Kivlan: Saya Tidak Ada Niat Makar

Kivlan: Saya Tidak Ada Niat Makar

JAKARTA -- Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen menegaskan dirinya tidak ada niatan untuk melakukan makar. Ia tidak punya niat mendirikan negara sendiri. "Saya tidak punya senjata, saya tidak punya pengikut, pasukan. Saya tidak punya niat untuk mendirikan negara sendiri, pemerintahan sendiri yang baru pengganti Jokowi. Tidak ada," kata Kivlan sebelum menjalani pemeriksaan dalam kasus makar dan penyebaran berita bohong di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (13/5). Ia menegaskan dirinya siap menjalani pemeriksaan atas tuduhan makar ini. "Tidak ada persiapan apa-apa, saya sudah siap menghadapi tuduhan makar," kata Kivlan. Kivlan menjelaskan dirinya bukanlah sebagai inisiator unjuk rasa terkait video seruan aksi demonstrasi di depan Gedung KPU RI dan Bawaslu pada 9 Mei 2019. "Saya hanya berbicara saja, bukan inisiator unjuk rasa itu. Sudah ada pemberitahuan ke polisi soal unjuk rasa itu kok. Bukti-buktinya sudah diberitahukan ke polda dan polres, ya saya bicara. Apa buktinya makar. Kan itu semua kebebasan, kalau dituduh makar ya runtuhlah dunia ini," katanya lagi. Video tersebut akhirnya menjadi dasar pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri. Sebelumnya, Kivlan dilaporkan oleh seseorang bernama Jalaludin asal Serang, Banten dengan nomor laporan: LP/B/0442/V/2019/Bareskrim. Perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks) sesuai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan/atau pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 107 juncto pasal 87 dan/atau asal 163 bis juncto pasal 107. Di tempat terpisah,Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penetapan tersangka sejumlah tokoh seperti Eggi Sudjana, Bachtiar Nasir, dan penyelidikan Kivlan Zen murni karena pelanggaran hukum. JK menegaskan, proses hukum yang dikenakan kepada ketiganya bukan karena posisi ketiganya sebagai oposisi. "Diperiksa bukan karena oposisinya, jadi dia diperiksa atas mungkin beberapa tindakannya atau beberapa kejadian, dan tidak ada hubungan dengan oposisi, tapi karena tidak sesuai hukum," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (13/5). JK mengatakan, Indonesia negara yang mengenal kebebasan berpendapat sehingga beroposisi diperbolehkan oleh undang-undang. Namun, JK menegaskan, kebebasan berpendapat harus tetap sesuai prosedur undang-undang. "Saya kira beroposisi di Indonesia itu hal yang bisa, boleh, sesuai UU, UUD dasar juga boleh berpendapat," ujar JK. JK juga menegaskan, pembentukan tim hukum nasional oleh Kementerian bidang Politik, Hukum dan Keamanan juga bukan sengaja untuk membidik pihak yang berbeda pendapat dengan pemerintah. Menurutnya, tim hukum nasional dibentuk sebagai lembaga penasehat yang memberi masukan kepada Menko Polhukam Wiranto dan kepolisian. "Lembaga yang dibentuk oleh pak kemenpolhukam itu tentu bukan lembaga untuk mengambil tindakan, itu hanya memberi masukan kepada Menkopolhukam, dan kepada kepolisian, sama saja kalau persidangan kan ada saksi ahli, semacam itulah kira-kira penasehat ahli," ujar JK. Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Eggi Sudjana sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara atau makar dan atau menyiarkan berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dan atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan. Sementara, Bachtiar Nasir menjadi tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan aset Yayasan Keadilan untuk Semua. Ia diduga melanggar UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan Kivlan, hari ini diperiksa Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Resor Kriminal (Bareskrim) Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar.(rep)

Sumber: