Jateng Terancam Hadapi Kekeringan, Potensi Gelombang Tinggi di Perairan Indonesia Hingga Jumat

Jateng Terancam Hadapi Kekeringan, Potensi Gelombang Tinggi di Perairan Indonesia Hingga Jumat

SEMARANG — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memetakan, sebanyak 31 Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah berpotensi menghadapi bencana kekeringan, pada musim kemarau tahun 2019 kali ini. “Adapun jumlah warga rentan terdampak bencana kekeringan di wilayah Provinsi Jawa Tengah jumlahnya mencapai 2.056.287 jiwa atau 545.851 KK,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah, Sudaryanto di Semarang, Selasa (11/6). Dari data wilayah potensi kekeringan, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak, menjadi daerah dengan potensi dampak kekeringan paling luas, di Provinsi Jawa Tengah. Dia mengatakan, pada Juni ini sebagian besar wilayah Provinsi Jawa Tengah telah memasuki musim kemarau. BPBD Provinsi Jawa Tengah telah memetakan sejumlah wilayah yang berpotensi terhadap bencana kekeringan, sebagai dampak musim kemarau yang diperkirakan puncaknya bakal berlangsung pada September nanti. Dari pemetaan potensi tersebut, Kabupaten Blora, Grobogan, dan Kabupaten Demak merupakan daerah dengan potensi dampak bencana kekeringan paling luas, jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa Tengah. Potensi kerawanan bencana kekeringan di wilayah Kabupaten Blora mencapai 158 Desa di 16 kecamatan. “Jumlah warga rentan terdampak mencapai 467.166 jiwa atau 147.966 kepala keluarga (KK),” katanya. Di wilayah Kabupaten Grobogan, kata dia, ada sekitar 115 desa yang ada di 15 kecamatan yang rawan terdampak bencana kekeringan, dengan potensi warga rawan terdampak mencapai 159.352 atau 39.838 KK. Sedangkan Kabupaten Demak ada sedikitnya 100 desa dari 14 kecamatan yang rawan terdampak bencana kekeringan. “Di Kabupaten Demak jumlah warga rentan terdampak kekeringan mencapai 98.593 jiwa atau 24.648 KK,” ujarnya. Secara akumulasi, potensi bencana kekeringan akibat dampak musim kemarau tahun ini di wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun ini mencapai 1.259 desa dari 360 kecamatan. Kepala BPBD Kabupaten Semarang, Heru Subroto mengungkapkan, di daerahnya ada 33 desa yang tersebar di 14 kecamatan dengan warga rentan terdampak mencapai 105.000 jiwa atau 26.250 KK. “Data ini, merupakan data mengacu tahun yang sudah berjalan (2018) lalu,” ungkapnya saat dikonfirmasi terpisah melalui sambungan telepon. Ia juga mengamini, berdasarkan penjelasan BMKG bulan Juni sebagian besar daerah di Provinsi Jawa Tengah sudah memasuki musim kemarau, termasuk untuk sebagian besar wilayah Kabupaten Semarang. BMKG juga memperkirakan, puncak musim kemarau tahun 2019 ini diprediksi bakal berlangsung pada bulan September nanti. Seperti tahun- tahun sebelumnya, BPBD Kabupaten Semarang juga telah melakukan antisipasi guna meminimalisir dampak bencana kekeringan ini melalui penyiapan bantuan air bersih guna membantu warga terdampak. "Tahun ini, BPBD Kabupaten Semarang telah menyiapkan alokasi mencapai 307 tangki berkapasitas 5.000 liter air bersih, untuk membantu warga yang mengalami krisis air bersih akibat dampak musim kemaraui,” kata Heru. Gelombang Tinggi Dalam siara persnya, BMKG menginformasikan adanya potensi gelombang tinggi pada Selasa (11/6) hingga Jumat (14/6) di sejumlah wilayah perairan Indonesia. Ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 1,25 hingga 6 meter. “Peningkatan gelombang tinggi ini diakibatkan oleh pola sirkulasi di utara Laut Halmahera. Pola angin di wilayah utara ekuator umumnya berembus dari timur – tenggara dengan kecepatan 4 – 15 knot, sedangkan di wilayah selatan ekuator umumnya berembus dari timur – tenggara dengan kecepatan 4 – 25 knot,” bunyi siaran pers BMKG, Selasa (11/6). Sementara itu, kecepatan angin tertinggi terpantau di Perairan P. Enggano hingga selatan Jawa, P. Sawu – P. Rote, Laut Timor, Perairan Sulawesi Tenggara, Laut Banda, Perairan Kep. Sermata – Kep. Tanimbar, Perairan selatan Kep. Kei – Kep. Aru, Laut Arafuru, Perairan Yos Sudarso – Merauke. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut. Dari hasil pantauan BMKG, beberapa wilayah yang berpotensi mengalami peningkatan gelombang setinggi 1,25 hingga 2,5 meter (sedang) di antaranya adalah Perairan Timur P. Simeulue, Perairan Timur Kep. Mentawai, Selat Sape bagian selatan – Selat Sumba, Laut Sawu – Selat Ombai, Perairan Selatan Flores, Perairan Kupang – Rote, Laut Timor selatan NTT, Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Selatan Kalimantan, Perairan Kotabaru, Selat Makassar bagian selatan, Perairan Timur Kep. Selayar, Laut Flores, Teluk Bone bagian selatan, Perairan Bau Bau – Wakatobi, Perairan Manui – Kendari, Perairan Selatan P. Buru – Seram, Perairan Kep. Sermata hingga Kep. Tanimbar, Perairan Kep. Kei – Kep. Aru, Laut Banda, Perairan Amamapare, serta Perairan Barat Yos Sudarso. Beberapa wilayah perairan Indonesia lainnya juga berpeluang mengalami gelombang yang lebih tinggi kisaran 2,5 hingga 4 meter (tinggi), antaranya Perairan Enggano – Bengkulu, Perairan Barat Lampung, Samudera Hindia Barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan Selatan Banten hingga Sumbawa, Selat Bali – Selat Lombok – Selat Alas bagian selatan, Perairan Selatan P. Sumba – P. Sawu – P. Rotte, Samudera Hindia selatan Jawa hingga NTT, Laut Timor selatan NTT, Perairan Timur Kep. Wakatobi, serta Perairan Selatan Kep. Sermata hingga Kep. Tanimbar. Potensi gelombang yang tertinggi berkisar antara 4 hingga 6 meter (sangat tinggi), dapat terjadi di Perairan Barat Mentawai hingga Bengkulu, Perairan Barat Lampung, Samudera Hindia Barat Mentawai hingga Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan Selatan P. Jawa hingga Lombok, Selat Bali – Selat Lombok – Selat Alas bagian selatan, Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Lombok. BMKG mengimbau pada masyarakat terutama nelayan untuk memperhatikan keselamatan pelayaran. Moda transportasi yang beresiko di antaranya adalah perahu nelayan (kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1.25 m), kapal tongkang (kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1.5 m), kapal ferry (kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2.5 m), dan kapal ukuran besar seperti kapal kargo/kapal pesiar (kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4.0 m). (BMKG/ES/rep)

Sumber: