Kasus Santriwati Keracunan, Bau Menyengat Kuat di Malam Hari

Kasus Santriwati Keracunan, Bau Menyengat Kuat di Malam Hari

PASARKEMIS-Kasus santriwati Pondok Pesantren Nurul Hikmah, Pasar Kemis, masih menjadi misteri. Belum diketahui penyebabnya. Sudah dua kali, belasan santriwati mengalami mual, muntah dan pusing. Mereka harus dirawat di Puskesmas Pasarkemis. Pengurus Pondok Pesantren Nurul Hikmah, Ade Miftahul mengatakan, sering menghirup bau menyengat di sekitar ponpes. Namun, sejak satrinya mual dan muntah, bau tersebut timbul tidak setiap hari. Akan tetapi intensitasnya makin kuat di malam hari. “Tergantung arah angin. Kalau angin dari arah utara ke selatan, saya mencium bau seperti limbah rumah sakit. Kalau angin bertiup dari selatan ke utara semua orang mencium bau seperti oli atau solar,” katanya kepada Tangerang Ekspres. Ade Miftahul pada Senin (3/9) ikut mendampingi tim Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) mengambil sampel air dan udara di sekitar ponpes. Ada sungai kecil di sekitar ponpes yang diambil sampel airnya. Air di sungai itu terlihat hitam. Ponpes itu sudah berdiri belasan tahun lalu. Kata Miftahul, peristiwa santrinya mual dan muntah masal baru pertama kali terjadi. Berdasarkan pengamatan Tangerang Ekspres, tak jauh dari Pondok Pesantren Nurul Hikmah yang berada di Kampung Bugel RT01/01, Desa Pangadegan, Kecamatan Pasar Kemis banyak berdiri pabrik. Ada sekitar tujuh pabrik. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang belum bisa menyimpulkan penyebab para santri mual dan pusing. Kadinkes dr. Desriana Dinardianti mengatakan, santriwati tersebut belum bisa dinyatakan keracunan. Sebab, DLHK masih meneliti penyebab dari peristiwa yang dialami para santriwati. “Belum bisa disimpulkan mereka mengalami gejala apa. Karena hasil pemeriksaan laboratorium air dan udara belum keluar,” katanya saat dihubungi Tangerang Ekspres, Rabu (4/8). Sementara, Kepala Bidang Pencegahan Penyebaran Penyakit (P2) Dinkes Kabupaten Tangerang, dr. Hendra Tarmidzi mengatakan, sudah menerima laporan rekam medis pasien dari puskesmas. Ia mengungkapkan, sebanyak 11 orang diantaranya merupakan pasien yang sudah pernah dirawat sebelumnya. “Mereka melaporkan ada kasus pasien yang masuk 15 orang sedangkan 11 orang diantaranya merupakan yang sebelumnya mengalami gejala mual dan muntah,” katanya melalui sambungan seluler. Selain menerima laporan, Hendra sudah mendatangi puskesmas pada saat gejala awal mual dan muntah pada 29 Agusutus lalu. Ia mengatakan, sudah menanyai pasien serta orang tua pasien yang datang mendampingi anaknya. Dari hasil keterangan, Hendra menduga adanya hubungan antara pola makan yang tidak baik di pondok pesantren dengan gejala yang timbul. “Waktu itu saya datang ke puskesmas, mereka ditanyai dan diperiksa. Saya lebih curiga diagnosanya secara kesehatan lebih ke arah grastitis atau maag. Kebetulan ada orang tua yang menerangkan pola makan di pondok,” katanya. “Jadi memang pola makannya tidak benar di pondok pesantren kemudian kondisinya juga berdesakan di dalam kamar. Di mana satu kamar diisi 20 orang. Kemudian mungkin makan yang tidak teratur dan kurang tidur. Jadi lemah kondisinya. Yang terdampak hanya dua kamar di sana, sedangkan di kamar lain tidak apa-apa,” tambahnya. Kata Hendra, para santriwati dirawat selama satu hari sebelum dinyatakan pulih dan dipulangkan kepada keluarga masing-masing. Sedangkan untuk pengobatan, pasien diobati untuk meredakan rasa nyeri yang dialami. “Iya kalau dari pemeriksaan fisik pasien keluhannya pusing, mual dan sesak. Semua keluhannya seperti itu. Kita kasih cairan infus dan obat maag untuk mengobati mualnya. Untuk pusingnya paracetamol dan kekurangan cairannya diinfus, itu saja,” ungkapnya. Ketika ditanyai perihal apakah ada zat lain yang menyebabkan mual dan muntah, Hendra menegaskan, secara rekam medis dari hasil pemeriksaan secara fisik tidak ditemukan adanya kandungan zat apa pun yang menyebabkan mual dan muntah. “Akan tetapi secara klinis yang kita temukan kemungkinan akibat maag. Akan tetapi kita tidak tahu penyebabnya bisa jadi karena udara atau pola makan. Kasus ini baru pertama kali. Sedangkan, untuk keracunan nanti tergantung dari hasil analisis dinas lingkungan hidup. Sampel udara dan air pun sudah diambil,” tukasnya. (mg-10)

Sumber: