Sofyan Basir Ikut Bebaskan Lahan PLTU

Sofyan Basir Ikut Bebaskan Lahan PLTU

JAKARTA — Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir didakwa sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan tindak pidana korupsi oleh orang lain terkait suap proyek kelistrikan. Sofyan didakwa turut berperan dalam pembasan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan mengatakan, Sofyan telah memfasilitasi pertemuan antara mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, eks Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes B. Kotjo dengan jajaran direksi PLN. Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC). "Padahal terdakwa mengetahui bahwa Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Budisutrisno Kotjo," kata jaksa Ronald F Worotikan saat membacakan dakwaan Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Senin (24/6). Jaksa mengatakan untuk mendapatkan proyek tersebut, Johannes Kotjo menyuap Eni Saragih dan Idrus Marham senilai Rp 4,7 Miliar. Sedangkan Sofyan, diduga turut memuluskan praktik suap tersebut karena proyek PLTU Riau-1 berada di dalam ranah PLN. Menurut Jaksa, Sofyan juga turut menghadiri pertemuan-pertemuan di sejumlah tempat dengan Eni Saragih, Idrus Marham dan Kotjo untuk muluskan proyek senilai US$900 Juta tersebut. ?Pertemuan itu dihadiri pula oleh Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso. Terkait dengan pengurusan proyek ini, Sofyan menyerahkannya kepada Iwan Santoso untuk mengurus proposal yang diajukan Johanes Kotjo. ?Atas perbuatannya, Sofyan Basir didakwa melangar Pasal 12 a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-2 KUHP. Pembelaan Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/6) Sofyan Basir, mempersoalkan surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum. Usai pembacaan surat dakwaan, tim penasihat hukum Sofyan Basir langsung mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sebanyak 50 lembar surat nota keberatan dibacakan secara bergiliran usai dipersilakan oleh Ketua Majelis Hakim, Hariono. Setidaknya ada delapan argumentasi yang dipersoalkan tim penasihat hukum. Pertama, penerapan Pasal 15 UU Tipikor yang dihubungkan Pasal 56 ke-2 KUHP adalah berlebihan sehingga membuat surat dakwaan kabur (obscuur libel). Kedua, penerapan pasal 56 ke-2 KUHP dalam surat dakwaan adalah keliru karena tindak pidana korupsi telah terjadi (voltooid) sebelum dugaan kejahatan pembantuan dituduhkan kepada Sofyan Basir. "Bahwa jika mencermati surat dakwaan, maka akan secara jelas dan nyata dapat dibaca telah terjadi perubahan pasal yang didakwakan kepada terdakwa Sofyan Basir," ujar ketua penasihat hukum Sofyan, Soesilo Aribowo. Dalam surat dakwaan pertama, pasal yang di dakwakan adalah Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP. Sedangkan dakwaan Kedua, melanggar Pasal 11 jo. Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP. Soesilo menyatakan dalam surat dakwaan, pasal yang awalnya disangkakan terhadap Sofyan saat penetapan tersangka hilang. Pasal yang dimaksud yakni Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak PIdana Korupsi dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Namun, lanjutnya, di surat dakwaan terdapat pasal baru yang didakwakan yaitu Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Penambahan, dan penghilangan pasal itu dinilai tindakan yang tidak cermat. "Penghilangan dan penambahan pasal tertentu untuk mendakwa terdakwa Sofyan Basir, maka telah terjadi ketidakpastian hukum," ujar Soesilo. Selanjutnya, Soesilo menyatakan penerapan pasal 15 terkait tindakan pembantuan dalam proses terjadinya suap, dipandang berlebihan dan terkesan bias. "Hal ini telah membingungkan terdakwa Sofyan Basir dan penasihat hukumnya di dalam pemahaman dugaan perbuatan pembantuan yang dituduhkan kepada terdakwa Sofyan Basir, sehingga menyulitkan dalam melakukan pembelaan," katanya. Argumen ketiga, kontruksi surat dakwaan dinilai tidak cermat terkait dengan kualitas terdakwa Sofyan yang diduga telah memfasilitasi untuk mempercepat proses kesepakatan proyek PLTU Riau-1 atau memfasilitasi sejumlah pertemuan-pertemuan. Keempat, surat dakwaan disebut tidak menguraikan unsur kesengajaan (unsur subjektif) dan memberi bantuan (unsur objektif) sebagai prasyarat pasal 56 ke-2 san sikap batin pelaku atau niat jahat sebagai prasyarat pertanggungjawaban pidana. "Kelima, surat dakwaan tidak jelas terkait dengan pihak-pihak yabg diduga telah melakukan tindak pidana suap dalam kedudukannya sebagai peserta tindak pidana," kata penasihat hukum. Keenam, tim penasihat menyebut ada kekaburan di dalam surat dakwaan terkait dengan kuantitas atau jumlah pertemuan-pertemuan Sofyan Basir dengan pihak lain sebagai membantu kejahatan guna mempercepat IPP atau memfasilitasi pertemuan pihak-pihak lain tersebut. Ketujuh, penuntut umum telah menerapkan pasal yang berbeda di dalam penyidikan dan penuntutan sehingga surat dakwaan tersebut dinilai melanggar KUHAP dan UU yang menjadikannya tidak cermat dan kabur. Terakhir, surat dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas atau tidak lengkap terkait dengan perbuatan-perbuatan kejahatan pembantuan yaitu mempercepat proses kesepakatan atau memuluskan perusahaan yang tidak ada kepastian hukumnya.(ant/cnn)

Sumber: