Pansus Angket KPK Tak Gentar Diseret ke MKD

Pansus Angket KPK Tak Gentar Diseret ke MKD

Koalisi Anti Hak Angket KPK (Kotak) resmi melaporkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon serta 23 anggota Pansus kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (12/6). Mereka dilaporkan karena pelanggaran kode etik DPR terkait pengusulan hak angket maupun pembentukan Pansus. Pelapor kali ini mengenakan masker. Bukan tanpa arti masker itu. Menurut salah satu pelapor dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko, masker ini merupakan simbol bahwa mereka mencium ada bau yang tidak sedap terkait dengan hak angket KPK. “Makanya kami gunakan simbol masker," kata Tibiko di depan ruang MKD DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6). Dia mengatakan, DPR jangan mengutamakan kepentingan kelompok maupun individu jika ingin dipercaya publik. "Jangan salahkan kalau publik menilai DPR dengan citra yang negatif," katanya. Selain Fahri dan Fadli, ada 23 anggota Pansus. "Total 25 anggota dewan," katanya. Dia menjelaskan, Fahri adalah pemimpin rapat paripurna pengesahan usulan hak angket DPR pada 28 April 2017. Pengesahan hak angket itu diduga tidak sesuai mekanisme. "Pengesahan hak angket tidak terpenuhi oleh anggota yang hadir," ujarnya. Sedangkan Fadli Zon, kata dia, ketika penolakan publik terhadap angket terjadi, DPR menilai itu hanya angin lalu. DPR lalu melanjutkan dengan pembentukan pansus. "Pembentukan pansus rapatnya angket dipimpin oleh Fadli Zon," katanya. Nah, kata Tibiko, ketika memimpin dan mengesahkan rapat yang sejak awal menyalahi ketentuan yang ada ini maka Fahri dan Fadli dilaporkan ke MKD Menyikapi hal tersebut, salah seorang anggota pansus hak angket M Syafii tidak mempersoalkan laporan itu. Menurut dia, laporan dari masyarakat tersebut nantinya akan diverifikasi. "Mengadukan itu hak setiap orang dan diatur juga dalam kode etik MKD," ungkapnya. Dia tidak mempersoalkan jika yang dilaporkan adalah seluruh anggota pansus. MKD tentu akan melakukan kajian apakah laporan itu layak atau tidak. DPR mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu takut menghadapi Panitia khusus (pansus) hak angket. Jika KPK merasa tidak ada persoalan, maka sebaiknya datang saja memenuhi panggilan. “Mestinya KPK biasa saja,” kata Wakil Ketua Pansus Hak Angket DPR atas KPK, Dossy Iskandar di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6). Menurut Dossy, semua pakar hukum juga sudah menyarankan supaya KPK hadir memenuhi panggilan nanti. Sebab, ini hanya proses biasa dalam ketatanegaraan. “Kalau ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab, ya jangan dijawab. Kalau ada pertanyaan mengarah kepada intervensi penanganan masalah hukum, jangan mau (jawab),” katanya. Karena itu, politikus Partai Hanura ini mengingatkan supaya KPK hadir saja dan jangan membawa persoalan ini ke mana-mana. Jika dibawa ke mana-mana maka akan menimbulkan suatu pertanyaan di masyarakat. “Ingat KPK dibentuk oleh DPR untuk bisa diakses oleh siapa pun. Kalau tidak bisa diakses dalam rangka pengawasan, kami gunakan hak angket,” katanya. Dossy mengingatkan KPK agar tidak menyeret Presiden Jokowi untuk menghadapi Panitia Khusus Angket (Pansus) Angket. Ia yang juga wakil ketua Pansus Angket menyampaikan hal itu untuk menanggapi permintaan Ketua KPK Agus Rahardjo agar Presiden Jokowi segera turun tangan mengintervensi langkah DPR menggunakan hak penyelidikan terhadap lembaga antirasuah itu. “Intervensi bagaimana? Tidak boleh saling intervensi. DPR tak pernah intervensi presiden,” kata Dossy di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (12/6). Anak buah Oesman Sapta Odang di Hanura ini justru mengingatkan KPK bahwa Pansus Angket itu merupakan sebuah proses ketatanegaraan. Karenanya, KPK harus memenuhi panggilan Pansus Angket. Menurut Dossy, kalau KPK sekadar berkonsultasi dengan Presiden Jokowi, Mahkamah Konstitusi (MK), atau Mahkamah Agung (MA) maka itu tidak ada masalah. Justru dia heran kalau KPK malah menginginkan mekanisme di luar itu hingga melakukan intervensi. “Saya tidak tahu ya, tapi kok ada apa dengan kebingungan komisioner KPK ini? Mestinya biasa saja,” jelasnya. Anggota Pansus DPR M Syafii menyesalkan langkah Ketua KPK Agus Rahardjo meminta Presiden Jokowi melakukan intervensi terhadap Pansus. Menurut Syafii, angket merupakan hak yang dimiliki DPR yang sudah jelas diatur dalam konstitusi. Sehingga presiden tidak bisa menghentikan DPR menggunakan hak angket. Karenanya, Syafii tidak mengerti maksud dari pernyataan Agus Rahardjo itu. "Kalau dia (KPK) meminta presiden bersikap itu kan tidak jelas maksudnya apa. Kan tidak mungkin (presiden) menghentikan DPR," katanya di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (12/6). Politikus Gerindra ini yakin Presiden Jokowi tahu aturan dan tidak akan mengintervensi Pansus. Sebab, kata dia, Presiden Jokowi memahami bahwa angket yang dimiliki anggota DPR sudah diatur konstitusi. "Jadi (meminta) keterlibatan presiden atau sikap presiden dalam hak angket itu harus ditanya kan lagi ke Pak Agus ini maksudnya apa. Ya kan?" katanya. Anggota Komisi III DPR ini justru mengingatkan bahwa KPK tidak boleh khawatir dengan angket yang digagas parlemen ini. "Kan ada tagline dari KPK berani jujur itu hebat, artinya kalau tidak ada masalah, ya tidak masalah juga," paparnya. (jpnn)

Sumber: