaikan bahwa kerawanan bisa terjadi di antara pihak penyelenggara. "Rakyat datang ke TPS, hanya untuk memilih. Tapi, yang bisa menentukan suara adalah penyelenggara, sehingga bisa saja kecurangan terjadi," kata dia. Biasanya yang paling sering terjadi adalah isu logistik. Hal ini diharapkan menjadi perhatian agar masyarakat bisa mendapatkan hak pilih. Sehingga logistik harus memadai. Yang terakhir, Acep menjelaskan adalah kampanye di luar jadwal. "Selanjutnya adalah, bahwa penerima dan pemberi akan dihukum. Sehingga, dibutuhkan, kerjasama panwwscam dengan pelapor. Sehingga bisa mencegah pelanggaran terjadi," kata dia. (mol)

Sumber: