Imam Nahrawi Kerahkan 23 Pengacara

Imam Nahrawi Kerahkan 23 Pengacara

JAKARTA — Mantan Menpora Imam Nahrawi mengerahkan 23 pengacara dalam menghadapi sidang praperadilan terkait penetapan tersangka kasus dugaan suap. Imam menjadi tersangka pada kasus penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018. Sidang pertama yang digelar di ruang lima Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/10), diawali dengan pemeriksaan berkas para kuasa hukum oleh Hakim Tunggal, Elfian. Hakim memanggil satu persatu para pengacara dan memeriksa berkas serta kartu keanggotaan sebagai pengacara. Total ada 14 orang yang dipanggil hadir, sisanya tidak hadir di persidangan karena berbagai alasan. Pemeriksaan berkas para kuasa hukum berlangsung agak lama ketika hakim ketua memanggil satu persatu para pengacara dan memeriksa berkasnya serta tanda pengenalnya. Ruang persidangan pun dipenuhi oleh para pengacara. Empat orang duduk di kursi kuasa hukum, sedangkan yang lainnya duduk memenuhi tempat duduk pengunjung. Selain dipadati oleh tim kuasa hukum, ruang sidang juga dihadiri sejumlah pria berkain sarung dan berpeci serta awak media. Sidang pembacaan permohonan praperadilan atas tersangka mantan Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) ini akhirnya ditunda hingga Senin (4/11) karena pihak termohon, yakni KPK tidak hadir di persidangan. Sebelum menutup persidangan, hakim meminta petugas mengumumkan persidangan sebanyak tiga kali. Setelah itu sidang ditutup dengan penundaan hingga 4 November. Penundaan persidangan sempat mendapat sanggahan dari pihak kuasa hukum yang meminta hakim agar sidang tidak ditunda selama dua minggu. Menurut tim kuasa hukum, mereka membutuhkan proses praperadilan berjalan cepat sebelum perkara masuk pengadilan. Tetapi hakim tetap menunda menjadi dua minggu karena alasan cuti hakim sudah terdaftar di pengadilan. Seusai persidangan, Saleh, selaku tim kuasa hukum Imam Nahrawi mengatakan total ada 23 pengacara yang dilibatkan. "Kita semua satu tim, totalnya ada 23 orang," kata Saleh. KPK pada Rabu (18/9) telah mengumumkan Imam dan asisten pribadinya, Miftahul Ulum sebagai tersangka. Imam diduga menerima uang suap dengan total Rp26,5 miliar. Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait. Imam Nahrawi pun menggugat status tersangka dalam kasus suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018. Seperti dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara pada laman pn-jakartaselatan.go.id, Imam resmi mengajukan praperadilan pada Selasa (8/10) dengan nomor perkara 130/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL terhadap termohon, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cq pimpinan KPK dengan klarifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka. Dalam petitum permohonan praperadilan Imam, disebutkan pertama, menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan penetapan tersangka terhadap Imam Nahrawi (pemohon) yang didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019 terkait dugaan tindak pidana korupsi. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ketiga, menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon dan melakukan tindakan penahanan terkait dugaan tindak pidana korupsi. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Keempat, menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/111/DIK.01.03/01/09/2019, tanggal 27 September 2019 yang menetapkan pemohon untuk dilakukan penahanan oleh termohon terkait dugaan tindak pidana korupsi. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kelima, memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan seluruh tindakan penyidikan terhadap pemohon sebagaimana adanya Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019. Keenam, menyatakan tidak sah segala penerbitan sprindik dan penetapan tersangka lainnya yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap diri pemohon hingga terbuktinya keterkaitan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Miftahul Ulum dengan pemohon sampai memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Ketujuh, memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon seketika sebagai tahanan Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jakarta Timur sejak putusan dibacakan. Kedelapan, menghukum termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.(rep/bis)

Sumber: