Rancang Kerusahan dari Kota Tangerang, Dosen IPB Cs Jadi Tersangka

Rancang Kerusahan dari Kota Tangerang, Dosen IPB Cs Jadi Tersangka

JAKARTA-Enam orang yang ditangkap di Kota Tangerang ditetapkan menjadi tersangka. Salah satunya, dosen Institut Pertanian Bogor, Abdul Basith. Mereka ditetapkan polisi sebagai tersangka kepemilikan bahan peledak dan perancang kerusuhan. Abdul Basith (AB) sebagai tersangka dalam kasus rencana kerusuhan saat aksi Mujahid 212. Peran AB cukup signifikan, diduga merekrut dua orang yang memiliki kemampuan membuat bom molotov. Enam orang itu, AB, SG, YF, AU, OS dan SS, sebelum ditangkap sempat berkumpul di rumah SS, di Perum Taman Royal 2, Jalan Hasyim Asyari, Kota Tanggerang. Setelah keluar dari rumah itu, Densus yang sudah mendeteksi keberadaan mereka melakukan penangkapan. Abdul Basith (AB) di Jalan Maulana Hasanudin, Cipondoh, Kota Tangerang. Di tempat ini pula SG, warga Jakarta Timur ditangkap. Lantas, YF dan AU ditangkap Jalan Hasyim Asyari, Kota Tanggerang, tak jauh dari GS Supermarket. Kedua orang ini sebagai eksekutor. Sebuah video beredar di kalangan wartawan. YF dan UA diminta datang ke rumah SS atas perintah OS. Keduanya diperintahkan OS untuk membeli bensin dan membuat bom molotov dan membakar ruko-ruko yang di sekitar Grogol sampai Roxy. "Agar masyarakat terpancing dan keluar menjarah, seperti kejadian kerusuhan 1998," kata YF. "Selanjutnya akan ada orang yang mengarahkan dan mengkoordinir," tambah AU. Sementara OS dan SS disergap di Jalan Permata Raya, Poris, Cipondoh. Di salah satu rumah di Kompleks Taman Royal 2, Cipondoh, Kota Tangerang, mereka membuat skenario kerusahaan saat demonstrasi Mujahid 212 Senin kemarin. Dua tersangka, yang diberi tugas membeli bensi untuk membuat bom molotov. Bom itu untuk membakar ruko-ruko di sepanjang Grogol hingga Roxy, Jakarta Pusat. Tujuannya untuk memancing penjarahan, seperti kerusuhan 1998. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo membeberkan, OS yang dipercayai untuk menerima dana untuk pembuatan bom molotov. Dana tersebut akan diberikan kepada eksekutor yang akan memprovokasi menggunakan bom molotov. ”OS dan S ini menyuruh JAF, AL, NAD dan SAM yang mampu untuk membuat bom molotov.” tuturnya. Keempat orang itu juga sekaligus menjadi eksekutor dalam rencana menunggangi aksi Mujahid 212. Lalu, OS juga merekrut tiga orang lainnya, YF, AL dan FEB. Ketiganya diberikan uang untuk membeli keperluan material bom molotov. ”Saat ini masih didalami kembali,” paparnya. Yang pasti, semua orang tersebut telah menjadi tersangka. Diduga melanggar 169 KUHP dan Undang-undang Darurat nomor 11/1951 tentang senjata api. ”Sepuluh orang tersangka,” terang mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut. Apakah telah diketahui master mind kasus tersebut? Dia mengatakan bahwa kendati masih proses pendalaman, namun master mind dan tiap layer kasus ini telah diketahui. ”Master mindnya masih AB, tapi dilihat lagi kemungkinan lainnya,” jelasnya. Dia menuturkan, motif dari kelompok tersebut memang membuat aksi demonstrasi menjadi kerusuhan. Targetnya, kerusuhan itu bisa menggagalkan pelantikan anggota DPR. ”Tapi, bisa digagalkan,” paparnya. Selain itu, pelaku lain juga direkrut berinisial OS dengan tugas mencari dana untuk eksekutor di lapangan. "S alias L kemudian merekrut JAF, AL, NAD, dan SAM. Sedangkan OS merekrut YF, ALI dan FEB," kata Dedi. Untuk tersangka SS sendiri, polisi menyerahkan sepenuhnya kepada Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal). SS merupakan purnawirawan TNI AL yang diduga turut berupaya menciptakan kerusuhan dalam aksi Mujahid 212. "Diduga untuk menggagalkan proses pelantikan anggota dewan hari ini (kemarin)," kata Dedi. Sementara sebelumnya Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan akan memecat dosen tersebut bila terbukti memiliki bahan peledak. "Harus kita selidiki dulu kebenarannya apakah benar yang bersangkutan memiliki bahan peledak," ujarnya. Dia menambahkan kalau benar terbukti maka pihaknya akan mencabut status dosennya. Menurut dia, sesuai prosedur hukum jika yang bersangkutan melakukan tindak pidana dengan hukuman sekian tahun maka akan dicabut status PNS-nya. Sementara Kepala Biro Humas IPB Yatri Indah Kusumastuti menyebutkan, pihak kampus merasa terkejut dan sangat prihatin terhadap kabar tersebut. Namun, ditegaskannya, bahwa apa yang dilakukan AB tidak ada sangkut pautnya dengan kampus IPB. "Terhadap kasus tersebut, pihak kampus menghormati proses hukum yang berlaku,' katanya. Yati menegaskan, aktivitas yang dilakukan AB tidak ada sangkut pautnya dengan kampus. (Mhf/gw/fin)

Sumber: