Oknum Wartawan Peras Sekdes Rp 700 Juta

Oknum Wartawan Peras Sekdes Rp 700 Juta

TIGARAKSA–Tiga oknum wartawan ditangkap polisi. Mereka diduga telah memeras Sekretaris Desa Cijengkol, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, sebesar Rp 700 juta. Dalam aksinya ketiga oknum wartawan media online tersebut, mengaku sebagai penyidik Tipikor Bareskrim Mabes Polri. Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Sabilul Alif mengatakan, tiga oknum wartawan yang ditangkap itu adalah, Rul, Fad dan Muh. "Dalam aksinya dua orang mengaku sebagai penyidik tipikor Bareskrim Polri dan satu orang mengaku wartawan media online," paparnya saat konferensi pers, Selasa (14/5). Sabilul memaparkan, Rul mengaku sebagai Ipda Ibrahim dan Fad sebagai AKP Ibnu Sianturi dari penyidik Tipikor Bareskrim Mabes Polri, dengan menunjukkan identitas anggota Polri palsu. Sedangkan Muh mengaku sebagai wartawan media online dengan menunjukkan ID Card. Sabilul mengatakan, saat memeras pejabat desa, pelaku mengawali dengan mengirimkan surat pemanggilan tentang adanya kasus penyalahgunaan dana desa kepada Rafiudin Sekdes Cijengkol. Kemudian, ketiga pelaku datang ke kantor Desa Cijengkol, dan menemui sekdes. Di saat itulah, ketiga pelaku bernegosiasi dengan korban, untuk mengamankan kasus korbannya. Mereka meminta sejumlah uang dengan imbalan, kasus penyalahgunaan dana desa tidak akan dilanjutkan penyelidikannya. Sekdes merasa tertekan dan katakutan. Akhirnya menuruti permintaan ketiga oknum tersebut. Negosiasi selesai, ketiga oknum tersebut bertukar nomor telepon dengan sekdes dan pamit pulang. Namun, esoknya, Rul menghubungi korban. Meminta ditransfer uang sebesar Rp5 juta agar kasus tidak dinaikan. Sekdes pun memberikan uang dengan cara mentransfer. “Pertama ditransfer melalui rekening bank BNI sebanyak Rp5 juta. Besoknya lagi minta terus, dan ditransfer lagi Rp100 juta. Lalu besoknya lagi minta cash Rp40 juta. Hingga nilainya Rp700 juta lebih. Awal diberikan uang pada Maret,” katanya kepada wartawan. Uang hasil pemerasan pun dibagi-bagi. Rul mendapatkan Rp240,7 juta, Muh Rp88 juta dan Fad memperoleh bagian Rp270,3 juta. Sebagai barang bukti, polisi menyita 61 lembar bukti transfer serta print out buku tabungan milik pelaku. Kemudian satu bundel mutasi rekening bank BCA atas nama korban, satu bundel screen shot percakapan aplikasi Whatsapp. Lalu ada tiga buah handphone, satu buku tabungan BNI Plus dan tahapan BCA. Ada empat buah identitas kartu pers, satu bundel Laporan Pertanggung Jawaban (Lpj) Desa Cijengkol tahun 2017 dan 2018, satu kartu ATM Bank Mandiri, dan satu buah koper merk Presiden. “Uang itu digunakan tersangka untuk membeli kendaraan Honda Mobilio dengan nomor polisi B 1480 WZL, sejumlah handphone dan pesta di tempat hiburan malam. Tersangka terkena pasal 378 dan 368 KUHP dengan ancaman hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara,” jelasnya. Sabilul menjelaskan, tersangka mengaku baru satu kali menjalankan aksinya. Ia mengaku akan mengembangkan satu kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya kasus lain. Sabilul membantah adanya praktik kecurangan pengelolaan dana desa yang dilakukan pihak aparatur desa. “Kita sudah lakukan pendalaman, ada atau tidak kasus dana desa, ternyata tidak ada,” akunya. Kasus ini terungkap, setelah korban melapor ke polisi. Karena merasa sudah tidak ada lagi yang harus diberikan kepada para tersangka. Kata Sabilul, uang diberikan korban kepada tersangka ini, didapat dengan cara meminjam uang kepada sejumlah pihak. Setelah mendapat laporkan, tim Polres Tangerang Kota, lantas mengecek ke Bareskrim, untuk memastikan apakah Ipda Ibrahim dan AKP Ibnu Sianturi, adalah personel Bareskrim. “Kita tindaklanjuti, tidak benar pelaku merupakan penyidik Bareskrim Mabes Polri. Kepada masyarakat atau pejabat jika ada yang mengaku aparat penegak hukum, jangan langsung dipercaya. Segera laporkan dan kroscek kepada kepolisian. Jangan sampai hal ini terjadi lagi,” tegasnya. Sementara, pengakuan dari tersangka Muh mengetahui ada informasi penyelewengan dana desa dari kabar yang dia dapat dari temannya. Kemudian bersama tersangka lainnya mendatangi korban dengan mengaku sebagai anggota polisi. “Saya dapat memalsukan surat pemanggilan, mencari dari google dan saya hanya mengganti nama yang dipanggilnya saja. Informasi yang didapat bukan hanya satu sumber soal dana desa itu,” tukasnya. (mg-10/esa)

Sumber: